Bagian Empat

24 2 3
                                    

Setelah kejadian penitipan minuman yang tidak direncanakan itu, sekarang semua murid kelas IX jadi heboh dan mengira bahwa aku adalah kekasih dari seorang Sabda Ramadhan. Semua, bahkan Gege saja tidak percaya dengan apa yang aku katakan. Guru kelas IX pun sudah mengetahuinya. Sungguh seperti berita anak presiden nikahan saja.

"Kok lo bisa pacaran sama Sabda sih Nis? Perasaan ngga ada deket-deketnya deh kalau di kelas." Dari kemarin Gege selalu menanyakan pertanyaan yang sama. Bukan hanya Gege, semua teman kelas juga sama.

Aku menghela napas jengah. "Gue kaga pacaran sama dia Ge." Percuma aku mengatakan ini, tidak ada yang percaya.

"Udah gitu aja masih ngelak."

"Serah."

Malas sebenarnya meladeni pertanyaan-pertanyaan dari mereka, tapi ya mau bagaimana lagi? Kalau tidak menjawab kesannya seperti membenarkan keadaan. Tapi giliran dijawab malah tidak percaya.

"Ayolah Nis, ceritain." Masih belum menyerah juga si Gege ini. Padahal aku sudah mengeluarkan jurus jutekku.

"Ge, gue itu kaga pacaran sama dia. Apa yang mau diceritain?" Kataku sewot. "Terus apasih yang buat semua orang itu beranggapan bahwa gue itu pacaran sama Sabda? Heran gue." Gege menatapku dengan diam. Seolah sedang mencerna apa yang baru aku katakan.

Gege menghela napas. "Gini loh Nis." Katanya mengawali. "Sabda itu anaknya pendiam, terus tiba-tiba dia mau manggil nama lo dengan situasi ramai kaya kemarin ke lo yang temenan aja belum ada setahun." Terangnya yang membuatku mengerutkan kening.

"Dia itu ngga mau ngomong sama temen yang menurut dia apa ya, kaya bikin dia ngga nyaman gitu Nis." Lanjut Gege lagi. Dan malah membuat aku tambah bingung.

"Gimana sih maksud lo? Muter-muter banget."

Sekarang giliran Gege yang menghela napas jengah. "Istirahat 15 menit ini cuma bisa buat jelasin masalah lo doang kayaknya." Katanya sengit. Aku terkekeh melihatnya seperti itu. Iya, sekarang kita sedang istirahat pertama. Tentunya sedang berada di dalam kelas. Karena aku dan Gege sudah membawa bekal dari rumah karena tidak sempat sarapan. Sedangkan teman yang lain sudah berada di kantin.

Kelas ini kosong. Hanya aku dan Gege penghuninya. Orang yang sedang kami bicarakan juga tidak ada, sepertinya dia juga kelaparan. Jadi kami aman.

"Lo tau Sahila?" Aku menganggukkan kepala. Sahila gadis cantik dan pintar dari kelas sebelah. "Dia itu pernah satu kelas sama Sabda." Lagi. Gege selalu membingungkan jika bercerita.

"Terus?"

"Dia pernah satu kelas sama Sabda dan gue pas kelas VII. Nah, gue juga sempet liat dia ngobrol gitu, itu aja sebentar banget." Aku menyendokkan nasi uduk ke dalam mulutku. Begitu pula dengan Gege.

"Terus apa masalahnya Ge?" Tanyaku sabar. Sangat sabar.

Gege mengambil botol minumnya yang berwarna hijau tapi bertutup warna biru. Iya Gege memang seaneh itu. "Dia jarang mau ngobrol sama lawan jenis. Jarang mau ngomong sama lawan jenis. Apalagi manggil lo kaya kemarin Nis." Lah, si Gege sok tahu sekali.

"Ngga percaya gue." Kataku jujur. Ya siapa tahu aja dia sudah berubah atau siapa tahu saja dia ada alasan tertentu atau apapun itu. "Lagian ngga masuk akal Ge."

Gege mengangkat bahunya tak acuh. "Terserah lo sih, Nis." Dia kembali menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Mengunyahnya dengan santai. "Intinya dia itu jarang mau ngobrol sama lawan jenis. Apalagi insiden kaya kemarin itu. Sama Sahila yang cantik dan pinter aja sedikit banget ngomongnya. Apalagi ke lo 'kan? Ya, you know what i mean lah." Panjang dan lebar. Buat terbang dan jatuhin. Sialan sekali si Gege ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CINTA, Sampai Tak SampaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang