O.4

814 114 20
                                    

"Renjun, makan" aku sudah mengatakannya beratus-ratus kali.

Kami semua sarapan pagi, tapi mereka sudah meninggalkan meja, menyisakan aku dan Renjun. Aku sudah putus asa menyuapinya makanan karena sedari tadi dia hanya duduk, air mata kering membekas dipipinya.

Aku menghela nafas, memalingkan wajah untuk menyeka air mataku ketika aku merasa hangat dan lembut menyentuh tanganku, menariknya ke bibir Renjun. Aku menatapnya. Tanganku ingin memeriksa lengannya yg dibalut kain kasa, tapi dia menggenggam tanganku dengan erat. Hanya dengan dirinya ketika dia menggenggam tanganku, aku merasa tanganku gemetar.

Dia menghela nafasnya, ia mengambil sumpit dan menyodorkannya didepan bibirku.

"Kau juga belum makan. Aku akan makan sebanyak yang kau makan" dia mengatakannya dg lembut. Aku membuka bibirku membiarkan ia memasukan makanan kedalam mulutku sebelum ia makan utk dirinya sendiri. Aku ingin mengatakan untuk mengurangi jumlahnya, tapi ia tetap makan. Aku tersenyum. Ibu jarinya menyentuh kulit dibawah mataku, tangannya hangat.

Aku mengusap wajahku dengan telapak tangannya, dan ia menarikku untuk bersandar ke dadanya. Tanganku terangkat untuk melihat balutan baru ditangannya.

"Kapan kau mengganti perbannya?" Aku bertanya, mencoba untuk melihat wajahnya tapi ia tidak mengizinkan.

"Pagi ini. Aku tidak ingin membangunkanmu. Kau cukup stress melihat aku yang terus menyakiti diriku sendiri dan mencoba menolongku..." Suaranya pecah, bergetar sedikit. "Seharusnya kau tidak perlu berurusan denganku 24/7"

Aku semakin menenggelamkan kepalaku didadanya. Aku menutup mataku. Membayangkan bahwa skenario ini berbeda dengan keadaan.

Tangannya tidak ada luka, bekas luka, tidak ada perban yang melilitnya, dan kita berada di mobil yang sedang menuju ke fanmeet, show, atau terserahlah. Aku duduk diatas pahanya, tidur didadanya yang aku jadikan sebagai bantal, dan ia memainkan rambutku, dan satu tangannya berada dipahaku dan tetap membiarkan aku disitu.

Itu adalah skenario yang indah, setidaknya.

Ia menepuk-nepuk punggungku. Akupun terasadar lagi dan menatapnya lekat.

"Aku harus pergi Chenle, aku akan bersama dengan Mark dan Jeno diruang latihan. Ini waktu yang tepat untuk menghilangkan gangguan dari... Semuanya... Dan memberikanmu istirahat sebentar"

Aku mengangguk dengan sedih, karena aku ingin bersama dengan Renjun lebih lama lagi. Ia meninggalkanku. Aku pun pergi ke ruang TV.

~•~

Aku terbangun satu jam setelahnya saat seseorang mengguncang tubuhku.

"Ugh.." Aku mengerang, mengusap mataku, dan terduduk ketika aku merasa tubuh sampingku sakit.

Aku tidak sadar bahwa aku tertidur di sofa.

Aku melihat Renjun yang membangunkanku. Aku tersenyum lebar dan lompat untuk memeluk tubuhnya erat. Aku menenggelamkan wajahku di dadanya (999) aku memberi jarak dan menaikkan kaosnya lalu aku masuk kedalam kaos Renjun.

"Chenle, aku berkeringat" Bisiknya tapi tidak berniat untuk mendorongku jauh.

"Aku membuatmu lebih hangat lagi"

"Astaga- berapa banyak yang kau lakukan sampai aku jatuh cinta-" dia memotong ucapannya dan aku mengabaikannya bukan mengintai. Itu akan membuatnya sedih jika aku mengintainya. "Aku akan mandi, lalu kita tidur bersama ya?"

Aku mengangguk dan pergi ke kamar kami. Aku merebahkan diriku selagi menunggunya mandi. Aku memejamkan mataku.

Dia kembali, dan aku mengintip sedikit melihatnya sudah berganti. Badannya begitu bagus tapi juga terlihat imut dalam waktu yang sama. Ia menaruh kaos pendek dan kemeja dan berbaring disampingku, ia menarikku mendekat lalu jatuh tertidur.

Aku tersenyum, mencium kening dan pipinya, tapi untuk mencium bibirnya, aku mengurungkannya. Aku menarik kepalanya agar menempel didadaku lalu aku jatuh tertidur.

~•~•~•~•~

Sepi. pada sekolah ya?😌

[√] [TRANS]┏  溺死 : Drowning : RenLe ┛Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang