Part 03. Satu-satunya

70 1 0
                                    

Matahari siang seolah membakar kulit insan yang berada di muka bumi ini. Namun tidak bagi segerombolan siswa yang sedang mengoper bola orange ditengah lapangan itu. Rian salah satunya, meski berkeringat dan terlihat acak-acakan ia tetap terlihat tampan, apalagi kala dengan sengaja ia mengguyur rambutnya dengan air mineral yang tergeletak disamping lapangan.

Omg Rian ganteng banget

Gue mau kali jadi pacarnya

"Dasar cabe-cabean kurang belaian." Hani mengumpat kesal kepada sebagian siswa yang terang-terangan memuji kekasih sahabatnya itu.

"Sha lo liat tuh cabe-cabean alay, kurang kerjaan banget teriak-teriak kayak orang utan."

"Biarin aja kali, toh mereka juga yang capek."

"Lo gak cemburu gitu."

"Gak, ngapain juga cemburu sama orang gituan"

Sha memandangan lapangan dengan raut wajah sendu, jujur ia cemburu. Namun ia tidak mau menampakkannya kepada orang lain, termasuk kepada Hani.

"Kita udah berteman dari lama Sha, mata lo gak pernah bisa bohong dari gue"

Namun, Hani, seolah bisa tau apa yang sedang dirasakannya. Sahabatnya itu tau jika Sha sedang bersedih dan bahagia.

"Gue gak tau kenapa gue bisa sesayang ini sama Rian." Ucap Sha tiba-tiba

"Ya jelas lah, Rian kan pacar lo, udah seharusnya lo sayang sama dia, lo tuh ngawur tau gak." Hani menjawab dengan suara yang sedikit tinggi.

"Tapi gue gaktau apa Rian benar-benar sayang sama gue seperti gue sayang sama dia?"

Hani menoleh

"Maksud lo?"

Sha menggeleng

"Gak apa-apa."

Sha berlalu, meninggalkan Hani yang terdiam di tempat duduknya. Hani melihat punggung Sha yang semakin mengecil, Sha menghampiri Rian dan menyerahkan sebotol air mineral kepada Rian.

Hani terus menatap interaksi dua sejoli itu.
Senyum bahagia tercetak jelas diwajah keduanya, ditambah Rian yang tersenyum seraya mengacak-acak puncak kepala Sha. Namun Hani merasa ada yang tidak beres dengan hubungan keduanya.

***

Salah satu perpustakaan di pusat kota terlihat ramai hari ini, bau buku tercium dari berbagai sudut yang ada di dalamnya, yang menjadi candu bagi seseorang yang amat sangat mencintai buku, namun itu tidak berlaku pada sosok lelaki yang susah payah menahan ngantuknya sedari tadi, Rian. Jika bukan karena Sha pacarnya, ia tidak akan mau untuk duduk menetap ditempat yang menurutnya membosankan ini.

"Udah selesai bacanya?"

Sha menoleh, ia melihat laki laki didepannya sudah kusut dengan mata yang sedikit memerah, Sha terkekeh kecil. Pacarnya ini sangat menggemaskan.

"Kamu ngantuk ya, yaudah kamu pulang aja, nanti aku biar minta tolong kak Sandi aja buat jemput." Sha berucap, agak tidak tega melihat mata Rian yang memerah menahan kantuk.

"Enggak kok, aku bakal tetap temani kamu disini, kan aku pacar yang baik." Rian tertawa menampilkan gigi ginsulnya sehingga terlihat manis sekali.

"Emang kamu gak malu temenin cewek baca buku di perpus gini?"

"Ya enggak lah, asal pacar aku yang minta pasti aku mau." Rian mengedipkan sebelah matanya ke arah Sha.

"Ya kali aja gitu, cowok kan mudah bosan sama yang disukai cewek." Sha tersenyum. "Kadang aku mikir, kenapa sih cewek itu selalu kalah dengan perasaan? Cewek selalu aja baper tanpa sebab, selalu lemah dan ujung-ujungnya buang-buang air mata. Padahal kan kodrat cowok sama cewek itu sama, sama-sama manusia. Bedanya itu kalo cowok bersikap biasa aja dan berlagak gak tau apa-apa, kalo cewek ya gitu pendem sendiri, sakit hati sendiri, ujung-ujungnya nangis sendiri."

"Kamu kenapa?" Rian bertanya penasaran.

Sha terlihat aneh hari ini, dan Rian merasakan itu. Sha tidak seceria biasanya, walaupun tersenyum matanya tidak bisa berbohong, ia menyimpan luka.

"Kamu gak akan biarin aku sedih dan sakit hati sendiri kan?" Sha menatap bola mata Rian.

"Maksud kamu?"

"Kamu gak akan ninggalin aku kan?"

Rian tersenyum, mengacak puncak kepala gadisnya.

"Enggak, aku sayang kamu dan selalu akan sayang kamu." Rian meyakinkan Sha.

"Kamu akan jadiin aku satu-satunya kan?"

Rian terdiam cukup lama, ia menatap wajah gadis yang sekarang menatap matanya dengan wajah sendu. Rian tersenyum.

"Kamu satu-satunya."

***

Rian menghirup aroma kopi yang sekarang sedang menemaninya, setelah mengantar pacarnya pulang ia memilih untuk duduk di salah satu kafe yang ada dipusat kota.

Cukup lama ia termenung, sampai tiba-tiba getaran ponsel menyadarkannya.

"Halo"

Setelah mendengar apa yang diucapkan orang disebrang telepon Rian meraih kunci motornya dan meletakkan beberapa lembar uang berwarna biru diatas meja.

"Tolong Jaga Dia baik-baik, dan beri Dia obat penenang, saya akan kesana sekarang."

****
TBC

Halooooo

Maafkan aku yang terlalu lama hilang ditelan bumi. Akhir-akhir ini aku sibut banget ngurusin kuliah, Ospek, matrikulasi, awal mula ngampus, jadi maba dan banyak hal-hal lain yang buat aku gak sempat update cerita ini. Maafinn yaa heheh.

Mohon maaf jika cerita ini tidak sesuai dengan yang kalian bayangkan, mohon maaf sekali, ini cerita pertama aku dan ini pengalaman pertama aku buat cerita. Jadi maaf yaa kalo rada-rada ngawur sama gak jelas heheh.

Tetap setia tungguin updetan yang enggak tau kapan haha. Jangan lupa vote dan comment jugaa. Terimakasihh banyak.

Salam Rindu ditemani hujan rintik-rintik malam ini.
Nadyaftmwt

ShafiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang