part 2

6.2K 299 1
                                    

"SAYANG!!"

"Tuh kan." Batinnya.

Ia sudah menduga bahwa ia lagi-lagi akan dijadikan alat oleh karan untuk mengusir para wanita yang mengejar-ngejar pria itu, hal seperti ini selalu saja terjadi dan terus terulang hingga membuat kiran benar-benar jengah.

"Sayang sini dong!"

Kiran berusaha untuk tetap tenang dan tidak meluapkan emosinya sekarang, ia pun berbalik menoleh kearah karan yang memanggilnya dan juga gadis yang mendekati karan itu kini menatapnya dengan sinis.
Kiran pun mengajak anaya untuk mendekat kearah karan. Karan menyambut kedatangan kiran dengan senyuman lalu bangkit dan menarik kursi disebelahnya agar kiran duduk.

"Bantu gue oke." Titah karan berbisik ditelinga kiran.

"Gue dapat apa kali ini?"

"Apapun yang lo mau!"

Karan pun kembali menoleh kearah gadis yang sejak tadi tidak beranjak dari tempatnya.

"Cewek gue ada disini, lo gak mau terus melihat keromantisan kita kan?" Tanya karan.

Dan benar saja, gadis itu pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun dengan wajah kesal menahan amarahnya.
Dan begitu gadis itu menjauh kiran pun menoleh kearah karan dengan tatapan tajamnya.

"Selalu gue yang dijadiin tumbalnya!" Kesalnya.

Karan hanya terkekeh dengan wajah tidak berdosanya, "Siapa suruh lo ngeselin." Ucapnya.

Kiran berusaha untuk meredakan emosinya.

"Sebagai imbalannya, mulai besok lo harus traktir gue sama anaya makan dikantin selama satu minggu." Titah kiran.

"Eh, kok aku juga kiran?" Tanya anaya tak mengerti.

"Gakpapa nay, karan kaya kok tenang aja"

Meski tak enak hati anaya pun tak mengatakan apapun karna ia tak mau ikut berdebat dengan karan dan juga kiran.

"Oke. Gak masalah, cuma seminggu sih gampang buat gue." Ucap karan.

"Deal ya?"

Karan menatap tangan kiran yang kini terulur kearahnya, dan karan pun menjabat tangan kiran.

"Deal. Karan gak pernah mengingkari janjinya." Ucap pria itu dengan yakin.

Kiran mengangguk.

"Kalo lo berubah pikiran gue tinggal sebut lo si kadal lupa janji kan?"

"Jangan mulai deh ran!"

Kiran terkekeh, "iya-iya!"

Hingga perdebatan mereka usai dan mereka pun makan dengan tenang.

*****

Sepulang sekolah kiran mampir terlebih dulu ke minimarket karna ibunya meminta ia membeli beberapa bahan untuk memasak.
Kiran sangat senang dengan sesuatu hal tentang memasak, sejak kecil kiran selalu menemani ibunya memasak hingga diumurnya saat ini bisa dikatakan kiran cukup handal dalam hal memasak.

Setelah membeli semua yang diperlukan kiran pun hendak menuju pulang namun, baru saja ia keluar dari pintu minimarket ia melihat karan tengah duduk dimotornya tepat didepan minimarket, kiran mengernyitkan dahinya lalu ia pun menghampiri karan.

"Lo ngapain?" Tanya kiran.

Karan sedikit terkejut lantas menoleh, "ngagetin gue aja lo!" Kesalnya.

"Sorry. Lo ngapain disini?"

"Nungguin lo."

Kiran terdiam beberapa saat.

"Kenapa nunggu gue?"

"Pulang bareng lah!"

"Hah?"

Kiran semakin bingung, biasanya jika kiran tak meminta karan jarang sekali menawarinya tumpangan, tapi kali ini karan justru menunggu dirinya dan mengajak pulang bersama, cukup aneh menurut kiran.

"Lo yakin lo baik-baik aja?" Tanya kiran.

Mendengar itu sontak karan pun menjadi kesal dan menatap kiran dengan tatapan tajamnya, namun sayang jika itu orang lain mungkin akan takut, tapi tidak dengan kiran yang justru membalas tatapan karan.

"Kalo lo gak mau yaudah gue balik sendiri!" Cetus karan.

Baru saja karan hendak menghidupkan mesin motornya kiran lebih dulu mencegah pria itu.

"Tunggu. Gue mau ikut lah. Ya kali gue nolak tumpangan gratis!"

Kiran pun langsung naik kemotor karan dan memakai helm yang disodorkan oleh karan, tanpa tahu bahwa didepannya karan tengah tersenyum, entah senyum apa. Hanya senyum tipis yang sulit diartikan.

Tak butuh waktu lama mereka tiba didepan rumah kiran yang hanya bersebrangan dengan rumah karan. Kiran langsung turun dari motor karan begitu sampai didepan rumahnya lalu melepas helm dikepalanya dan memberikannya kepada karan.

"Makasih ya" ucap kiran.

"Hem."

Karan hanya berdehem saja kemudian kembali melajukan motornya memasuki pekarangan rumahnya.
Kiran menatap karan dengan tatapan bingung, tak biasanya cowok itu cuek dan juga jika semakin dipikirkan tidak biasanya karan begitu baik padanya.

"Tuh anak agak mencurigakan, tapi kata ayah kalo ada yang berbuat baik sama kita, kita gak boleh berprasangka buruk dulu kan?" Gumam kiran.

Tak mau terus memikirkannya kiran pun memutuskan untuk masuk kedalam rumahnya.

"Ibu.. kiran pulang." Ucapnya ketika memasuki rumah.

Ulfah, ibu kiran yang mendengar suara putri bungsunya pun langsung menghampiri putrinya.

"Ibu baru masak?" Tanya kiran.

"Udah selesai kok." Sahut ulfah.

"Loh terus ini yang kiran beli buat apa?"

"Itu untuk besok nak."

Kiran menganggukkan kepalanya mengerti. Mereka kini duduk diruang tengah.

"Gimana sekolah baru nya?" Tanya ulfah.

"Lumayan kok bu, kiran juga udah dapat teman."

Ulfah yang mendengar itu pun turut bahagia. Awalnya ulfah cemas, karna keluarga mereka hanya dari kalangan menengah  dirinya takut bahwa kiran akan diejek disekolahnya karna ia murid beasiswa.
Ya, kiran memang meraih beasiswa disekolahnya saat ini dengan nilai yang tertinggi, sekolah kiran saat ini adalah sekolah elit yang kebanyakan siswanya adalah anak pejabat, pengusaha dan juga orang sukses lainnya. Awalnya ulfah dan suaminya tidak setuju karna takut kiran dikucilkan disekolahnya tapi untunglah ternyata kiran bisa berbaur dengan teman sekolahnya yang lain.

"Kalo begitu sekarang kamu istirahat dulu sana, nanti kita makan sama-sama setelah ayah pulang." Titah ulfah.

Kiran hanya mengangguk patuh dan beranjak menuju kamarnya, namun baru saja ia hendak menaiki tangga menuju kamarnya ia melihat kakaknya hendak turun kelantai bawah.

"Kak." Sapa kiran, namun risa. Kakaknya kiran yang usianya terpaut 3 tahun dari kiran itu hanya acuh dan terus melangkah menuju ibu mereka.

"Bu, aku minta uang!" Ucap risa dengan ketus.

Risa memang berbeda dari kiran, entah kenapa sejak memasuki sekolah dasar sikap risa menjadi kasar dan sangat nakal, bahkan risa selalu memakai uang kuliah yang diberikan orang tuanya padanya hingga akhirnya orang tuanya pun harus membayar 2 kali uang semester risa.

Kiran juga tidak mengerti kenapa kakaknya berubah seperti itu, risa selalu pulang malam dan selalu tidak ada kabar jika tidak pulang kerumah membuat keluarganya selalu cemas.

"Ibu gak pegang uang ris." Ucap ulfah.

"Ibu tuh bohong. Kalo untuk anak kesayangan ibu, uang ibu selalu ada!" Cetus risa.

Kiran yang mendengar itu lantas mendekat, ia membuka tasnya lalu mengambil uang miliknya.

"Ini uangnya kak, tolong jangan bicara kasar gitu sama ibu." Titah kiran.

Risa mengambil uangnya lalu menatap kiran dengan sinis,

"gue gak perduli!"

Risa berbalik dan pergi.

Karan & Kiran √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang