Gilang POV
Lagi-lagi aku tidak pernah absen untuk menggenggam tangannya, meski aku merasakan seperti ditampar beribu kali oleh kenyataan. Kenapa hanya bisa menggengam tangannya tapi tidak bisa menggengam dirinya.
Dikoridor jalan menuju kelas seperti lebih panjang dari sebelumnya, seakan-akan menyamakan perjuanganku padanya.
Tangan kanan perempuan lembut yang kugenggam pagi ini terasa dingin, entah juga tanganku yang dingin, ataupun keduanya.
Banyak orang menatap dengan perasaan iri, perasaan ingin menggantikan posisimu, menggantikan genggaman tangan ini.
Tapi sampai kapanpun tidak akan ada yang bisa menggantikan posisimu, genggaman tanganku tetap tergenggam untukmu.Karna aku tidak perduli seberapa menyakitkan nya menunggu kamu, karna aku tidak peduli harus membeli mahalnya harga sabar. Dan aku masih akan bertahan memilih kamu.
"Udah sampai, belajar yang benar jangan kebanyakan mikirin aku, aku tau kamu sudah mencintaiku" ucapku padanya sambil mengacak rambutnya, hal yang kusukai dan hal yang dia kesali.
"Siap bos" jawabnya sambil memperagakan sikap hormat.
Aku mengangguk lalu dia masuk kedalam kelas, dan aku meninggalkan kelasnya menuju kelasku. Sesaat langkah kakiku terhenti karna seorang perempuan menghalangi jalanku, menghalangi perjuanganku.
Tidak mau banyak basa-basi, dia tau itu hal yang tidak aku sukai. Karna takut dia bicara yang tidak-tidak lagi didepan orang banyak seperti ini, aku menarik paksa tangannya sampai disamping ruang komputer.
"Masih bertahan?" tanyamya langsung membuka suara
Ucapannya membuatku mengerutkan dahi.
"Sampai kapan?"
Aku memalingkan wajah kesamping, sudah beribu kali aku mendengar pertanyaan seperti ini, sudah beribu kali juga aku menjawab hal yang tidak pernah beda.
"Pilih dicintai atau mencintai?"
Pertanyaan ketiganya seakan menegur hati, bukan dicintai atau mencintai tapi sama-sama ingin mencintai. Harapku begitu.
"Aku men-cintai-mu Gilang"
Aku menatapnya "Pilih dicintai atau mencintai?" aku mengulang pertanyaannya tadi. Membuat dia bungkam.
"Aku mencintaimu, kamu mencintai dia, dia mencintai orang lain..."
Aku melipatkan tangan didada "Kau mencintaiku, aku mencintai dia, dia sudah men-cintai-ku" jawabku dengan tegas.
Dia tersenyum sinis, seolah-olah tidak percaya dengan apa yang baru aku bilang. Ah dia saja tidak percaya apalagi diriku.
"Coba sekarang pahami diri lo, pahami dimana posisi lo, dimana batas lo, dan dimana lo harus berhenti..."
"No bacot-bacot" ucapku.
Kringgg.......
Sukurlah suara bel masuk yang ditunggu-tunggu berdering juga.
"Lo dengar suara bel kan?" tanyaku padanya. Dia pun mengangguk. Ah polosnya.
"Yaudah berarti pendengaran lo masih bagus, itu aja sih" ucapku yang membuat dia seketika terpelongo. Dia berpikir apa emang nya?
Aku meninggalkan dia yang masih terpelongo, ada yang salah?
_____________--------------------____________
Pelajaran matematika membuatku harus mempunyai otak lebih dari satu. Rumusnya ribet sama hal nya dengan cinta. Aku yang baru keluar dari kamar mandi tiba-tiba seseorang menepuk pundakku. Aku terkejut tapi tidak terlihat lebay, aku membalikkan badan kebelakang melihat siapa yang mengejutkan aku seperti ini, tidak mungkin Gilang. Gilang tidak pernah sekalipun mengejutkan aku.
Ah ternyata Rangga.
"Hai" sapanya menunjukkan senyum pepsodentnya terlihat gigi sungil nya. Membuat wajahnya ganteng berkali-kali lipat.
"Ngapain nyapa hai lagi kalo endingnya akan berakhir dengan kata bye" jawabku dengan jutek.
Entahlah mengapa diriku sedikit berbeda jika bersama Rangga, seperti memang dengan sifat asliku.
"Hehe kantin kuyy makan bareng satu meja lagi dengan candaan dan tawa yang membuat kita saling jatuh cinta lagi dan lagi"
Ah Rangga...
"Mumpung kutu landak gak nyariin lo"
Aku spontan tertawa mendengar dia menyebut Gilang dengan kutu landak.
Dia menarik tanganku "Lo memperlama aja"
Sampai dikantin aku dan Rangga duduk dimeja paling pojok, katanya biar gak nampak kutu landak. Dimeja juga sudah disediakan Rangga makanan, katanya biar langsung cepat nanti ketahuan kutu landak lagi.
Rangga tau aja apa yang lagi pengen aku makan, semangkuk bakso kosong dan segelas jus jeruk.
"Makannya dihabiskan"
"Pastilah, kan dibayarin" ucapku sambil tertawa, dan Rangga hanya menggeleng sambil senyum.
Pertama makan aku dan Rangga dalam keadaan mode hening, sampai makanan kami tinggal setengah lagi, aku membuka topik bicara.
"Kelas lo dimana?"
"12 Mipa 4"
Aku mengangguk saja.
Aku memasukkan suapan bakso kemulutku. Lalu mengunyahnya sampai tertelan lagi.
"Lo udah punya pacar?" tanyaku sukses membuatnya membulatkan mata.
Dengan pelan dia menjawab "Belum"
Aku yang ingin meminum jus jeruk terpaksa harus menjedanya sebentar.
"Sumpah demi Tuhan pas putus dari lo, gue gak ada nyumpahin lo jadi jomblo terus. Sumpah Ga, sumpah.." ucapku dengan nada serius.
Aku tidak menyadari orang-orang dikantin juga menjeda makannya karna melihat aku dan Rangga.
"Putus dari lo sampai sekarang gue masih jomblo.."
"Kok gue sedih ya"
KAMU SEDANG MEMBACA
AQILLA
Teen Fiction"Lo yang pernah putusin gue 3 tahun yang lalu kan?" ucapku bersemangat. "Yang alasannya lo mutusin gue karna gue makin lama makin jelek kan?" jawabnya dengan ekspresi wajah yang ingin tertawa. Jadi gimana? Gak penasaran sama cerita nya? Yuk tamba...