" Nak, tiketnya udah ada di dalam tas kamu kan? Jangan sampai pas kita udah sampai di Stasiun, tiket kamu malah ketinggalan di rumah." Suara itu berasal dari Tasmi, Ibu Mila yang sedang sibuk menata satu persatu barang bawaan putrinya itu. Wajah Ibu Mila terlihat sekali jika sedang menahan tangis, sesekali ia langsung mengusap air mata yang mengalir di pipinya yang sudah terdapat kerutan.
Saat ini Mila sedang memasuki jenjang sekolah menengah atas. Sudah setahun terakhir ketika ia duduk di bangku kelas sembilan , ia memutuskan untuk bersekolah saja di Jogja. Baginya, jika ia selalu menetap di Bandung, dia tidak akan pernah bisa hidup mandiri. Jadi hari ini ia akan berangkat ke Jogja karena lusa dia sudah harus sekolah sebagai siswa baru.
Mila memeluk Ibunya yang ia panggil dengan sebutan Bunda itu. Dia tahu jika bundanya memang tidak merelakan dirinya harus pergi dari Bandung, karena ia putri satu-satunya di keluarga Mila.
" Bunda" Mila memanggil tepat ditelinga bundanya. " Bunda sayang sama Mila kan Bun?"
Bundanya hanya membalas dengan sebuah anggukan. Satu tetes air mata berhasil jatuh tepat dihadapan putrinya. Tasmi hendak menghapusnya, namun tangannya lebih dulu dicegah oleh putrinya. Mila menggelengkan kepalanya, lantas menghapus air mata bundanya dengan kedua tangannya.
" Bunda belum bisa bayangin kalau kamu hidup sendirian disana nak."satu air mata kembali jatuh, diikuti tetesan selanjutnya. "kamu masih kecil sayang"
Mila tersenyum penuh arti. Dia menggenggam kedua tangan bundanya yang terasa lebih dingin dari biasanya. " Bunda enggak boleh khawatirin apapun tentang Mila . Mila udah besar Bun, udah SMA sekarang. Coba Bunda tatap lamat-lamat wajah Mila, udah cantik kaya Bunda kan?."
Tasmi menghela napas panjang lalu menatap sedih putri satu-satunya. Anak gadisnya memang sudah tumbuh menjadi gadis yang dewasa, hingga ia punya tekad untuk lari dari kota kelahirannya hanya untuk mendapatkan arti berpetualang. Tangan kanannya mengelus lembut rambut putrinya.
"janji sama bunda ya." Bundanya menjeda perkataannya sebentar, lalu melanjutkan lagi setelah melapangkan hati. "Mila janji sama Bunda, kalau Mila harus jadi petualang yang baik dan dapat bermanfaat untuk masyarakat. Mila harus selalu jadi sosok yang dewasa dan jangan sampai merepotkan orang-orang sana. Bunda izinin kamu ke Jogja sayang"
Mila langsung memeluk Bundanya sangking bahagianya. Dia tidak menyangka jika Bundanya akan merestui dirinya dengan hati yang lapang. Dia berjanji akan membuat petualangan yang menyenangkan disana.
Saat tengah berada dalam suasana keharuan, suara tepuk tangan berasal dari kakak laki-lakinya berhasil merusak suasana haru tersebut. Mila menghembuskan nafas dengan kasar. Kakaknya memang paling bisa menghancurkan mood dalam hitungan detik.
" Bang Dani resek. Enggak tahu apa kalo kita lagi sayang-sayangan." Mila mendecak pelan
Dani tidak menanggapi perkataan dari Mila. Dia malah menjatuhkan dirinya ke pelukan Mila dengan sangat erat, meluapkan semua kasih sayang yang mungkin tidak bisa ia lakukan di hari lusa dan seterusnya.
"jaga diri baik-baik ya dek. Pasti banyak itu anak kuliahan yang ganteng-ganteng dan mengalahkan si Alfi. Tapi tetep gak bisa mengalahkan kegantengan abangmu ini." Mila memutar bola mata jengah saat mendengarkan perkataan yang dilontarkan kakaknya.
"najis, jijik!" Mila melepas paksa pelukan dari kakaknya. Lama-lama ia bisa sesak nafas karena diampit dengan tanaga yang kuat. "kak Dani, Bunda, aku ke rumah Alfi bentar dulu ya. Mau pamitan sama Mamanya Alfi juga." Pamitnya lantas pergi setelah mendapat persetujuan dari sang Bunda.
"Pacaran deh tu!" Teriak Dani, namun tak di hiraukan oleh Mila.
Rumah Mila memang tidak jauh dari rumah Alfi. Dengan berjalan kaki selama lima menit, ia sudah bisa sampai di depan rumah sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiada Kita
Teen FictionAda hati yang sama-sama berdetak, namun bukan berati saling memberi cinta. Ada sebuah perlakuan spesial untukmu, belum tentu itu karena cinta. Dirimu saja, yang terlalu membawa hati hingga menciptakan harapan-harapan yang nantinya menyakitimu sen...