prolog

106 16 8
                                    

        Layaknya kisah cinta Laila Majnun. 

siapa yang tak kenal kisah indah tersebut? Seorang gadis dari keluarga kaya dan terhormat di tanah Arab bernama Laila. Gadis yang jatuh hati pada pria miskin bernama Qays yang juga mencintai Laila. Mereka saling jatuh cinta, berbahagia bersama, berbagi suka maupun duka. Qays pun akhirnya berniat menikahi pujaannya, Laila. Namun nasib buruk menimpa keduanya, ayah Laila menolak lamaran Qays yang dianggap tidak sederajat dengan keluarganya. 

Bisa dibayangkan seperti apa rasanya? Yang pasti keduanya sangat berada pada kerapuhan. karena cinta yang harusnya mereka genggam malah di putus dengan cara yang kejam. Percayalah, perasaan itu bukan mereka yang meminta. Rasa itu murni dari tuhan sendiri yang secara senang hati memberi rasa itu. Hingga patah yang Qays dapatkan, membuatnya memilih lari dari sebuah kenyataan. Qays memilih pergi ke gurun pasir untuk menyendiri layaknya orang gila. Hingga orang yang tidak taupun menganggapnya Majnun yaitu laki-laki gila.

Dibalik cerita dahsyat yang masyur tersebut, ada seseorang yang juga  tengah terlihat sangat  rapuh. Wanita itu orang pertama yang percaya kisah Laila Majnun memang benar adanya. Begitu juga dengan kisahnya, sebuah kisah yang harus dihabisi oleh orang-orang yang seharusnya tak memiliki hak dan ikut campur dengan masalah hatinya. 

Rambut yang ia gerai begitu lepek, dan kusam. Matanya tampak begitu merah dan sayu seperti belum mengistirahatkan fisiknya seharian. Dia hanya menatap kosong jendela di sampingnya yang sedang menyuguhkan fenomena senja. Di depannya  secangkir kopi yang terlihat begitu pekat menemani kehampaannya. Gadis itu memejamkan mata dengan perlahan, memulai berpetualang ke dunia yang baginya lebih indah dari dunia nyatanya sekarang.

~~*~~

"Mila, larinya jangan kenceng-kenceng nanti kamu jatuh." suara teriakan dari pria kecil yang sedang menempuh akhir sekolah dasar  menggema di suara yang dia panggil Mila .

Alfi, dan Mila. Dua insan yang Tuhan ciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain. Bandung adalah bukti dari kisah sederhana yang penuh kenangan bagi kedua insan tersebut.

 keduanya kini  sedang berada di sebuah kebun teh milik kepala desa yang terkenal sangat kaya raya ditelinga masyarakat desa. bukan tanpa alasan mereka bilang seperti itu, karena kenyataanya kepala desa itu memiliki berhektar-hektar kebun teh yang begitu luas. Bahkan hamparan teh yang mereka injak,  mungkin saja semuanya milik pak Kepala Desa kaya raya itu.

Mila tak mendengarkan teriakan Alfi yang meminta dirinya untuk berhenti. Dia tidak takut jika dia akan terjatuh, karena dia punya pahlawan yang tidak akan membiarkan dirinya terluka segorespun.  Alfi pernah berjanji, seandainya Mila jatuh Alfi akan selalu ada dibawah Mila agar Mila tidak terluka. biar saja dirinya terluka, asal peri kecilnya tetap baik-baik saja, seperti itu katanya.

Mila tertawa dan terus berlari menghindari Alfi yang kembali berlari untuk mengejarnya . "Alfi ayo kejar Mila, kamu lelet ihh. Katanya laki-laki larinya kenceng". teriak Mila sambil menjulurkan lidahnya. 

"Enggak mau ahh, Alfi capek Princess Mila. lebih baik kita istirahat ya?" serunya sambil mengatur nafasnya yang mulai tak teratur.

Mila mendengus kesal karena Alfi kembali berhenti  mengejarnya. 'dasar payah, gitu aja masak enggak bisa ngejar' batin Mila. Karena kesal, Mila memilih untuk kembali berlari menjauh dari Alfi. Toh dia yakin Alfi akan mengejarnya.

Tapi bukan Alfi namanya jika tak bisa menghentikan aktivitas  gadis kecil yang ia panggil Princess Mila itu. Alfi pun cepat-cepat lari menuju semak –semak pohon teh yang terlihat pas untuk bersembunyi. Lantas berteriak layakanya seseorang yang sedang terjatuh ke dalam jurang yang terlihat curam. Dan berhasil. Mila berhenti berlari setelah mendengar teriakan dari Alfi. 

"Alfi" Panggil Mila ketakutan. "Alfi kamu dimana?" Terlihat ada kekawatiran dari suara Mila saat mengetahui Alfi tidak ada di depan matanya.

Mila berjalan melewati semak-semak pohon teh, berharap ia menemukan Alfi dibalik semak-semak tersebut. Satu bulir air mata berhasil lolos dari mata kecilnya. Makin lama ia makin terisak karena tak juga menemukan sosok Alfi. Ia terus berteriak menyebutkan nama Alfi sambil menangis. Dua tangan tiba-tiba seseorang  menutup matanya dan menyeret Mila menjauh dari tempat ia berdiri. Mila terus berteriak ketakutan, tangan itu membawa dirinya semakin jauh dari tempatnya tadi. 

"Alfi tolongin Mila." tangisan Mila semakin keras. Ia benar-benar takut. Mungkin saja yang tengah membekapnya adalah seorang penculik yang akan membawa dirinya ke Kota dan menjadikan dia sebagai seorang  pengamen jalan. Atau mungkin,  bisa saja orang itu seseorang penjahat anak-anak yang suka menculik lalu akan di ambil organ-organ dalamnya untuk dijual-belikan. Prasangka-prasangka itu membuat Mila semakin keras menangis.

"Alfi, kamu dimana? Mila takut Alfi." Mila kembali berteriak histeris saat tidak ada respon dari Alfi.

"Dasar cengeng." orang itu melepaskan tangannya dari mata Mila.

Mila membulatkan mata dengan sempurna mengetahui dalang dari penculikannya tak lain dan tak  bukan adalah sahabatnya sendiri. 

"Alfi Jahat!" Mila memukul kencang dada Alfi.

Alfi tertawa pelan, lantas memeluk sahabatnya itu. "makanya, jadi cewek itu gak boleh bandel princess Mila."

"Alfi yang bandel tau. Alfi jahat udah bikin Mila nangis dan takut". 

Alfi semakin mengeratkan pelukanya. Tangannya membelai-belai lembut rambut Mila yang panjangnya sebahu itu. Dia merasa bersalah telah melakukan hal yang membuat Mila ketakutan seperti ini.

"maafin Alfi ya princess Mila." bisik Alfi tepat di telinga Mila.

Dan setelah bisikan singkat itu, hati Mila menghangat. Tapi Mila tidak tahu,  ada apa sebenarnya dengan dirinya saat itu.

~~*~~

"satu kopi tanpa gula untuk nona yang sudah terhitung lima jam berada disini." Seorang barista datang dengan sebuah kopi. Dirinya berhasil membangunkan Mila dari kenangan masalalu itu.

Mila mengamati barista itu sebentar, lalu mencondongkan tubuhnya menghadap sang Barista. "kamu ngusir saya?" pertanyaan yang keluar dari suara Mila sangat terdengar datar.

Sang Barista tersenyum, sehingga matanya berubah menjadi garis tipis. 

"Bukan seperti itu maksut saya nona. Hanya saja kau sudah hampir lima jam berdiam disini. Lihatlah bukankah sekarang sudah pukul enam?" sang Barista menunjuk jam yang bertengger di dinding pojok kanan. 

"saya punya jam, dan saya nggak pernah tanya ini sudah jam berapa!" ketus Mila.

 Barista itu tertawa mendengar jawaban  ketus dari pelangganya itu. Ini bukan pertama kalinya dia menemukan pelanggan yang seperti ini. 

"Kalau boleh saya tebak, Nona pasti sedang patah hati."

Mila meneguk ludahnya. kenapa barista ini sok tau sekali

" Saya Joni,  Barista di caffe ini. Mungkin kita bisa saja  menjadi teman." kata Barista sambil menunjukan nametag yang terpasang di seragamnya.

"Kenapa saya harus temenan sama kamu?" Mila mengangkat kedua matanya untuk bisa melihat lebih jelas barista yang dia tahu bernama Joni.

"Karna saya pernah merasakan seperti yang anda rasakan. Lari dari kenyataaan menyakitkan, menghindar dari patah hati, dan berpura-pura baik  di depan semua manusia, padahal kenyataanya tidak." katanya dengan tatapan fokus kepada pintu masuk caffe.

Pernyataan itu berhasil menampar dirinya terlalu keras. Barista bernama Joni itu benar, dia hanya mencoba menghindar dari patah hati, lari dari kenyataan, dan berpura-pura dari rasa pedih. Dia memang pengecut.

Mila memperhatikan jam yang melingkar ditangan kirinya, pukul 18.07. Mila menegakan punggung, kemudian menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Setelah Pamit kepada Joni, Mila melangkahkan kaki menuju pintu keluar. 

.....

TBC

Ini cerita baru, dan masih hangat. Semoga suka ya. 

Jangan lupa tinggalkan VOTE DAN COMENT

love you (dari hatiku)

Tiada KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang