"Kenalin, ini Atul. Sahabat aku, "ucap gadis disampingku seraya memperkenalkan ku kepada seorang pria.
"Azam... "ucap pria itu sambil tersenyum.
"Atul... "aku menunduk.
"Nah, gimana nih? Udah akrab belum? Kan udah saling dikenali? Ya kan, Tul? "tanya gadis di sampingku.
"Mei, baru aja kami saling kenal. Mana bisa akrab secepatnya, "kata Azam.
"Tul... Kok diam, sih? "
"Meisha... Aku mau balik ke kelas. Assalamu'alaikum!! "ucap ku sambil pergi meninggalkan mereka.
"Wa'alaikumussalam, makasih waktunya yaa!! "sorak Meisha dari belakang.
Aku cuman tersenyum kecil. Sudah ku lihat pintu dari kelas ku. Selang beberapa menit, saat ingin melangkah, ku lihat seseorang berdiri di ambang pintu.
Mendadak tenggorokanku tercekat. Seseorang itu masih berdiri di ambang pintu dengan seulas senyum. Tapi lebih tepatnya, ia juga dengan seseorang. Dan senyum itu bukan untukku. Tapi untuk seseorang disampingnya.
'Balik ga ya? 'pikirku.
Sungguh aku malu, bila berpaspasan dengan orang yang masih juga berdiri dengan seseorang juga.
'Buat apa malu. Dia bukan siapa siapa ku kan? '
Langkah ku lambat menuju kelas. Kedua orang itu bergeser. Memberikan celah untuk ku lewati. Tanpa sepatah kata, aku langsung melewati mereka.
"Stop!! Tunggu, Atul ni kan? "sebuah tangan mencekal pergelangan ku.
Aku sedikit menoleh, "Iya... "
"Kok main lewat aja, sih? "
"Maaf... "ucapku menunduk.
Seseorang disampingnya lagi menatapku. Dia tersenyum lembut. Namun pastinya bukan untuk ku.
"Atul... "lembut di dengar, namun suaranya menyakitkan ku.
"Ya? Maaf, aku buru buru. Ada yang ketinggalan di kelas. Maaf, "ucapku asal berlalu melewati mereka menuju bangku kesayangan ku.
"Ada yang aneh, "ucap suara lembut tadi kepada seseorang di sampingnya. "Apanya yang aneh? "
"Kenapa dia tak seramah dulu lagi? "
=======
Lambat laun langkah kecil ku makin gontai. Hari mulai senja. Seharusnya aku sedang bersenang senang dengan senja ini. Seharusnya aku sedang duduk manis di teras rumah menikmatinya dengan senyuman. Tapi semenjak kejadian tadi, hatiku pahit. Rasanya senja ini tak berarti lagi.
'Mencintai seseorang tanpa tahu dia mencintai kita menyakitkan bukan? '
"Tess... "air mata tiba tiba lolos dari kelopak mataku. Entah sudah berapa lama aku menahannya. Akhirnya ia meluncur bebas.
Aku diam. Air mata yang sedang mewakili segala yang ku rasakan. Aku cuma bisa menangis. Kalau ada masalah, aku lebih menutupinya. Aku tidak pernah berbagi dengan yang lain. Aku tahu, mereka tak dapat menyelesaikannya. Aku tahu itu... Aku tahu...
"Draaass!! "kini senjaku berganti derasnya hujan.
Sungguh ini sangat mainstream. Aku memang cengeng. Tapi aku tak akan pernah mau melontarkan kata kata 'Aku akan menangis di bawah derasnya hujan, agar tak ada satupun yang melihat air mataku'. Boleh aku jujur? Itu terlalu berlebihan. Sangat berlebihan.
Aku tetap melangkah menyusuri jalan jalan yang mulai sepi. Mungkin para pengendara berteduh sebentar. Mungkin ada yang sedang menikmati hujan dengan secangkir teh manis.
Sedangkan aku? Berjalan terus berjalan di bawah hujan. Setiap mata tertuju padaku. Mungkin karena aku tidak ikut berteduh bersama mereka. Mungkin karena aku terlihat bodoh berhujan hujan seperti anak kecil. Mungkin anak kecil lah yang lebih pintar dariku, lebih memilih untuk tidak berhujan hujan agar tak demam. Dan aku malah mengikuti setiap tetesan hujan. Berjalan terus tanpa memperdulikan tatapan publik.Satu detik...
Dua detik...
Tiga detik...
"Alhamdulillah... Apakah sudah reda? "ucapku senang.
Aku tidak terguyur hujan lagi. Namun ku lihat sekeliling.
'Kenapa para peteduh tidak melanjutkan aktivitas mereka? Bukankah sudah reda? '
Ada yang aneh. Aku tidak lagi terguyur hujan. Bukankah berarti hujan sudah reda?
"Tidak baik berhujan hujanan, "ucap seseorang dari belakang.
Firasatku memang benar.
========
"Atull!!! "teriak Meisha berlari secepat kilat ke arahku.
Tentunya aku terkejut. Ada berita burukkah? Atau berita baikkah?
"Apaan? Gausah pake teriak juga kali, Mei. "
"Ini lho. Aduhhh... Seunengnyyyyaaa!! "teriaknya loncat loncat kegirangan.
"Berita baik? "
"Iya. Baik banget malahan. "
"Apa? ""Aku sama Azam PACARAN!! "
Degh... Degh...
Miris mendengarnya. Ini berita buruk bukan. Sangat buruk bukan?
"Pacaran? "
"Iya lho. Liat nih, aku dikasih cincin, "ucap nya sambil menunjukkan cincin di jari manisnya.
Aku cuma diam. Tatapanku kosong melihat cincin biru berkilauan itu.
"Kamu ga ngucapin selamat gitu? "
"Selamat ya. Semoga hubungan kalian baik baik aja. "
"Baik baik aja maksudnya? Kayak aku mau ngapain aja sama Azam. "
"Kok gitu sih jawabannya? "
"Lho. Kamu yang salah. Yang punya mulut kan juga aku. Yang punya cowok siapa? Yang jomblo siapa? Upss... "
Astagfirullahal'aziim. Astagfirullahal'aziim. Astagfirullahal'aziim. Aku benar benar kesal. Kenapa ia seperti ini?
"Kesinggung ya? Ga suka aku bicaranya gitu? "
"Mei, pacaran dalam Islam kan haram. "
"Eleh... Syirik banget sih. Dah tau orang kesini butuh orang yang juga ikut BAHAGIA! Ni malah ketemu ma orang sok ceramah lagi! Udah ah, dasar jones! Prihatin aku sama kamu! "ucap Meisha penuh penekanan.
Hatiku benar benar panas. Cara terbaik menjawab nya adalah dengan diam. Kenapa jadi kayak gini? Kemarin hubungan kami baik baik saja? Kok jadi terbangkalai gini sih?

KAMU SEDANG MEMBACA
I Love Allah
Spiritual"Siapa yang kamu cintai? " "Allah! " "Siapa yang kamu sayangi? " "Allah! " "Siapa yang sedang kamu rindui? " "Aku merindukan sosok yang juga mencintai Kekasihku, lalu ia bersamaku menjalin ikatan suci bersama sama mencintai Allah. " Dia, wanita yang...