Chapter 1 (6)

1 0 0
                                    

Aku mulai membaringkan tubuh di karpet di depan televisi untuk menghilangkan kecanggungan antara Ambang dan besanku. Layang duduk di sebelah Binta, bersandar pada dinding, anak-anak keponakan Layang bermain beradu saling menebak dengan Binta, sesaat mengalihkan pikiran Binta dari duka yang nampak pada matanya. Binta menikmati kegaduhan tawa anak-anak dengan rentang umur lima sampai enam tahun. Aku mengawali pembicaraan dengan Layang menanyakan hal yang telah ku ketahui.

"Lan, berapa sewa becak untuk mengangkut beras tadi?" tanyaku.

"Tidak bu, tadi saya panggul sendiri dari toko di dalam pasar sampai di sepeda," jawaban Layang.

"Aku mengira kamu menyewa becak untuk membawanya ke depan," tambahku.

"Tidak bu, saya sendiri, ini sampai punggung saya lelah." Layang menjawab sesuai dengan yang aku harapkan, ia terbawa dalam pembicaraan yang terarah.

"Sini aku pijit," Ambang mengajukan diri untuk memijit Layang.

"Iya ayoo boleh Yu," jawab Layang tanpa menolak tawaran Ambang.

Layang beranjak lalu berbaring dengan posisi tengkurap di sebelah Ambang. Aku diam tak berkomentar dan mengabaikan mereka, bersikap seolah segalanya tetap baik-baik saja dengan yang dilakukan oleh Layang dan Ambang, besanku pun tak berkomentar, perhatiannya sedang tertuju pada Binta. Ambang memijit pundak Layang dengan tangannya dan membicarakan hal-hal diiringi tawa bersamaan yang tak lagi aku pedulikan, rencanaku berjalan seperti yang aku inginkan.

Aku mengarahkan pandang pada Binta, memastikan ia tak menjadi pengganggu Layang dan Ambang yang mulai tak canggung. Sesaat Binta melihat heran pada Layang dan Ambang, namun ia tak menunjukkan penolakan pada yang dilakukan oleh ayahnya dan Ambang. Binta melanjutkan bermain dan kembali tertawa bersama sepupu-sepupunya.

Aku berbicara tanpa suara di pikiranku, Binta masih sebelas tahun, mungkin saja ia tak mengerti dengan yang dilihatnya dan telah aku rencanakan, namun ia benar-benar seperti Kunang, ia membawakan dirinya bagai Kunang, ia hanya tersenyum mengamati orang-orang yang sedang berebut memperoleh perhatian untuk didengarkan ketika bercerita, tertawa lepas saat bersama sepupu-sepupunya, menjawab dan menanggapi seperlunya setiap pertanyaan dari tamu-tamu yang ingin menyapa atau sekedar menyampaikan "sabar" untuknya. Beruntung tak seorang pun, baik Ulan maupun Alang memasuki ruangan dan melihat ayahnya dengan Ambang hingga Ambang telah selesai memijat Layang. Entah setan ataukah malaikat yang merasuki kepala dan batinku malam itu, melakukan rencanaku di dua hari setelah kepergian Kunang.

EpiphyllumWhere stories live. Discover now