Seongwoo udah gatau kemana lagi dia harus nyari Minhyun. Semua temen kantor Minhyun udah ditanyain dan mereka semua ga tau. Ga semua sih, karena pemindahan Minhyun itu sebenernya cuma diketahui beberapa orang atasannya dan dirahasiain berdasarkan permintaan Minhyun, nah sisanya cuma tau Minhyun pindah tugas. Gatau kemananya.
Dongho sama Aron pun gatau Minhyun kemana. Belakangan mereka bahkan ga bisa hubungin Minhyun. Entah nomor mereka diblock atau Minhyun yang ganti nomer.
Semua nyalahin Seongwoo, tentunya. Semua bilang Seongwoo egois. Batalin pernikahan cuma sebulan sebelum acara. Satu hari sebelum undangan disebar cuma karena alasan bosen. Siapa yang ga bakalan ngamuk?
Keluarga Minhyun pasti udah kabarin seluruh keluarga besarnya. Seongwoo cuma pernah ketemu keluarga Minhyun sekali, pas keluarga mereka ketemu buat rencanain pernikahan. Seinget Seongwoo, ayah Minhyun petinggi di angkatan udara. Sementara bundanya buka usaha butik. Cuma itu yang Seongwoo tau. Sisanya Seongwoo gatau apa-apa soal Minhyun.
Seongwoo ga pernah tertarik sama seluruh urusan Minhyun. Bahkan juga ga tertarik sama keluarganya. Seongwoo cuma mau Minhyun-nya aja. Dia selalu berpikir kalo dia ga butuh yang lain.
Sekarang Seongwoo dapet karmanya. Dia mau ngehubungin Minhyun tapi gatau harus minta akses ke siapa. Woojin udah ngeblock dia. Cuma satu orang yang masih bisa dia hubungin. Jihoon. Tapi sayangnya, Jihoon benci dia.
Bahkan sebelum Seongwoo nyakitin kakaknya, Jihoon udah benci dia. Seongwoo yakin Jihoon ga akan segan dorong Seongwoo dari atas gedung tinggi kalo Seongwoo muncul di hadapan Jihoon sekarang.
Seongwoo menghela nafas. Mau ga mau dia harus hadapin Jihoon. Cuma itu cara satu-satunya supaya dia tau Minhyun ada dimana. Paling ga, Seongwoo cuma mau tau nomer Minhyun yang aktif atau minimal email.
Seongwoo cuma mau Minhyun tau kalo di dunia ini ada anaknya. Seongwoo ga akan minta lebih. Seongwoo menganggap semua yang terjadi kepadanya adalah suatu pelajaran supaya Seongwoo ga menganggap enteng orang lain. Anaknya akan jadi cara terbaik bagi Seongwoo untuk belajar berubah.
Anaknya bukan hukuman, anaknya adalah pelajaran terbaik yang diberikan oleh Tuhan. Dan Seongwoo akan menerimanya dengan lapang dada. Anaknya ga bersalah. Kalo ada yang bisa disalahin, itu adalah dirinya. Cuma dirinya.
Butuh beberapa hari makian sebelum Jihoon setuju menemui Seongwoo hari ini, di sebuah restoran di daerah Senayan. Jihoon sengaja nyari tempat rame, dengan alasan dia takut khilaf dan bunuh Seongwoo kalo tempatnya sepi.
Jadilah sekarang Seongwoo udah duduk di sudut ruangan. Menunggu Jihoon yang bakalan dateng barengan sama Woojin.
"Udah lama kak?"
Seongwoo mengangkat wajahnya yang sebelumnya menatap perutnya yang mulai membesar, Seongwoo sudah hampir masuk ke bulan keempat kehamilan, katanya. Di hadapannya sekarang sudah ada Woojin yang memasang wajah datar dan Jihoon yang menunjukkan kebenciannya secara terang-terangan.
"Ngapain lu ngajak ketemuan disini?" Tanya Jihoon.
"Itu.. Minhyun. Boleh minta kontaknya Minhyun? Apapun boleh. Email, nomer telpon, media sosial atau apapun. Aku harus hubungin Minhyun secepatnya." Ucap Seongwoo.
"Buat apa? Mau nyakitin kakak lagi? Lu brengsek ya bener-bener. Kakak kurang apa sih? Kakak kelewat baik emang sampe masih aja percaya sama iblis kaya lu." Jihoon mengeluarkan kata tajamnya.
Jujur, Seongwoo sakit hati. Setiap ucapan Jihoon ditujukan buat nyerang dia. Membuat dia sakit hati.
"Iya, gue emang buruk. Gue iblis. Tapi janin di perut gue ga buruk. Dia bukan iblis."
KAMU SEDANG MEMBACA
At The Crossroad [OngHwang]
FanficHari biasa bagi pegawai kantoran biasa di daerah Senayan, Jakarta Selatan. Tapi semua jadi ga biasa begitu Seongwoo berjalan di zebra cross. Seongwoo ketemu orang yang menarik perhatiannya, orang yang visualnya bener-bener selera Seongwoo. Seongwoo...