Mikasa gadis berusia enam belas tahun, di rumah terlihat pendiam. Tapi di sekolah Mikasa cukup populer karena masuk ranking tiga besar di satu angkatannya. Mikasa baru saja di tinggal pergi sang Mama, dia pun akhirnya tinggal berdua saja dengan Papa barunya. Papa yang baru di nikahi Mama selama satu tahun ini.
Levi Ackerman, baru berusia tiga puluh tahun. Dia duda dengan satu anak, anak tiri. Karena pekerjaan dia tidak pernah ada di rumah tapi setelah istrinya meninggal dia jadi lebih sering ada di rumah menemani putri tirinya.
"Mikasa, dari mana saja?." Levi menaruh koran lalu mendekati Mikasa.
Mikasa melihat jam tangannya. "Ini jam delapan Pa, aku sudah mengirimkan pesan padamu akan pulang terlambat."
Levi melihat ponselnya. "Tidak ada."
Mikasa terkejut lalu dia melihat ponselnya. "A... belum terkirim."
Levi menatap Mikasa. "Kamu tadi kemana? Sama siapa? Dan ada keperluan apa?."
Mikasa menghela nafasnya.
"Jangan seperti nenek nenek, cepat jawab pertanyaan Papa barusan?." Levi melipat tangannya.
"Aku pergi ke toko buku, sendirian, aku membeli buku karena minggu depan ada ujian." Mikasa memperlihatkan buku yang di belinya beserta struk bukti pembelian buku.
Levi mengangguk lalu membiarkan Mikasa masuk ke kamarnya.
"Ya, seperti itulah Papa, setelah kematian Mama, dia menjadi lebih diam dari biasanya. Tapi dia juga lebih sering menanyakan keberadaanku. Papa overprotective. Padahal aku sudah SMA."
Esokan harinya.
"Selamat pagi." Sapa Mikasa saat dia melihat Papanya hendak duduk di ruang makan.
"Pagi, Mikasa." Sapa Levi.
"Masih mengenakan baju kemarin." Gumam Mikasa.
"Kamu bicara apa?."
"Uhm, tidak Pa." Mikasa segera mengambil bekalnya. "Aku sudah telat. Aku berangkat." Mikasa pergi meninggalkan Levi yang masih setengah sadar karena baru saja bangun. "Papa tidak mengurus dirinya setelah Mama tiada, huft... dia juga jadi menyebalkan."
"Mikasa..." Levi melihat kepergian Mikasa. "Anak itu..." Levi melihat sarapan yang telah di buat Mikasa. "Dia, seharusnya aku tidak menambah penderitaannya."
Mikasa baru duduk di kelas dua. Dia di pilih menjadi ketua kelas, sebuah tahta yang sangat tidak ingin di embannya.
"Ketua, bagaimana dengan festival olahraga minggu depan? Apa sudah menentukan siapa saja yang akan ikut perlombaan?." Tanya Erwin Smith sang ketua osis.
"Astaga, aku lupa. Sore ini aku akan berikan daftarnya." Jawab Mikasa. "Aku harus ke ruang guru dulu. Permisi." Mikasa dengan buru-buru menghindari Erwin
"Hey, sepertinya Mikasa sudah tidak ada rasa padamu." Ledek Hange Zoe, anggota osis.
"Diam kau." Erwin menjitak kepala Hange.
Mikasa dan Erwin sempat dekat saat mereka kelas satu SMA, tapi setelah kematian Mamanya Mikasa menjauhi Erwin, seolah dia hendak menutup rapat hatinya. Erwin masih saja menanti Mikasa tapi dia hanya bertepuk sebelah tangan.
Di ruang guru. Mikasa menjemput guru yang akan mengajar kelas di jam itu.
"Mikasa, hari ini ada murid baru. Jadi tolong bantuannya." Kata wali kelas Mikasa.
"Di pertengahan semester?."
"Ya, karena urusan keluarga dia pindah di tengah semester." Jawab Wali kelasnya.
Mikasa mengerti lalu dia pun kembali ke kelasnya.
"Mikasa, apa benar?." Sasha Blouse mendekati Mikasa. "Akan ada siswa baru?."
Mikasa hanya diam.
"Mi-ka-saaaaa..."
"Sasha, duduklah di tempatmu dan berhentilah mengunyah selama pelajaran Ibu, MENGERTI?."
Sasha terkejut lalu dia kembali ke tempat duduknya.
"Kamu harus mengurangi makan, nanti gemuk loh." Kata Shizuka, wali kelas Mikasa.
Pernyataan itu sontak membuat seisi kelas tertawa.
"Ya, cukup tertawanya." Shizuka sensei mengetuk meja.
Kelas pun seketika hening.
"Ya, hari ini kelas kita akan kehadiran siswa baru, jadi tolong bantuannya. Jangan di bully oke?." Shizuka mengedipkan matanya.
"Oke Bu." Serempak para murid pria menjawab.
Shizuka sensei, adalah guru yang eksentrik. Dia tidak hanya wali kelas dua A, tapi dia juga pebimbing untuk anggota UKS. Ya, jika tidak mengajar dia akan berada di ruang UKS. Wajahnya yang cantik juga tubuh yang proposional membuat para pria di sekolah itu tertarik padanya.
Seorang pria masuk ke dalam kelas dengan seragam dari sekolah lamanya.
"Ya, perkenalkan dirimu." Kata Shizuka sensei.
Pria itu perlahan menatap ke depan, seluruh mata memandang ke arahnya. "Nama saya Eren Jaeger. Mohon bantuannya."
"Dia sepertinya baik." Gumam Armin yang duduk di samping Mikasa.
"Ya, mungkin saja." Timpal Mikasa, dia menoleh ke meja Crista Renz. "Matanya sampai tidak berkedip." Mikasa tersenyum. "Ya, dia memang menarik, hanya itu saja."
"Eren kamu bisa duduk di belakang Mikasa." Kata Shizuka sambil menunjuk ke arah bangku kosong di belakang Mikasa.
Eren mengangguk lalu dia pun mendekati Mikasa.
"Eren salam kenal." Armin hedak bersalaman.
Namun Eren tidak memperdulikannya.
"Sepertinya dia bukan orang baik." Gumam Armin sambil memegang telapak tangannya sendiri.
YOU ARE READING
Ackerman : Papa dan Putrinya
Fanfiction"Apa ada di antara kamu yang mengerti rasanya di tinggal seseorang, jika di hanya pergi keluar kota atau ke luar negri kamu hanya perlu menelepon dia. Tapi bagaimana rasanya kamu di tinggal selamanya. Tidak akan pernah bertemu lagi, tidak akan pern...