Gerimis

35 9 4
                                    

Reina berjalan pelan menuju gerbang sekolah sambil menutupi wajah dengan tasnya, ia berusaha menyembunyikan diri dari seseoramg yang sudah menunggunya di parkiran.

Ia melangkahkan kakinya perlahan sambil sesekali meringis karena Awan beberapa kali hampir melihatnya, dengan cepat ia berjalan dan berhasil melewati parkiran tanpa harus berurusan dengan Awan.

Awan memang selalu dekat dengannya, cowok itu selalu mengantar jemputnya ke sekolah walaupun ia sering menolaknya. Tapi tetap saja, Reina Anindita hanya menganggapnya seorang teman. Mendengar kenyataan pahit itu, Awan tidak pernah merasa jera untuk memperlakukan Reina seperti gadis yang special. Itulah alasan mengapa Reina sampai sekarang masih berada di dekatnya.

Sementara itu, Reina sendiri hanya bisa membiarkan Awan untuk tetap berlaku seperti itu terhadapnya. Siapa sangka ? Bagi Reina, Awan adalah sosok kakak laki-laki yang didambanya. Cowok itu selalu menjaganya, memperhatikannya, bahkan ia akan melakukan apapun yang Reina inginkan. Apapun. Termaksut menjauhi dirinya-

"Reina Anindita, pacar kakak lo nih Mas." Ucap seseorang saat Reina sedang berjalan menuju kelasnya.

Jelas saja Reina tahu betul siapa yang sedang berbicara saat itu, Leri. Salah satu anak murid yang sering membuat onar di sekolahnya.

Mendengar namanya disebut Reina menolehkan pandangannya pada sosok yang berbicara, namun beralih pada sosok yang sedang bersandar di tembok, cowok yang mengunyah permen karet dan menatapnya, sinis.

Reina menundukkan kepala lalu mempercepat jalannya. Namun, kejadian itu tidak berlangsung lama. Saat ia baru saja melangkah tangannya tiba-tiba ditarik oleh cowok yang tadi sedang sibuk mengunyah permen karetnya.

"Lo emang pacaran yah ? Sama bang Awan ?" tanya cowok itu datar.

Reina melirik tangannya yang masih dicekal kuat oleh cowok itu. "Eh- tangan gue bisa dilepas dulu, nggak ? Sakit..." Ringis Reina.

Alih-alih melepas tangan Reina, cowok itu malah terus memegang pergelangan tangannya, hanya saja saat ini sedikit ia longgarkan.

"Gue mau pergi, udah telat nih !"

"Jawab dulu !" bentak cowok itu.

Reina menghela nafas, kemudian memperhatikan mata cowok itu yang sudah menatapnya tajam.

"Nggak Dimas, gue sama abang lo ga ada apa-apa kok, tenang aja."

Dimas hanya mengangguk, kemudian melepaskan genggamannya.

Reina merasa lega akhirnya ia bisa lolos dari geng pembuat onar yang selalu mengusik hidupnya di pagi hari. Bagaimana tidak ? Hampir setiap hari ia harus menerima tatapan sinis dari Leri, cemohan halus namun menusuk dari Roy dan juga bentakan dari Dimas yang sudah biasa didengarnya setiap hari.

"Lo, kenapa sih Mas ? Gak pernah mau ngungkapin perasaan lo ke Reina ?" tanya Roy yang sudah berdiri di sampingnya sambil memegang pundak Dimas sebelah. "Kejujuran itu awal dari sebuah keberhasilan." Roy menegaskan dengan bijak dan mendapati jitakan kecil dari Leri.

Dimas menggeleng, "dia lebih pantas sama Abang dibanding gue yang berantakan kek gini."

"Yaelah Mas, gue sih yakin banget yah kalau Reina itu sukanya sama lo bukan sama Awan !" kali ini Leri ikut menambahkan.

"Tapi, menurut gue sih yah. Mending lo pacaran aja sama Senja, ceweknya juga cantik tuh." Roy menunjuk seorang gadis yang sedang berjalan ke arah ruang guru.

"Senja Maharani? Gila, itu sahabatnya Reina kali!" Leri ikut memperhatikan Senja yang kini sedang berbincang dengan salah satu guru yang baru masuk.

Dimas dan ReinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang