"Selamat pagi,"
Taehyung menoleh dan pasang raut masam. Seluruh isi kepalanya panas nyaris mendidih melihat Jimin berjalan mendekatinya dengan senyuman. Itu terlihat bagus di mata para perempuan tetapi baginya, itu tak lebih dari sinyal bahaya. Taehyung berusaha tak peduli dan tetap membahas tugasnya dengan Yook Sungjae.
Namun, baru kembali bicara, pipinya terasa panas. Taehyung berjengit kaget sementara Jimin terkekeh ringan dan menyodorkan segelas kopi. Dahinya mengerut dan berpikir kalau mungkin lelaki ini sudah tak waras.
Apa itu yang dilakukannya setelah puas permainkan dia?
Taehyung tak habis pikir kenapa Jimin bisa tega untuk tersenyum seolah tak ada yang terjadi diantara mereka. Hal yang tak pernah bisa Taehyung pahami adalah tentang Jimin yang tak pernah mau untuk belajar atau sekadar berkaca dari pengalaman.
Lelaki itu menggoyangkan gelas kertasnya, "Ada susunya, kok."
"Tidak butuh." Ia mendengus, "Aku tak suka kopi."
"Sudah kubilang ini ada susunya."
Jimin tersenyum lembut dan menarik jemari Taehyung untuk menerima kopi hangat di pagi hari. Ia merasa lega karena meski Taehyung menggerutu, lelaki itu tetap memegang gelas kopinya. Tidak membuang ke mukanya atau meludahinya. Jimin merasa paginya sedikit lebih baik.
"Have a nice day."
Taehyung melongo.
Dia pikir akan menjalani perdebatan panjang seperti biasa. Nyatanya, Jimin hanya datang memberikannya kopi susu hangat dan berbalik pergi dengan senyuman. Taehyung bergeming di tempatnya.
Isi kepalanya kembali semrawut dengan menerka-nerka, kenapa Jimin bersikap tenang dan tak memancing keributan lagi.
Bukan artinya Taehyung ingin lebih lama bersama dia.
Tetapi ia merasa sedikit kurang. "Itu saja?"
"Ya. Itu saja."
-
"Astaga, Jeon Jungkook!"
Lelaki itu menepis tangan Taehyung. Raut wajahnya kecut dan rambutnya amburadul. Matanya menatap tajam kawan manisnya dan mendesis sebal.
"Kau! Tidak tahu kalau aku bingung dan takut kau hilang? Kemana kau pergi semalam, astaga, tahu kah aku ingin menyimpanmu di rak kaca ketimbang takut kau lenyap?"
"Oh, Kookie... maafkan aku,"
"Untung aku bisa menikmati IU." Jungkook menguap lebar. "Maaf saja tapi IU jauuh lebih penting ketimbang mencari serangga sepertimu. Huuh, kau pasti menyesal tidak bisa melihat Kang Daniel dan segala pesona brengseknya yang seksi."
Benar saja, Taehyung langsung merengut sedih dan merengek. Tahu kalau sahabatnya ini kesal dan merasa bodoh. Awal Jungkook kenalkan Produce 101, Taehyung sudah jatuh hati pada lelaki polos seperti anak anjing itu. Kesempatan jarang itu, pasti akan disesali selamanya. Jungkook tertawa senang, siapa suruh pergi tak bilang-bilang.
Tapi ia jadi penasaran, "Memangnya kau pergi kemana?"
Taehyung mengatupkan bibir.
Mau bilang jujur, Jungkook mungkin akan mengurungnya betulan. Lelaki ini sangat protektif padanya, apalagi kalau berkaitan dengan Jimin. Tetapi ia tahu betul Jungkook sulit dibohongi, lebih tepatnya ia yang tak mahir berbohong.
Akan sangat jelas ketika ia berbohong. Makanya sekarang Taehyung masih diam saja. Ragu dan takut pada reaksi Jungkook.
Jungkook menunduk, tatap mata Taehyung. "Jimin apakan kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Epiphany [MinV]
FanfictionJimin baru sadar, kalau dia pernah menyakiti Taehyung. Dan ia terlalu sadar kalau ia hanya bisa semakin menyakitinya saja. Dalam sebuah harapan diantara kemustahilan, ia ingin memperbaiki segalanya yang pernah ia rusak.