❝Bisakah kita selalu seperti ini?❞

2.4K 60 4
                                    


📌 Seoul, South Korea

Greg's POV

"Mungkin cincin itu tertinggal di suatu tempat, atau bahkan terjatuh. Aku juga hanya membawa kotak cincin itu ke dapur. Ayolah, Juna. Ini hari terakhirku di sini dan kau terus membicarakan hal yang tidak-tidak," ucapku kesal kepadanya.

Dia menunduk, dan kembali memelukku.

"Ah, Greg. Kumohon, maafkan aku. Aku hanya bertanya. Kau tidak perlu semarah itu. Kan jika cincin itu hilang, kita bisa mencarinya. Maafkan aku, sepertinya hari ini aku hanya bisa membuatmu kesal."

Dia nampak sedih.

Aku tidak tega. Aku pun membalas pelukannya, dan mengusap rambutnya.

"Sudahlah, tidak apa. Cincin itu tidak penting. Ah iya, kau tadi menyuruhku ke kamarmu. Apa yang kau inginkan?" Tanyaku.

"Aku hanya ingin bersamamu, Greg." Dia memelukku semakin erat.

"A-ahh, baiklah kalau itu maumu. Tapi, aku mandi dulu ya?" ucapku dan langsung mendapat anggukan setuju darinya.

"Kau mandi di kamar ini saja, Greg. Aku juga menyimpan beberapa pakaianmu ketika kita selesai 'melakukannya' waktu itu ahahahaha," ucap Juna sembari tertawa agak keras.

Aku menatapnya dan tersenyum,

"Sudahlah, jangan dibahas lagi."

Aku mengelus rambutnya dan langsung masuk ke kamar mandinya.

-

Saat mandi, entah kenapa aku teringat-ingat dengan kejadian tadi. Bisa-bisanya aku meniduri calon Adik Iparku?! Tapi, apa boleh buat? Semua sudah terjadi dan kurasa tidak ada yang dirugikan. Namun, aku malah menjadi semakin ingin terus bersamanya. Kukira, jika sudah merasakan 'itu' dengannya, maka semua sudah selesai. Awalnya aku hanya penasaran, tapi kenapa sekarang aku malah berhasrat padanya? Entahlah.

-

Aku pun keluar dari kamar mandi dengan sudah berpakaian lengkap, Juna terlihat sedang tengkurap di atas kasurnya. Dia membaca majalah tentang mode. Dia memang tertarik dengan hal-hal seperti itu.

Kemudian ,aku menghampirinya,

Dia menyadari itu dan langsung memelukku,

"Greg, aku mengantuk! Tapi aku tidak bisa tidur, jika kau tidak bersamaku," ucap Juna. Begitu manja.

"Hahaha, kau ini lucu sekali. Kau tidak bisa tidur jika tidak bersamaku? Lalu kemarin-kemarin saat aku tidak tidur bersamamu, kenapa kau bisa tidur? Kau tetap bisa memejamkan mata. Sudahlah, aku tah
u kau merindukanku." Aku mengusap dan menciumi rambutnya.

"Tentu, aku merindukanmu. Aku selalu memimpikan suatu hari di pagi hari, aku terbangun dan ada kau di sampingku. Setiap hari."
Dia mencium pipiku.

"Sekarang, ada aku di sini. Jangan risau lagi," ucapku sembari terus memeluknya.

Lalu, dia mulai mengelus-elus pahaku, dan sekarang tangannya menuju ke selangkanganku. Ini pertanda bawah dia sedang ingin. Ah yang benar saja? Juniorku akan dibuat 'bangun' lagi?

Aku pun menahan tangannya, lalu menggeleng.

"Sayang, aku sedang tidak ingin. Aku lelah sekali. Ayo kita tidur saja. Kudengar tadi, sepertinya orang tuamu sudah pulang," ucapku sambil menatapnya.

Dia nampak kecewa, tapi dia tersenyum dan mengangguk.

"Tidak apa-apa, nanti saja ketika kau sudah tidak lelah. Kalau begitu, tidurlah di sini. Jangan keluar sebelum situasi aman. Akan terjadi gempa di rumah ini, jika orangtuaku tahu bahwa kita berada dalam satu kamar sebelum hari pernikahan, hahaha," kelakarnya padaku.

It's  Our  Sins [COMPLETED-REVISI ON PROCESS] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang