Lamaran

1.9K 83 1
                                    

Hinata menghela nafas panjang. Kedua matanya bergerak, menatap desa yang ia tinggali selama empat tahun ini. Sebuah senyuman terukir di bibirnya. Hatinya terasa hangat walau hawa dingin meresap ke dalam kulit putihnya.

'Sebentar lagi... Boruto-kun dan aku akan meninggalkan tempat ini...' batinnya.

Sekarang, kedua matanya terarah pada siluet ayah dan anak. Ia tak pernah berpikir bahwa semua itu adalah kenyataan sekarang.Janin yang dikandungnya, ditolak oleh masyarakat luas sudah tumbuh menjadi anak cerdas.

Di usianya yang belum sampai empat tahun, ia sudah menjadi anak yang mengagumkan. Sebagai ibu yang melahirkannya, Hinata merasa bangga.

Matanya terfokus pada pria yang menggendong anaknya. Pria yang ia cintai sedari dulu. Yang sudah membutakan nalar dan logikanya, membuatnya tak berdaya.

Yang ia kira akan menolak anaknya, pria itu malah menyayanginya.Kebahagiaan itu diraih dengan perjuangan yang sulit.

"Hinata-chan, sampai kapan kau mau melamun? Ayo, sudah mau berangkat," tegur pria berambut kuning yang sedang ditatapnya.

Rona merah mulai mewarnai paras Hinata. Naruto hanya nyengir lebar dan menggenggam tangannya, semetara tangan yang satunya menggendong putranya. Dengan lembut, ia menarik Hinata.

Sasuke dan Sakura hanya tersenyum melihat pemandangan bahagia itu. Terbesit dalam pikiran mereka berdua, bila anak mereka lahir, mereka akan bahagia juga. Refleks tangan Sakura mengelus perutnya yang berisi buah hatinya dan Sasuke.

"Kita mau ke mana cih, kaa-chan?" tanya Boruto dengan wajah polosnya.

Ia sedang berada dalam mobil, dihimpit oleh Sakura dan Hinata di sisi kanan dan kirinya. Ayahnya berada di depan, di belakang kemudi mobil dan Sasuke ada di sebelah Naruto.

"Ke rumah tou-chan," jawab Hinata.

Ia tersenyum melihat mata Boruto yang berbinar-binar. Maklum, baru kali ini Boruto naik mobil. Anak kecil itu tak bisa diam di mobil.

"Lumah tou-chan?" tanya boruto lagi. Ia ingin memastikan apakah perkataan ibunya benar.

"Iya, di Tokyo. Kita akan tinggal di sana, dengan ibu angkat kaa-chan," jawab Hinata sembari mengecup dahi boruto.

"Eeehhh? Belalti nggak bica ketemu yagi cama temennya boluto? Nanti boluto nggak punya temen!" boluto menampakkan raut wajah sedih.

Hanya tinggal menunggu kapan tangisannya akan meledak-ledak.

"Entah mengapa aku merasa tersinggung dengan ucapanmu, Hinata-chan. Bukankah kau sudah bilang mau tinggal denganku? Boruto tetap dapat teman kok, di sana. Banyak yang seusia dengan boruto," kata naruto, menatap dua orang yang paling disayanginya dari kaca spion mobil.

"Benelan?" tanya boluto. Anak kecil itu memajukan tubuhnya, di sela sofa kursi Naruto dan sasuke.

"Ya, Apa pun untukmu, pasti ayah akan berikan" jawab naruto

Hinata yang melihat percakapan ayah dan anak itu, hanya tersenyum. Dia sangat bahagia.

"Ah, kita sudah sampai."

"Benar. Ayo, turun. Hinata-chan dan boruto... tetap di belakangku," ujar naruto sembari membuka pintu mobil.

Dengan perasaan tegang yang merayap di hatinya, ia memasuki rumahnya kembali. Entah apa yang akan dikatakan sang ibu padanya. Ditatapnya Hinata dan Boruto bergantian. Sebuah rasa takut tergambar di wajah Hinata. Sementara boruto diam. Abak kecil itu tak tahu apa-apa.

"Kaa-san, kami pulang." Naruto langsung masuk dalam rumah, menuju ke ruang tamu keluarganya. Tangannya menggandeng tangan Hinata.

"Oh..Wah, naruto kebetulan sekali kau sudah pulang. Ke mana kau sejak tiga hari yang lalu?" kushina langsung menyambut kedatangan sang putra dengan gembira.

Please , Come back to me Hinata (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang