0.5

268 39 2
                                    

"Ibu?" panggil Mark pada ibunya yang kini terduduk di kursi makan dengan sekantong es batu dipipinya.

"Apa yang ibu lakukan pagi-pagi disini?" Mark pura pura tidak tahu. Ibunya pasti mengompres bekas tamparan ayahnya semalam.

Mark mengambil sehelai roti, mengoleskannya dengan selai coklat lalu meletakkannya diatas piring dihadapan ibunya, "ibu sarapan dulu." katanya sambil tersenyum.

Meski dirinya marah kepada sang ibu karena telah membunuh sahabatnya sendiri, Mark tetap sangat menyayangi ibunya. Bagaimanapun Ten adalah ibunya.

"Terima kasih, sayang." Ten mengusap surai gelap Mark dengan penuh kasih sayang.

"Mark, hari ini kau liburkan?" tanya Ten, Mark mengangguk sambil terus memakan rotinya, "Ibu ingin mengatakan sesuatu padamu dan ibu harap kau mau memikirkannya."

"Sure, mom. Whats the problem?"

"Ibu akan tinggal dengan grandma selama beberapa waktu kedepan." kata Ten sambil melirik kopernya yang sudah tertata rapi disamping meja makan.

"Memangnya grandma kenapa? Sakit?" tanya Mark basa basi.

Mark sebenarnya tahu alasan ibunya ingin tinggal dengan neneknya. Pasti karena pertengakaran yang terjadi hampir setiap kali keduanya bertemu. Ibunya pasti lelah menghadapi ayahnya yang temperamental dan gampang main tangan tersebut.

Ten tersenyum tipis, "Tidak, sayang. Grandma mu baik-baik saja. Ibu hanya membutuhkan waktu sendiri disana."

"Yasudah, Ibu pergi dulu. Jaga dirimu, Minhyung." ia menyeret kopernya keluar rumah meninggalkan Mark yang hanya duduk disana seperti orang bodoh.

"Ah," Ten berbalik menghadap kearah Mark, "kalau kau ingin tahu cerita lengkap tentang Donghyuck, datanglah ke rumah ini."ujarnya sambil meletakkan secarik kertas berisikan alamat rumah. Ten lalu kembali berjalan keluar dan akhirnya menghilang disertai deru mobil dari garasi.

Beberapa menit sunyi, suara langkah kaki membuat Mark yang semula ingin bangkit dan mengejar sang ibu langsung terduduk kembali.

"Pagi, Ayah." sapanya datar.

"Hm."

Taeyong berjalan kearah mesin pembuat kopi. Ia sebenarnya heran, biasanya setiap pagi segelas kopi hitam tanpa gula sudah tersaji diatas meja makan. Tapi kali ini tidak ada, hanya sebungkus roti dan dua botol selai. Diambah Mark yang duduk dengan wajah datar.

"Mark," panggil Taeyong pada sang anak, "Kemana ibu mu?" tanyanya.

Mark tidak menjawab, ia hanya membanting garpunya ke meja makan lalu beranjak kekamarnya. Membuat Taeyong menggiring kepergiannya dengan tatapan bingung.

"Ada apa ini?"

.

.

.

Jaemin menyembulkan kepala bersurai madunya di pintu kamar Renjun. Hari ini sekolah sedang libur, dan Jaemin sedang dilanda rasa bosan teramat sangat hingga akhirnya memilih bertandang ke kamar si bocah China. "Renjun~"panggil Jaemin.

Tak mendapat balasan, Jaemin memberanikan diri untuk masuk disana, walaupun ia tahu ia akan diamuk oleh Renjun jika masuk ke kamarnya tanpa izin. Tapi, ya mau bagaimana lagi, Jaemin itu malas menunggu.

Kamar Renjun tampak bersih seperti biasanya. Dua single bed yang saling berdampingan tertata rapi, pakaiannya pun tersusun dengan amat sangat apik. Tipikal Renjun sekali.

"Astaga!"

Pekikan itu sontak membuat Jaemin berjengit dari acara 'mari-menggeledah-lemari-Renjunku- nya.

PIANO | MarkHyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang