Hangover

625 106 27
                                        

Luke pov

“Setelah acara makan pizza waktu itu, Cal dan Chris sering telponan, sepertinya aku sedang melihat sebuah awalan dari sesuatu, tapi aku tidak tahu apa.” cerita Titania, seperti biasa, dia selalu menelponku setiap malam, handphoneku yg dulunya hampir tidak pernah berdering kini selalu berbunyi setiap malam.

Dan itu sangat menganggu.

“Hmm.” aku menggumam, tidak tahu akan berkomentar apa. Kalau mereka sering telponan, lalu kenapa? Bukan urusanku.

“Seandainya kau itu bersikap seperti Cal, ini pasti akan lebih mudah,” keluhnya

“Aku akan bersikap seperti Cal kalau yg kuhadapi itu adalah perempuan normal,” ujarku

“Aku kurang normal!?” suaranya melengking tidak terima.

“Bukan kurang, tapi tidak.” Jawabku singkat, aku mendengarnya mendengus dan menggerutu.

“Aku menonton Hangover tadi sore.” ia kembali bercerita, anak ini selalu lompat dari topik satu ke yg lain.

“Oke,” sahutku tidak tertarik

“Ayo ke Hall’s.” ia menyebut nama salah satu bar terbesar di kota ini.

“Jangan bilang kau mau mencoba ‘bagaimana rasanya’ Hangover.” aku memutar mata. Berdasarkan pengalaman yg sudah-sudah, aku tahu kemana arah pembicaraan ini akan berlangsung.

“Kau pembaca pikiran!”

“Aku lebih baik main game dari pada harus mabuk-mabukan bersama orang gila.” tolakku

“Orang gila INI adalah pacarmu.” Aku mengerang mendengar perkataannya, aku benar-benar alergi jika dia sudah menggunakan kata ‘pacar’.

Unofficial,” Aku mengingatkan

“Ayolah Luke, it’s Friday night!”

Yeah, its Friday night, dan itu artinya main game sampai pagi. Aku sudah stand by di depan nintedo-ku anyway.

“Tidak mau.”

Titania mendesah, “Aku sudah menduganya.  Ya sudah, aku pergi sendiri saja”

“Kau tidak boleh terus-terusan melakukan semua hal yg muncul di otakmu hanya karena penasaran ‘bagaimana rasanya’ Titania, itu berbahaya.” aku menasehatinya sebagai seorang teman. Tapi Titania adalah gadis yg kepalanya lebih keras dari batu karang, dia tidak pernah bisa di nasehati.

“Aku ingin menambah pengalaman. YOLO, Luke!” Lagi – lagi aku memutar mataku, aku sudah mendengar kata itu paling tidak sejuta kali semenjak aku kenal dengannya. Seperti yg pernah di katakan Christy beberapa waktu lalu saat kami mengobrol, ‘dia selalu menggunakan motto yolo itu sebagai tameng’.

“Sudah dulu ya, aku sudah sampai.” Ia berpamitan

Wait– what? Sampai!? dia sedang di perjalanan menuju Hall’s? anak itu serius akan pergi sendiri?

“Tit—“

Tuuutt tuutt

Ia sudah mematikan telponnya. astaga anak itu! apa yg ada di otaknya? Dia tidak memikirkan berapa banyak bahaya yg menunggunya jika pergi ke club sebesar Hall’s sendirian? Hall’s itu pusatnya para criminal! Bisa kujamin ini adalah pengalaman pertamanya pergi ke Club malam.  

YOLO //Hemmings// //AU//Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang