Badai

19 5 2
                                    

Reina membuka bungkusan bubur ayam yang dibelinya sepulang sekolah tadi, ia mengambil sendok dan membawanya ke kamar Awan.

Saat ia ingin ke kamar Awan, ia sempat bertemu Dimas di ruang tamu. Mata mereka bertemu, Dimas menatapnya sinis kemudian beranjak pergi dari sofa tempatnya duduk.

Reina hanya menundukkan kepala lalu menggeleng, ia lantas kembali berjalan menuju kamar Awan.

Cewek itu duduk di atas tempat tidur kemudian meletakkan mangkok bubur ayam tadi di atas nakas, ia lalu membangungankan Awan yang sedang tertidur.

"Awan, bangun!" panggilnya pelan. "Gue bawain bubur ayam buat lo!"

Awan pun membuka mata lalu segera tersenyum saat menyadari kedatangan Reina, ia lalu mengubah posisinya untuk duduk dan bersandar di sandaran tempat tidur.

"Makan dulu ya! Gue suapin."

Reina mengambil mangkok dari nakas dan mulai menyuapi Awan, dengan sigap Awan membuka mulutnya dan menikmati bubur ayamnya.

"Siapa yang nganter lo, ke sini?" tanya Awan setelah berusaha menelan bubur di mulutnya.

Reina kembali menyuapka satu sendok lagi, "gue ikut sama Dimas, kebetulan Senja lagi sibuk ngerjain tugas kelompok sama kelompoknya."

"Lo, sakit apa Wan?" lanjut Reina.

Awan memijit jidatnya pelan, "Kata Dokter sih, gejalah tifus."

Reina mengangguk kemudian menyuapi Awan lagi. "Abis ini, istirahat aja! Biar besok bisa masuk sekolah, oh iya gak usah jemput gue lagi! Bokap gue yang bakal anterin gue nantinya."

"Lah, kenapa?" Sela Awan.

Reina tersenyum simpul, "kalau lo nganterin gue tiap hari, anak-anak yang lain bakal ngira kita berdua pacaran." Sahut Reina.

"Kenapa mesti dengerin pendapat mereka?" Awan menatapnya.

"Gue ngerasa gak nyaman aja kalau gue terus-terusan ada di samping lo! Yang suka sama lo itu banyak Wan!"

Awan menelan salivanya kemudian meraih gelas yang ada di atas nakas.

"Oke, kalau itu mau lo! Gue turutin," Sahut Awan setelah meneguk segelas air mineral.

"Gue balik!" Reina berdiri dan segera mungkin untuk berjalan keluar dari kamar Awan.

Reina menghela nafas berat saat menutup pintu kamar Awan, menatap lurus ke depan sambil menyunggingkan senyum.

"Kenapa lo senyam-senyum kek gitu! Jelek tau!" sahut Dimas saat melihat Reina baru saja keluar dari kamar Awan.

Reina memanyunkan bibirnya kemudian menatap Dimas dengan tatapannya yang tajam.

Melihat wajah Reina, Dimas lalu menarik tangan cewek itu untuk mengikutinya ke taman belakang rumah.

Reina hanya menurut dan mengikuti kemana cowok itu membawanya.
"Gue makin curiga, tau gak?"

Reina mengerutkan kening lalu duduk di pinggir kolam.

"Curiga apa?" tanya Reina kemudian menepuk tehel di sebelah, menyuruh Dimas untuk duduk.

Dimas pun ikut duduk sambil memasukkan kakinya ke dalam kolam.

"Curiga kalau lo pacaran sama bang Awan!"

Wajah Dimas tiba-tiba berubah datar saat menyebut nama Awan.

Reina tertawa kecil lalu ikut memasukkan kakinya ke dalam kolam.

"Mau gue pacaran sama abang lo atau siapa lah itu, gak ada urusannya sama lo, Dim!" ucap Reina sembari mencoba menghentikan tawanya.

Dimas terdiam saar cewek itu berucap. Apa yang dikatakan Reina benar, ia tidak berhak menghalangi gadis itu untuk memilih pasangan. Ia tidak berhak cemburu atas apa yang terjadi antara Awan dan Rein, sekalipun ia benar-benar mencintai gadis itu.

Dimas dan ReinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang