9

2.3K 328 56
                                    

Katakan saja Taehyung bodoh. Naif dan idiot.

Mulutnya mungkin berkata dia benci Park Jimin. Berharap dia mati dan pergi dari kehidupannya. Nyatanya, tak semudah itu mengenyahkan pemuda yang pernah mengisi hatinya ini. Sekuat apa pun ia mencoba, Taehyung tak sanggup menghempasnya. Entah karena ia yang terlalu lemah atau Jimin memang terlampau kuat untuk diterpa.

Bahkan ketika Jimin mempermainkannya, Taehyung hanya mampu diam.

Terpaku seperti anjing pesuruh yang taat. Menatapnya seolah Jimin adalah pusat dunianya. Yang bisa memutarbalikkan segalanya, termasuk hati dan pikirannya. Seperti dia hanya sebutir debu yang menunggu angin meniupnya supaya terbang. Taehyung terlalu pasrah dan tidak bisa melawan.

Apabila Jimin berhasil menyentuhnya, Taehyung akan spontan terdiam. Sekujur tubuhnya refleks menegang dan tak dapat ia kendalikan lagi. Berontak pun tak mampu, seperti dia adalah boneka yang digerakkan. Bagai pinokio tanpa nyawa.

"Buka matamu,"

Mendengar suara rendahnya, Taehyung hanya bisa menurut. Ia menatap wajah Jimin yang memerah dan tegas di hadapannya. Terlihat begitu tampan dan manis. Jantungnya berdegup sangat kencang hingga rasanya dia ingin menangis. Ketika pipinya diusap, barulah ia berkedip dan sadar kalau ia tidak boleh merasakan itu.

"S-Sudah selesai?"

"Ya." Jimin membasuh tangannya, "Bagian itu, perlu kubantu juga?"

"Tidak," wajah Taehyung semakin merah. Mungkin mencapai puncaknya. Kedua tangan melindungi asetnya, meski sebenarnya dia masih tutupi dengan celana bokser. Hanya tak mengenakan baju. Tubuhnya basah dari ujung kepala hingga jari kaki. "K-Kau bisa keluar sekarang. A-Aku akan selesaikan mandi,"

Jimin diam sebentar, menelan ludahnya. "Baiklah."

Bahu Taehyung merosot lega ketika Jimin keluar dari kamar mandinya. Jantungnya semakin berisik meski akhirnya bisa bernapas normal. Matanya begitu panas dan berair. Ia memegang dadanya yang terasa begitu sesak. Pikirannya melayang-layang soal kejadian tadi.

Bagaimana tangan Jimin terasa begitu lembut menyentuh tubuhnya dengan air dan sabun. Menggosoknya ringan hingga berbusa dan bersih. Rambutnya sudah dikeramas, wangi dan basah. Ada kontribusi tangan Jimin di setiap helainya.

"Rambutmu tebal dan bagus,"

Suara dan tawa manisnya masih memantul-mantul dalam sudut pikirannya. Terdengar begitu lembut dan memabukkan. Taehyung sangat gila untuk merasa senang mendengarnya. Katakan saja dia idiot tapi, jujur saja, dia merindukan suara itu. Padahal sebelumnya ia begitu membenci bagaimana orang itu bicara.

Taehyung mendesah sendu, "Apa yang kupikirkan?"

Ini tidak benar.    

;

Taehyung berlari terburu setelah mencium aroma masakan saat memakai baju. Mulutnya menganga lihat ruang di depan tivi penuh dengan makanan. Ia melangkah ke sisi dapur dan mengernyit karena Jimin sibuk dengan sosis dan kentang.
"Sedang apa kamu?"

"Oh," dia tertawa kecil. "Masak! Aku tahu kamu pasti belum makan. Kulihat, kamu tak punya apa pun kecuali mie dan kukis. Jadi aku buatkan sesuatu, karena ini sudah sangat telat dari jam makan siang. Di luar terlalu terik untuk pergi makan, bukan?"

Secuil hatinya menghangat. Meski hatinya telah lama mati, hal kecil seperti ini membuatnya kembali merasa diperhatikan, dihargai, dicintai. Setelah begitu lama ia menjalani hidupnya sendirian tanpa rasa cinta (kecuali bersama teman-teman dan Jungkook), ini pertama kali ia dibuatkan makanan oleh seseorang...... mantan?

Epiphany [MinV]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang