Petang itu.
Seperti yang di minta Mikasa. Eren datang ke RS. Masih mengenakan seragam sekolah dia meletakkan tas yang di bawanya di meja.
"Ada apa?" Tanya Eren. Dia nampak tidak sabar.
Mikasa menghela nafas.
"Cepatlah, aku tidak bisa lama."
Mikasa memperhatikan Eren. "Jika tidak bisa. Nanti saja aku akan cari tahu sendiri."
Eren bingung dengan sikap Mikasa. "Dasar cewe. Kenapa sih suka maksa. Aku kan datang ke sini karena kamu yang minta. Sekarang kamu menyuruhku pergi. Maunya apa sih?"
Mikasa mendekatkan dirinya ke meja. "Petra siapa dia? Apa pekerjaannya?"
"Petra itu kakak sepupu ku. Dia anak kakanya Ibu. Sesekali dia datang ke rumah untuk menginap. Kalau masalah pekerjaan sih aku tidak tahu." Jawab Eren.
"Apa dia selalu membawa tas hitam?"
Eren berpikir sejenak. "Kak Petra memang suka warna hitam. Jadi menurutku wajar kalau dia punya satu tas berwarna hitam."
"Bukan itu. Seperti tas untuk menaruh gitar."
"Hmmm... Sepertinya ada. Waktu itu aku mau buka. Tapi malah di omelin habis-habisan sama dia."
"Apa kamu sempat membukanya?"
"Mikasa, kamu kenapa begitu tertarik dengan Kak Petra. Dia itu cewe ngeselin. Udah lah aku mau pulang dulu. Kamu nginap di sini?" Tanya Eren.
Raut kekecewaan terlihat jelas di wajah Mikasa. Dia mengangguk saat di tanya Eren.
"Huft..." Eren meregangkan badannya. "Kalau ada pertanyaan nanti tanyakan saja padaku. Jangan sekarang."
"Ba... Baiklah."
Mikasa melihat kepergian Eren, lalu dia pun kembali ke dalam rumah sakit.
Menunggu adalah hal yang paling di benci. Jam berputar seakan lebih lama dari biasanya. Dia melihat air infus yang menetes perlahan-lahan, ini membuatnya semakin risau.
Sementara itu di rumah Eren.
"Lho, Papa ada di rumah?" Eren terkejut melihat Ayahnya super sibuk berada di rumah.
Grisha Jaeger adalah seorang ilmuan. Dia selalu berpindah rumah dan membawa Eren ikut serta. Gris tidak pernah ada di rumah, berada di laboratorium berminggu-minggu adalah hal lumrah yang terjadi. Eren malah heran jika ada Gris di rumah.
"Jangan bicara seperti itu." Ibu Eren menyuguhkan segelas kopi untuk sang suami. "Sana mandi dulu, nanti kita makan malam bersama. Kebetulan ada Petra datang."
Eren nampak tak semangat karena harus makan malam bersama, namun raut wajahnya cerah ketika dia mendengar ada Petra. "Kakak ada di kamar nya kan?"
Carla, Ibu Eren. Mengangguk. Dia melihat Eren berlari menuju lantai dua.
"Petra selalu bisa memikat hatinya." Gumam Carla.
Grisha tidak merespon. Dia mengaduk kopinya.
Di kamar Petra.
"Kakak..." Eren membuka pintu tanpa mengetuknya. Dia masuk lalu memeluk Petra. "Aku kangen."
Petra tidak kaget melihat tingkah sepupunya. Dia mengelus punggung Eren. "Hm, maaf ya aku jarang menginap di sini."
Eren melihat Petra, mereka duduk bersebrangan. "Kak, apa hubunganmu dengan Ayah Mikasa?"
Di beri pertanyaan mendadak seperti itu membuat Petra bingung. "Kenapa tanya?"
"Aku hanya penasaran. Apa kamu teman nya? Atau pacarnya?"
Petra bingung, dia tidak bisa langsung menjawab.
"Pacar? Siapa yang punya pacar?" Carla berdiri di ambang pintu kamar Petra.
"Astaga Ibu mengagetkan ku saja." Eren melihat ke belakangnya.
"Kamu sudah pacaran Nak?"
"Bukan aku Bu." Eren kesal karena Ibunya menggangu. "Bu, aku mau ngobrol sama Kakak."
"Sayang, tapi Ayah memanggil Kakak. Dia di tunggu di ruang kerjanya." Kata Carla.
"Ah, Ayah nyebelin." Eren kesal dia pun masuk ke kamarnya.
Carla melihat kepergian Eren. Dia lalu menutup pintu kamar Petra.
"Ada apa?" Petra berdiri di hadapan Carla. "Ini mengenai Ackerman?"
Carla mengangguk. "Bagaimana bisa itu terjadi?"
"Grisha pasti marah besar." Gumam Petra.
"Maaf, aku tidak bisa menenangkan nya." Carla mengelus bahu Petra. "Dia pulang dengan amarah yang membara."
Petra menghela nafasnya.
YOU ARE READING
Ackerman : Papa dan Putrinya
Fanfiction"Apa ada di antara kamu yang mengerti rasanya di tinggal seseorang, jika di hanya pergi keluar kota atau ke luar negri kamu hanya perlu menelepon dia. Tapi bagaimana rasanya kamu di tinggal selamanya. Tidak akan pernah bertemu lagi, tidak akan pern...