4

8 0 0
                                    

Lampu penerang sederhana telah dinyalakan. Jaring-jaring beragam bentuk dan ukuran telah diangkat dan siap bergerak mengikuti arah air laut yang tersapu ombak Pantai Seger, membawa cacing-cacing laut beragam warna. Ada merah, hijau, dan kuning. Seolah ingin bertemu dengan Putri Mandalika, ribuan orang yang telah berkumpul, menyebar. Ada yang memilih tepi bebatuan pantai, menunggu nyale mengeliat mendekati kaki mereka. Ada juga yang menerjang ombak dan meraup ribuan cacing jelmaan sang putri cantik.

Masyarakat yang berburu cacing laut datang dari berbagai usia. Mulai dari anak-anak hingga dewasa, laki-laki maupun perempuan, tak ada batasan. Kegiatan ini pun membuat orang larut dalam kesibukan dan kesenangan. Termasuk aku, Runa, Opi, Mama, Papa, dan Mama Runa. Kami dengan senangnya menggerakkan jaring kecil yang telah kami beli tadi sore untuk mendapatkan nyale sebanyak-banyaknya. Sangat susah ternyata, karena ukurannya begitu kecil. Namun tetap saja, tak satupun dari kami yang merasa kesal. Yang ada malah cengar-cengir gak jelas karena merasakan sensasi dalam menangkap nyale.

Entah mengapa, walau dari jam tiga dini hari kami sudah berada di pantai, tapi aku sama sekali tidak merasakan kantuk ataupun capek. Aku sangat menyukainya. Sangat-sangat menikmati keadaan ini. Angin laut yang tidak begitu kencang, ribuan kelap-kelip lampu pijar para pengejar nyale yang menghiasi seluruh pantai, dan tentu saja nyale warna-warni ini juga turut andil dalam kenikmatan ini.

"Eve, yuk ikut aku" Runa pun langsung menarik tanganku menuju pinggir pantai.

"Eh, mau kemana. Gak mau ah, orang aku lagi asik gini nangkepinnya. Lihat nih Ru, aku dapet lumayan banyak loh. Hohohoho!" Seruku

"Aih, udah deh ikut aku aja jangan bawel"

"Iiih, gak mau loh akunya"

"Apa harus aku gendong kamu biar kamu mau ikut aku?" Hm.... Ada apa sih, Runa kok jadi serius gini keliatannya.

"Iya deh, gak perlu pake gendong-gendong segala"

Akhirnya akupun mengikuti arah kaki Runa. Saat di pinggir pantai aku menemukan masih banyak orang yang bertahan di pantai, memilih memepes (membakar) nyale yang sudah dibungkus dengan daun pisang. Aroma nyale pun tersebar mengikuti arah angin, dan akupun mulai menikmatinya sambil tetap mengikuti Runa yang aku tidak ketahui arahnya akan kemana.

Sinar matahari nampaknya mulai tak sabaran menyeruak keluar. Kini aku dengan Runa mulai menaiki sebuah tangga yang nampaknya menuju ke puncak bukit. Aku sebenarnya bingung mau dibawa kemana tapi aku tidak begitu peduli karena mataku kini terlalu asyik melihat pemandangan indah pantai yang kini sedikit demi sedikit mulai disinari mentari pagi.

"Bruk.." Tak sengaja aku menabrak Runa yang ternyata berhenti berjalan.

"Sekarang kamu balik badan" Perintah Runa kepadaku.

"Buat apa sih?" Ujarku sambil menuruti perintah Runa.

Akupun mulai balik badan, dan ternyata Runa menutup mataku dengan sebuah kain hitam. Akupun mulai kebingungan, tapi tidak lama dari itu Runa menarik tanganku dan memandu setiap langkahku.

Aku rasa sudah berpuluh langkah aku lewati, tapi Runa tetap saja masih menarikku dan mengajakku tetap berjalan. Perbedaannya adalah kini bukan tangga lagi yang harus kulewati, melainkan sebuah tanah yang tidak begitu datar.

"Nah sudah sampai" Ujarnya kepadaku. Ia pun secara perlahan membuka petutup mataku dan aku mulai mengerjapkan mataku karena sinar yang begitu banyak telah masuk kedalam mataku. Setelah beberapa detik, akhirnya aku dapat melihat dengan jelas apa yang berada di depanku.

"Selamat Ulang Tahun Eve!" Ucap Mama, Papa, Opi, dan Mama Runa dengan serentak.

"Huaaaaa.... Makasi ya maaaaa, paaaa, opiiiii, tanteeee..." ujarku sambil berlari kearah mama, papa, opi, dan mama Runa sambil memeluk mereka satu persatu.

Runa pun Ikut mendekat. Ternyata ini yang mereka persiapkan dari kemarin. Sebuah kue berwarna merah yang cantik dan tidak pula lupa kayu-kayu yang telah disusun cantik dengan hiasan kain-kain putihnya. Aku tidak menyangka tempatnya akan ada di atas bukit dan bertepatan dengan sun rise yang luar biasa indah banget. Sumpah, aku sukaaaaaaa.... banget.

"1...2...3... Happy Birthday to You.....

Happy Birthday to You. Happy Birthday, Happy Birthday, Happy Birthday to You

Selamat Ulang Tahun Eve! " Semuanya pun mulai bernyanyi dan mengodeku untuk tiup lilin. Lalu akupun mengambil hpku untuk mengabadikan moment yang sangat berharga ini. Namun, ternyata Runa benar-benar telah menyiapkan semuanya dengan matang. Sebuah kamera SLR miliknya telah siap dipakai untuk foto bersama.

Sebenarnya, aku hampir saja melupakan hari ulang tahunku dan segala macam rencana mereka terhadapku karena event bau nyale tadi. Jadi jujur saja, aku benar-benar terharu dengan ulang tahunku kali ini.

***

Perjalan pulang ke bandung bisa dibilang cukup berat. Aku tetap saja tidak bisa move on dengan pulau Lombok dan segala cerita yang telah kuukir disana. Untungnya aku tidak pulang dengan tangan kosong. Banyak sekali oleh-oleh yang aku bawa pulang. Oleh-oleh yang tidak bisa dimakan maupun oleh-oleh yang bisa kumakan.

Kemarin aku sempat ke Desa Sukerara yang merupakan pusat pembuatan kain songket Lombok. Tentu saja bukan aku yang mempunyai ide ini, melainkan mamaku dan Mama Runa. Katanya disini kain songketnya bagus-bagus dan banyak digemari oleh banyak wisatawan. Selain songket ada juga kain Rangrang yang lagi hits-hitsnya dibuat menjadi dress modern. Harganya memang tidak bisa dibilang murah, hanya saja bentuk, warna, dan motifnya sangat banyak dan beragam.

Aku hanya membeli satu potong kain rangrang saja yang berwarna merah. Karena uang tabunganku sudah tidak cukup lagi bila membeli potongan lainnya. Selain kain rangrang, aku juga membawa oleh-oleh berupa gantungan kunci dan sambal cengeh yang katanya begitu pedas dan gurih.

Kini Runa sudah tidur di kursi sebelahku. Perjalanan udara ini memakan waktu dua jam lamanya. Namun aku belum bisa tidur, karena masih belum bisa mengikhlaskan perjalanan pulang ini.

Friend, Love and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang