Malam itu hujan membasuh kota, membuat suhu udara turun beberapa derajat, dan membuat orang-orang lebih memilih berada di rumah, memeluk hangat.
Namun tak peduli cuaca yang bagaimana pun, di dalam studio di suatu gedung itu tetap lah hangat.
"Jadi, mas Abdul, udah berapa kali anniv pernikahan nya nih?" tanya seorang pria muda, moderator acara bincang-bincang itu.
"Hemm.. berapa yah?" yang ditanya menggaruk-garuk kepala, lalu menyikut perempuan yang duduk di sebelahnya, istrinya.
"Alhamdulillah berjalan sepuluh tahun," jawab Abdul, setelah di beritahu oleh sang istri.
"Oh, sudah lumayan jauh ya jalannya," sahut moderator sambil menyengir.
Penonton di studio itu tertawa singkat.
"Nah, jadi nih mas Abdul, sebagai pengusaha sukses tentunya sibuk nih, lantas, adakah muncul masalah di dalam keluarga?"
"Ya, kalau masalah pasti nya ada, tapinya sejauh ini Alhamdulillah bisa kita selesaikan baik-baik," jawab Abdul sambil tersenyum. Istrinya turut senyum. Moderator mengangguk berkali-kali.
"Nah, kalau kita boleh tahu nih mas, bagaimana sih, cerita perjumpaan dengan mbak Zakiyah, kita penasaran nih?"
Seperti dugaan, Abdul yakin pertanyaan ini bakal meluncur dari moderator itu, yang pertanyaan ini sama saja berarti; kenapa memilih mbak Zakiyah?
Dua detik diberikan kepada hening. Moderator tersenyum bijak, dengan pandangan yang bertemu dengan Abdul, sedang Zakiyah tertunduk.
Penonton diam dengan napas tertahan.
"Itu awalnya kita kenal dari SD. Pertama jumpa waktu dia nolong saya yang masuk ke selokan.."
Penonton tertawa singkat.
"Iya, gara-gara tersandung kayu," sambung Abdul. "saya gak bisa bangkit tuh, terus ditarik dia, disitulah pertama kita jumpa. Setelah saya ditarik keluar selokan, eh dia langsung pergi. Ternyata rumah kita gak jauh. Dan sejak itu, saya bertekad untuk membalas kebaikannya"
"Seh," sahut penonton menghilangkan lengang. Beberapa orang bersuit.
"Eh, beberapa waktu setelah itu, pas saya mencari batang pisang, saya ketemu dia, gelegepan di kali.."
"Lebih besar ya," potong moderator terkekeh.
"Iya. Dia gak terlalu tenggelam sih, kali nya gak terlalu dalam, tapi dia gelegepan tuh, yang aku heran kenapa ga menjerit minta tolong. Aku langsung loncat, dengan batang batang pisang tadi, ke arah dia. Terus dia kutarik, kusuruh megang batang pisang, lalu saya bawa ke tepi. Selamat lah dia" Abdul melirik istrinya yang tengah tersenyum dibalik telapak maskernya yang berwarna hitam.
"Dari situ saya tau dia susah ngomong -tuna rungu. Dia menjerit-jerit awalnya, tapi nyerah karena gak ada yang dengar.
"Impas ya," potong moderator, dijawab anggukan Abdul.
"Nah, sejak itu kita sering main bareng. Saya waktu itu gak keberatan kalo dia bisu, kita biasa aja. Dia jadi otaknya nih, kalau soal ngerayu petani jeruk. Tapi, saya jadi tukang pukulnya, untuk siapa yang gangguin dia"
Penonton tertawa, bertepuk tangan. Studio meriah sejenak.
"Dia dari kecil gak pernah ikut sekolah, belajarnya di rumah, anak orang kaya. Eh, sewaktu saya tamat SD, dia dan keluarganya pindah rumah, entah kemana, rupanya gara-gara lahan keluarganya dimkota lain terbakar. Yaudah, sejak itu kita gak pernah jumpa. Sampe besar saya kadang ingat dia. Lucunya, saya bahkan gak tau nama lengkapnya, cuma tau panggilan 'kiya' nya."
"Sampai suatu hari, dua belas tahun setelah dia nolong saya, kita ketemu di jalan. Lagi-lagi dia ketimpa musibah. Dia dicopet di belakang Gedung Sate, sekitar jam sepuluh malam. Momentum yang pas, saya lewat saat dia lagi tarik menarik tas dengan pencopet. Kontan saya datang. Awalnya saya gak tau siapa dia, tapi karena dia cewek, berbaju tertutup, maka tak ragu saya menolongnya. Saya pun berlari mendekat sambil menjerit-jerit minta tolong. Copet tadi pun lari."
"Waktu itu saya bilang, 'kenapa gak menjerit?' dia cuma diem aja, sambil melihat wajahku yang tampan ini"
Tawa penonton meledak
"Saya pun berbalik mengajaknya ke kantor polisi terdekat, eh, tiba-tiba dia manggil,' Abdul!' katanya. Mendengar itu saya kaget dan langsung berbalik, tapi gak pakai pelukan ya!"
Penonton terkekeh lagi.
"Setelah itu, saya antar dia pulang naik motor, untungnya gak jauh." Abdul menyengir.
"Setelah kenalan lagi, bincang-bincang, saya beranikan diri ngelamar dia. Tepat sebulan setelah kejadian copet itu, saya datang ke rumahnya. Disitu juga saya lamar, dan dia nerima langsung tanpa mikir"
"Sebulan setelah nya kita nikah."
Penonton bersorak. Bertepuk tangan beberapa detik.
"Kisah yang menarik ya, seperti di novel yang pernah saya baca sepertinya." Moderator angkat bicara, setelah diam mendengar beberapa waktu.
"Jadi boleh dong, Mas Abdul kasih ke kita quote untuk malam ini," lanjut moderator.
Penonton diam menyaksikan, dengan kedua indra yang menyimak dengan seksama.
Abdul mengubah posisi duduknya. "Senantiasa sabar, tegar, dalam menghadapi ujian yang terlihat kekar. Cari titik kelemahannya, robohkan ia, lalu langkahi untuk menghadapi ujian selanjutnya..."
"Eh, itu saya pernah baca!" potong moderator. "Itu quote penulis bernama pena Iya kan mas? Penulis misterius yang Wikipedia pun tidak tahu profilnya!" sambungnya.
Abdul mengangguk pasti.
"Sering baca karyanya ya mas?" tanya moderator penasaran.
"Ah, jelas lah. Dirumah saya punya lengkap karyanya." Abdul tertawa renyah.
"Wow! Penggemar fanatik ya mas"
Abdul tertawa sembari kepalanya mengangguk.
"Pernah mas jumpai penulisnya?"
"Pernah dong,"
"Wah, dimana mas? Setahu saya tak pernah ada bedah buku yang dibawakan sendiri oleh penulisnya." moderator menegakkan tubuhnya, menjauh dari sandaran sofa.
"Dirumah biasanya."
"Wah, kenal dekat berarti mas?"
"Iya dong. Wong penulis itu istri saya." Abdul tersenyum.
"Hah? Jadi Iya itu mbak Zakiyah?" Moderator bangkit dari sofa, berdiri menatap Abdul yang tengah tersenyum, lalu Zakiyah yang kedua matanya menyipit, terkekeh di balik maskernya.
"Dan karena itu juga, saya merasa tak asing dengan kisah ini!" Sambung moderator.
Abdul dan Zakiyah mengangguk samar.
"Wow, luar biasa! Tepuk tangan untuk pasangan hebat ini!" Moderator itu sendiri bertepuk tangan, sambil mengangguk-angguk takzim.
Studio itu dipenuhi gemuruh, riuh rendah penonton yang heboh bertepuk tangan, bersorak-sorai.
Senyum Zakiyah semakin mengembang di balik maskernya. Malam itu, identitasnya terbongkar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Bisu
Cerita PendekSebuah cerpen sederhana murni karya saya. Apabila ada kesamaan segala unsur didalamnya, harap dimaklumi. Semoga bermanfaat. Fauzirsyad