"Bibi?" tanya gadis kecil itu takut-takut. Wanita yang dipanggilnya bibi tidak menoleh. Matanya terpaku ke layar tv yang tengah menyiarkan drama tengah malam.
Tok ... tok ... tok ....
Gadis kecil itu mengetuk-ngetukkan kepalan jarinya ke kursi kayu yang diduduki sang bibi. Terlalu takut untuk menyentuh wanita itu, tetapi frustasi akan perhatiannya.
"Bibi, Bibi, Rose lapar sekali," suara si gadis kecil tersamarkan tangis dari tokoh drama di dalam tv. Mereka meraung-raung di tengah hujan. Tetapi, kedua penonton yang menyaksikan tayangan itu sama sekali tak terpengaruh.
Sang bibi bergeming. Tatapan matanya kosong, sama sekali tak menaruh minat pada kotak persegi yang berkelap-kelip di depannya.
"Bibi, Rose lapar." Tidak ada sahutan. "Lapar, lapar, lapar sekali." ujar si gadis kecil untuk kesekian kali. Ketukannya pada lantai mulai kehilangan irama. "Rasanya ada yang menggigit perut Rose. Sakit." Gadis kecil itu memegangi perutnya. Ia menahan rasa lapar yang seolah-olah menggerogoti dinding perutnya hingga berlubang.
Sang bibi tak pernah menjawab.
...
Saat itu, Rose berusia sepuluh tahun. Rose tak pernah ingat dengan orang tuanya. Selain sang bibi dan paman yang samar-samar diingatnya, Rose tidak tahu siapa pun. Dia sendirian.
Semakin hari, bibinya terus berubah. Rose tidak menyukai perubahannya. Tapi, apa daya, ia tidak mampu melakukan apa pun.
Seperti hari ini, bibinya sama sekali tidak menyiapkan makanan untuk Rose. Dapur kosong. Di kulkas hanya ada sebotol air dingin yang Rose minum dan berkaleng-kaleng bir.
Bir adalah minuman favorit bibinya. Rose tak berani meminum minuman itu. Rasanya benar-benar buruk. Rose sampai heran alasan sang bibi menyukai minumam itu.
Rose tak tahu seberapa lama ia telah terduduk sambil menunduk di dekat kursi kayu bibinya dalam kelaparan. Buku-buku tangan kanan Rose lecet karena hantamannya pada lantai.Ketika Rose sadar, ia telah meringkuk dengan sinar matahari yang mengintip di balik gorden putih kusam yang selalu menutupi jendela.
Bibinya sudah menghilang.
Rose berusaha bangun. Untuk sesaat, ia tak dapat merasakan kakinya. Tenggorokannya kering. Gadis itu bangkit terhuyung, berjalan menuju dapur dan meminum air dari keran dengan rakus.Saat gadis itu berbalik, ia melihat dua lusin bir baru dan sekantong biskuit serta kripik. Sepertinya bibi Rose baru saja berbelanja.
Tanpa basa-basi, gadis kecil itu langsung menyambar sekotak biskuit dan mengambil dua kantong kripik kentang, menyisakan setengah lebih untuk sang bibi.
Rose tak ingin bibinya tak mendapat apa pun lalu berteriak marah ke arahnya.
Rose berjalan kembali ke kamarnya. Sebuah ruangan kecil yang berada di atas plafon, di antara rangka kayu yang menopang atap rumah. Ruangan itu dihubungkan dengan tangga kayu vertikal yang mulai reot.
Rose mendorong tutup ruangan yang berfungsi sebagai pintu itu ke samping, memperlihatkan sebuah sofa kecil dan selimutnya yang berantakan. Ketika Rose telah berada di dalam kamarnya, gadis kecil itu berjongkok, menutup pintu dengan menggesernya ke samping.
Rose melahap biskuitnya dengan cepat, setelah menyimpan beberapa untuk dimakan ketika ia lapar. Gadis itu terduduk, menatap sinar matahari yang masuk melalui ventilasi. Makanan yang ia dapat begitu cepat habis. Sebenarnya, perutnya masih lapar, tapi Rose tak bisa memakan semua biskuit dan kripik itu sekaligus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Neverville #ODOCTheWWG
Mystery / ThrillerApakah membunuh itu salah? Roseanne Lang tak pernah merasa bersalah setelah membunuh seseorang. Setidaknya, sebelum kekasihnya muncul dan membuat Rose lupa kalau ia bukan bagian dari orang 'baik'. Rose mulai kehabisan waktu. Pengakuan dimulai sement...