~20~ End

22.4K 580 76
                                        

Elle POV


Hari-hariku berjalan tanpa adanya sesuatu yang berbeda. Setiap hari aku hanya duduk termenung dan memikirkan tentang masa depanku dan anakku kelak. Aku mengimajinasikan hal-hal menyenangkan yang akan kami lakukan berdua nanti bersama-sama. Pasti akan menyenangkan.


Aku merasa tidak sabar untuk menjalani hidupku yang akan penuh kebebasan nanti. Tidak ada yang akan mengganggu kami berdua. Membayangkan kami akan tinggal di sebuah rumah kecil di sebuah desa di luar yang tenteram dan penuh ketenangan. Memasak masakan sederhana yang akan kami makan bersama saat pagi, siang maupun malam. Menyeduh teh dan makan beberapa kue kering sambil duduk di beranda depan rumah sambil bermain dan bercerita. Terdengar seperti hidup impian yang sangat sempurna bagiku.


Tiba-tiba sebuah piring muncul di hadapanku. Terlihat pancake nutella dengan buah blueberry dan saus putih kental di atasnya. Aku mengernyit bingung dan menatap Alex. Dia mau menggodaku agar semakin kelaparan?


"Kalau kau berniat menggodaku dengan makanan itu, kau sudah menang. Makan saja, aku tidak lapar," ucapku datar.


"Ini sarapan yang aku buat untukmu. Setidaknya hargai usahaku untuk membuatkanmu sarapan." 


"Aku tidak memintamu untuk membuatkannya. Jadi kenapa kau harus repot-repot begitu?"


Alex nampak menghela nafas gusar. Dia memutuskan duduk di hadapanku dan memotong pancakenya, berniat untuk menyuapiku.


"Wah.. Kau masih sehat? Apakah otakmu terbentur sesuatu sehingga kau mau menyuapiku?"


"Diam dan makan saja. Aku juga terpaksa melakukan ini."


"Kalau terpaksa tidak usah melakukannya. Aku tidak membutuhkan belas kasihanmu lagi."


Aku turun dari kasur dan membuka lemari. Kutarik sebuah dokumen yang berisikian kontrak pernikahan kami. Aku kembali duduk di hadapannya dan menyerahkan dokumen itu padanya.


"Aku rasa pernikahan kita cukup sampai disini saja,"ucapku dengan tenang.


Alex terdiam mendengar kata-kataku yang kuucapkan barusan. Memangnya semengejutkan itu? Tapi, dari awal memang Alex yang memaksaku menikah dengannya. Jadi, kupikir wajar kalau dia terkejut. Aku melepas cincin di jari manisku dan menyerahkannya ke Alex.


"Ini cincin pernikahan kita. Aku mengembalikannya karena kupikir harganya sangat mahal. Kau bisa menjualnya lagi kalau kau mau. Untungnya juga lumayan, tidak terlalu rugi."


Dia mengambil cincin itu dan menyimpannya ke dalam saku. Aku kira dia akan melemparnya ke sembarang arah dan marah-marah. Tumben sekali dia sangat tenang.


"Makan."


"Biarkan aku makan sendiri. Tanganku masih baik-baik saja,"ucapku sarkas.


Entah kenapa aku berbicara seberani itu dengannya. Apakah ini karena hormon kehamilanku? Padahal dulu untuk mengajaknya berbicara saja membutuhkan keberanian yang tidak sedikit.


Alex menyerahkan makanannya ke tanganku dan beranjak keluar dari kamar. Sepertinya dia nampak akan marah sebentar lagi. Tapi, memang dia orang yang sangat temperamen belakangan ini. Padahal dulu sifatnya tidak seperti itu.


~~~

3 tahun kemudian


Alex POV


Cuaca hari ini panas sekali. Padahal aku sudah minum berkaleng-kaleng minuman dingin. Sudah tiga tahun semenjak kejadian Elle ingin bercerai denganku. Yah.. Hari itu juga aku memutuskan untuk melakukan proses perceraian. Kami berpisah baik-baik saat itu. Tidak ada tangisan maupun tuntutan mengenai hak asuh anak.


Aku mempercayakan anakku padanya. Aku yakin dia akan menjanganya dengan sebaik mungkin. Kehidupanku memang berbeda 180 derajat semenjak itu. Tetapi aku tidak merasa terlalu khawatir karena aku masih tahu keberadaannya dimana. Sebelum pindah, dia memberikanku sebuah alamat tinggalnya yang baru di negara lain. Aku terkejut dengan hal itu karena kupikir dia akan langsung pergi tanpa memberitahukan apa-apa padaku.


Dia pernah perkata bahwa kalau aku memang masih menganggap anak yang dikandungnya, maka aku harus berkunjung beberapa lama sekali untuk menjenguknya. Aku sempat ke sana saat Elle melahirkan. Aku mendampinginya selama beberapa bulan hingga akhirnya aku memutuskan untuk kembali untuk mengurus perusahaanku.


Semenjak saat itu, aku tidak pernah kembali lagi ke sana. Hanya saja aku dan Elle masih berhubungan lewat handphone agar aku dapat memantau perkembangan anakku. Memang aku adalah orang bodoh dan tidak bersyukur karena mendapatkan istri sepertinya. Aku tidak akan pernah menyesal tentang hal itu. Karena setidaknya Elle mendapatkan kebebasan yang pernah diimpikannya.


Kebahagiaannya dan anakku merupakan prioritas utamaku sekarang. Walaupun status kami tidak bersama lagi, tapi setidaknya kami dapat menjadi teman untuk sementara. Hidup memang lucu. Pertemuan selalu sepaket dengan perpisahan. Yang bisa kita lakukan hanya menerima saja dan menjalani kehidupan seperti biasanya tanpa bisa protes.


Selama 3  tahun belakangan ini juga Elle nampak lebih cerita dan sehat. Dia bahkan tidak pernah murung lagi. Hatiku menghangat setiap kali mengingatnya. Masa lalu biarlah berlalu. Walaupun terasa sakit saat diingat.


Bulan depan aku memutuskan untuk pindah dan perusahaanku kutitipkan dengan teman sekaligus tangan kananku. Sebelumnya aku sudah merundingkan hal ini dengan kedua orangtuaku dan mereka menyetujuinya.


Di setiap kehidupan memang tidak ada sesuatu yang benar-benar berakhir bahagia. Saat inilah aku akan mengejar kebahagiaanku sendiri di tempat lain.



~~~


Bentar lagi tamat *yeayyy*

Benar-benar ngga sabar buat namatin ini cerita yang udah bertahun-tahun ngegantung :")

Makasih ya semua udah baca cerita ini sampai sekarang *terharu*

Maaf juga updatenya lama, soalnya lagi sibuk-sibuknya kemarin :(

Btw, comment dong kalian asalnya dari mana aja dan makanan khas atau oleh-oleh daerah kalian apa aja? Cuma mau tau sih :D

Sekali lagi thanks semuanya :D


lia_arizka

01-08-2018



100% Maid or WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang