"Hah.. Sial!"
Pedangnya tertanam cukup dalam di ujung sepatu kulitku. Melihat jarak yang cukup nyaris--hanya setebal ranting dengan ujung jariku--aku menjadi sangat merinding dibuatnya.
Lari? Tidak mungkin, hanya akan membuatku lelah nanti. Lagi pula tidak mungkin dia akan membiarkanku lolos. Orang itu masih kesulitan menarik pedangnya kembali, aku harus tanggap memanfaatkan kesempatan ini. Jika aku tidak bisa lari.. Maka lawan!
"Haa!"
Kekuatanku berkumpul pada satu titik, lengan yang berayun miring mencoba melukai bidang dadanya dari bahu. Faktanya, aku tidak sekuat dan secepat dia, tapi alasanku hidup bergantung pada tebasan ini.
*Tap!
Ia menangkap ayunan pedangku, terlihat mudah baginya seperti halnya menepok lalat yang mengganggu. Tidak, memang begitu kejadiannya. Seranganku ditahan oleh kedua tangannya, yang semula berusaha menarik keluar pedang raksaksanya itu.
Mencoba menarik bilah pedangku menjauhi tubuhku, aku hanya berpegangan erat pada gagang besinya. Tapi itu hanya siasatnya saja, pria misteriu itu mendekatkan tubuhku lalu menendang perutku sekuat tenaga. Alhasil, aku terpental jauh dan terseret kencang diatas rumput yang subur. Terima kasih atas bantuannya..
"Sebenarnya apa yang kau mau?!"
Aku tidak menyerah untuk mencoba berkomunikasi dengannya. Dia adalah musuh, tapi untuk apa aku dibunuh adalah hak ku untuk tahu.
"Kau tidak akan punya waktu untuk bernafas lagi anak kecil, tempatmu untuk lari sudah terkunci."Suaranya yang berat dan menakutkan, menambah kriteria ciri khas seorang pembunuh profesional. Setidaknya begitulah asumsi awalku.
"Kau adalah ancaman bagi yang mulia Lord Seadion. Ramalannya selalu berujung pada kehancuran, dan kalian lah pelakunya!"
Setelah selesai berucap, dia datang padaku sekali lompat. Hendak mendarat dan menancapkan pedang pada tuannya sendiri, dengan seluruh kekuatan tubuhnya. Rasa sakit dan nyeri pada tangan dan perutku membuatku sulit untuk mengelak, aku hanya merinding setengah mati oleh tatapannya yang haus akan kematianku.
Dan kejadian yang sama terulang kembali..
Waktu berputar begitu lambat, dia melayang diudara begitu lama saat aku mulau menyadarinya. Kesempatan kembali hadir di depanku.
Aku harus lari! Tidak mungkin akan menyerah semudah ini! Bergerak! Bergerak! Lebih cepat!! Aku mohon!!
"AHH! Sial! Kau bangsat!"
Dia kembali menyibukkan diri untuk melepaskan tusukan pedangnya dari permukaan tanah. Sedikit mundur dan menjauh, aku kembali memikirkan cara yang tepat untuk menyerangnya.
Pertama, tidak ada cara untuk lari. Walaupun kuda itu terlihat bagus dan kuat, tidak ada zirah sepotong pun pada bagian kakinya. Pintar atau bodohnya aku yang telah melukai kuda itu sebelumnya, aku tidak bisa menentukanya.
Lalu, senjata yang ada hanya dua, pedang miliknya dan milikku. Aku tidak mungkin untuk mengangkat pedang besar itu, apalagi mencabutnya dari tanah. Tapi orang ini, dia memiliki banyak keuntungan, dia pun bisa menggunakan pedangku seperti menggunakan tusuk gigi.
Keadaan yang cukup aneh saat kedua senjata ini tertancap cukup dalam sehingga dia pun kesulitan untuk menariknya. Wajar jika pedangnya yang berat sulit untuk lolos, tapi aku tidak habis pikir jika dia kesulitan saat menarik pedangku juga.
Dan yang terakhir, satu satunya cara untuk memberikan perlawanan yang berarti adalah dengan tangan kosong.
Berlari mendekat, aku menendang bagian kepala pria berzirah itu sekuat tenaga. Waktu kembali melambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost : Coming Home
AçãoAku kehilangan ingatanku, tapi apa dayaku? Apakah aku harus panik? Kurasa tidak... Seekor kupu kupu yang menemaniku, menuntun arah menuju sebuah apel manis yang matang pada pohon yang rindang. Dan seperti itu, hanya seperti itu.. Saat seseorang data...