Bagian 9. Madu Pengantin (2)

1.7K 101 23
                                    

Naruto © Masashi Kishimoto

Warning : Mengandung unsur sensualitas. Bagi yang masih dibawah umur, mohon kesadarannya agar bisa melewatkan bagian ini.

.
.
.
.
.

Suara rintik gerimis diatas atap dan daun-daun terdengar jelas karena keheningan yang tercipta didalam pondok yang ditempati Sasuke dan Sakura.

Malam ini terasa begitu syahdu dan romantis dengan udara yang sedikit dingin, ditambah dengan temaram lentera yang hanya dinyalakan satu buah di dinding kayu dekat lemari.

Sasuke dan Sakura duduk berdampingan di sisi ranjang dengan canggung. Keduanya sibuk menenangkan detak jantung masing-masing dan memikirkan bagaimana dan darimana mereka harus memulai.

Kemarin-kemarin, Sasuke akan begitu mudah terbawa suasana, lalu menyentuh Sakura dengan percaya diri. Tapi ketika istrinya yang meminta duluan, entah kenapa Sasuke menjadi grogi setengah mati. Seakan-akan ia lupa bagaimana caranya mencium dan mencumbu.

"Ne, Sakura. A-apa kau yakin ingin melakukannya denganku malam ini"

Sasuke yang pertama memulai obrolan. Daun telinganya memerah karena malu bercampur gairah. Dia bahkan terus menunduk demi menghindari kontak mata dengan istrinya.

Sakura menghela napas pelan, menguatkan keputusannya, lalu kemudian menjawab,

"Ya, tentu saja. Bagaimanapun, aku istrimu kan, Sasuke-kun".

Sasuke merasakan telapak tangan Sakura yang hangat diatas punggung tangannya. Jari-jari mungil itu sedang berusaha meraup jari-jarinya yang besar dan panjang, menggenggamnya erat.

Sasuke lalu memberanikan diri menatap wajah istrinya, dan apa yang Sasuke lihat membuat sudut-sudut bibirnya berkedut menahan tawa.

Sakura benar-benar terlihat lucu. Kantung matanya bengkak habis menangis, bahkan sisa-sisa air mata masih sedikit menggenang di lapisan kornea nya, sehingga mata sakura tampak seperti hutan hijau yang berkabut. Selain itu, kulit pipinya merona hebat, hampir mengalahkan warna rambutnya sendiri. Membuat Sasuke merasa gemas sekarang.

"Kalau begitu, cium aku."

Sasuke menyeringai tipis, ingin bermain-main sedikit sambil mencaritahu kesungguhan Sakura.

Sakura sempat terdiam, membuat Sasuke menunggu agak lama, sebelum dia akhirnya dengan malu-malu mencondongkan tubuhnya, lalu mendaratkan ciuman ringan di pipi kanan Sasuke.

Darisini, biarkan Sasuke yang mengambil alih semuanya.

.
.
.
.
.

Itachi demam. Tubuhnya kuyup karena keringat tapi dia menggigil kedinginan.

Tsunade sudah mengganti kompres Sang Raja berkali-kali, tapi suhu tubuhnya tetap tinggi. Ia lalu menyuruh dua orang tabib pembantu untuk membawakan beberapa bahan obat yang akan ia racik sendiri.

Bilik kamar utama dalam istana tersebut mendadak ramai dikunjungi banyak orang. Itachi tiba-tiba saja pingsan tadi siang, saat ia sedang mendengarkan keluhan-keluhan rakyat yang disampaikan oleh perwakilan wilayahnya masing-masing. Membuat gempar seisi aula istana saat itu.

"Apa sebaiknya aku menjemput hidenka agar ia segera pulang, heika?"

Shishui berkata sambil mengusap pelan keringat di wajah Itachi dengan sehelai kain putih. Matanya mengembun melihat ketidakberdayaan adiknya lagi. Tubuhnya semakin kurus dan kurus.

"Tidak, nii-sama. Biarkan dia beribadah disana untuk lima hari kedepan. Dia pasti merindukan kampung halamannya."

Itachi menjawab dengan sedikit terengah, hembusan napasnya panas, kulit tubuhnya juga panas.

Sakura no OukokuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang