Chapter 5

12 0 0
                                    

Gila ya orang itu.. Dia melupakan sesuatu yang penting disaat yang tidak tepat seperti itu. Entah apa hukuman yang harus aku beri. Sebeset luka hingga tubuhnya yang terbelah pun mungkin sudah tidak dipedulikannya lagi, tidak ada cara untuk menyakiti dirinya sekarang.

Aku lega karena saat Toru datang, mereka hanya menemui beberapa ekor serigala yang memburu. Tanpa Toru bantu pun, mereka bisa mengatasi penyerangan hewan ganas itu sendirian. Tapi jujur, aku sangat tidak enak hati karena sudah merepotkan penduduk desa.

Aku harus melakukan sesuatu dengan tindakan Toru kedepannya. Walaupun dia sudah mati, logikanya hanya sebatas sang Jendral Kerajaan. Dia tidak pernah tebiasa untuk melayani orang lain.

"Tadi malam aku mendengar lolongan High Wolf itu, tuan."

Saat aku sedang sarapan, lagi lagi dia terlambat untuk melaporkan sesuatu yang amat penting. Mungkin sekarang urat kepalaku sedang menjalar.

"Hey Toru, bagaimana caranya agar aku bisa menghukummu?"

"Aku tidak tahu, tuan bisa membunuhku berkali kali sekarang."

Mau gimana lagi..

"Toru, ini perintah. Segala hal yang kau lihat, yang kau dengar, yang kau cium, yang rasakan, harus segera kau laporkan. Se-ce-pat-nya. Bagaimanapun juga saat kau merasakan sesuatu dengan kelima indramu, dan juga dengan instingmu, kau harus memberitahuku segera. Ini seperti mantan prajuritmu yang melaporkan segala hal padamu."

"Baik tuan."

Dia tertunduk, tak mampu melihat langsung kearah mataku. Katanya dia tidak punya hati lagi, lalu apa dasar logikanya untuk memalingkan pandangan dariku?

Seusai sarapan, aku menyuruh Toru untuk membawakan piring bekasku kepada bu Weina. Aku harap Toru bisa bersimpati untuk membantu mencucikan piringnya. Tapi aku rasa tidak mungkin, sepertinya dia hanya memberikannya--tanpa sepatah katapun--lalu pergi dari sana.

Akibat malam itu, mata Toru sempat ketahuan dan para warga tampaknya cukup takut untuk memandanginya. Aku berbicara kepada kakek Prohu, yang secara mengejutkan merupakan kepala desa Alposis, untuk mengelabuinya sedikit.

Aku bilang padanya, mata Toru ini sedang terkena sesuatu seperti.. penyakit misterius. Aku masih belum lihai untuk bermuslihat, tapi kelihatannya kakek itu percaya padaku. Pada akhirnya, Ibu Weina menyebarkan pesan pada seluruh warga tentang kebohongan itu dari mulut ke mulut. Cukup efisien, sepertinya hari ini akan berjalan lancar walau dengan sedikit ketakutan di raut wajah mereka.

Keadaanku semakin baik, kakek Prohu sangat terkejut dengan kecepatan pemulihanku. Dia mengira akan membutuhkan waktu hingga seminggu bahkan sampai sebulan hanya hingga muncul kulit baru. Hanya semalam lenganku sudah memunculkan lapisan tipis kulit baru, kakek itu terlihat sangat senang dan bersyukur karena keadaanku yang kian membaik.

Sekarang, Greko sedang mencari tanaman obat yang bisa mempercepat penyembuhan di punggungku. Prohu bilang, punggungku ini sudah hampir remuk. Tapi dia sedikit pesimis dengan dugaannya, lalu berkata dengan ringannya kalau punggungku hanya retak retak saja.

Aku tidak tahu, dan aku tidak mau ambil pusing lagi. Saat aku melawan Toru, setelah ia membantingku dengan keras dan membuat aku tidak bisa bangkit berdiri lagi. Banyak sekali usahaku hingga bisa bangun kembali dan lanjut melawan Toru, sampai aku kehilangan kesadaranku karena telah melampaui batas kekuatanku.

Greko akhirnya tiba dengan tanaman obat di karung yang dia bawa. Kakek Prohu menyuruh Ibu Weina untuk menumbuknya, dan berakhir hanya semangkuk penuh bubur kehijauan.

"Itu.. apakah aku akan memakannya?"

"Ahah.. bukan Lost, aku hanya akan mengoleskan obat ini di punggungmu. Ini juga seharusnya membutuhkan waktu sekitar 3 bulan hingga pulih."

Lost : Coming HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang