BAGIAN 7

3.2K 99 0
                                    

Senja telah merayap menjadi malam. Udara dingin. Angin berhembus agak kencang. Dinginnya udara malam menjadi tak terasa di dalam sebuah ruangan yang terang benderang oleh cahaya obor. Sebuah kedai makan yang telah penuh oleh orang-orang dari berbagai golongan masing-masing di mejanya.
Di salah satu sudut yang remang-remang, duduk Rangga menghadapi meja kecil. Hanya ada sebuah guci  arak  di atas  mejanya. Matanya selalu mengawasi orang-orang yang keluar masuk kedai makan ini. Di kedai ini pun menyediakan kamar-kamar untuk menginap.
Mata  Rangga tertumbuk  pada salah satu meja yang jauh di depannya. Tampak Saka Lintang duduk dikelilingi empat orang laki-laki. Rangga sama sekali tak tahu kalau keempat laki-laki itu dari golongan hitam. Mereka adalah Kalingga, atau berjuluk Kakek Merah Bermata Elang. Duduk di sampingnya adalah Kala Srenggi. Di samping kanan Saka Lintang duduk seorang wanita dengan dandanan menor, persis badut. Wanita itu dijuluki Dewi Asmara Dara. Sebenarnya wanita ini cantik. Tubuhnya pun menggiurkan. Karena dandanannya yang berlebihan maka wanita ini jadi kurang simpatik. Kemudian yang seorang lagi wanita tua. Rambutnya yang putih digulung ke atas. Sebagian rambutnya dibiarkan jatuh menjuntai. Walau kulitnya telah keriput, tapi sorot matanya masih menyimpan ketegaran. Dia dijuluki Dewi Jerangkong, karena tubuhnya yang kurus kering bagai tulang berbalut kulit.
Keadaan kedai tenang. Semua orang menikmati hidangan sambil bersenda gurau. Namun ketenangan itu tiba-tiba lenyap, ketika seorang laki- laki tersuruk-suruk masuk dengan tubuh berlumuran darah. Laki-laki itu menghampiri meja Saka Lintang.
"Hey!  Ada  apa?" pekik Saka Lintang  kaget.
'Teratai Putih...," laki-laki itu tidak meneruskan kalimatnya. Dia telah ambruk tak bernyawa.
Belum lagi hilang rasa terkejut, tiba-tiba dari pintu bermunculan orang-orang berpakaian serba putih dengan sulaman bunga teratai di dada. Bahkan beberapa orang muncul dari atas atap ruangan ini. Jumlah mereka semua tak lebih dari dua puluh orang.
Beberapa pengunjung segera berhamburan keluar menyelamatkan diri. Keadaan di kedai makan kian bembah panas dan tegang. Saka Lintang segera berdiri diikuri yang lainnya.
"Kalian datang langsung membuat onar. Apa maksud kalian?" dingin suara Saka Lintang. Matanya menatap tajam pada orang yang berdiri paling depan.
"Kami ingin menuntut balas atas kematian saudara-saudara kami!" sahut laki-laki yang berdiri paling depan.
'Pragola, kenapa bukan Pasopati saja yang datang ke sini?!" dengus Dewi Asmara Dara.

"Guruku terlalu suci berhadapan denganmu, perempuan liar!" sahut Pragola sinis.
Merah padam muka Dewi Asmara Dara. Bukan rahasia lagi kalau antara dia dengan Begawan Pasopati pernah terjadi hubungan asmara sekian puluh tahun yang lalu, waktu mereka masih remaja. Sekarang mereka bermusuhan. Dewi Asmara Dara yang dahulu bemama Sutiragen memang bukan gadis baik-baik.
Dalam usia yang masih belia, Sutiragen telah berpengalaman menghadapi laki-laki. Tentu saja Pasopati kecewa setelah mengetahui kelakuan Sutiragen. Pasopati sendiri telah kalap membunuh orang tua Sutiragen karena merasa ditipu. Kedua orang tua Sutiragen telah menjebaknya untuk menikahi Sutiragen yang kedapatan telah mengandung.
Dari peristiwa itulah bibit permusuhan tumbuh subur. Mereka telah bersumpah akan membabat habis semua keturunan masing-masing. Oleh sebab itulah mereka tidak menikah lagi sampai sekarang. Sutiragen sendiri makin liar, terlebih setelah dia mendapat gemblengan dari seorang pertapa tua yang sakti. Mungkin otaknya memang telah dirasuki iblis, Sutiragen yang semula berjanji akan hidup baik- baik, telah membunuh pertapa itu dengan licik setelah dia menguasai seluruh ilmunya.
"Bocah sombong! Kau tahu, dengan siapa kau berhadapan!" geram Dewi Asmara Dara.
"Nenek-nenek tak tahu diri yang merasa masih muda!" ejek Pragola.

Dewi Asmara Dara tidak dapat lagi menguasai amarahnya  yang memuncak  sampai ke  ubun-ubun. Dengan sigap dia melompat dan menerjang Pragola. Anak muda itu berkelit sedikit, bahkan melayangkan kakinya ke perut Dewi Asmara Dara.
"Monyet jelek!" rungut Dewi Asmara Dara sambil melentingkan tubuhnya menghindari tendangan lanjutan Pragola. Amarah yang meluap membuat Dewi Asmara Dara jadi lengah.
Meskipun masih muda, Pragola tidak dapat dianggap enteng. Ilmunya  sudah hampir menyamai gurunya sendiri. Dia memang masih memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyempurnakannya. Jurus-jurus Pragola sangat dahsyat dan sulit diterka arahnya, membuat lawan harus hati-hati mengha-dapinya.
Lawan yang dihadapi Pragola pun bukan tokoh sembarangan. Dia seorang tokoh tingkat tinggi yang sudah kenyang makan asam garam rimba persilatan. Pragola tahu siapa Dewi Asmara Dara. Oleh karena itu, dilayaninya lawan dengan tenang dan penuh perhitungan.
"Awas kepalamu!" teriak Dewi Asmara Dara.
Pragola tak mempedulikan peringatan lawannya. Tangannya yang dialiri tenaga dalam ditebaskan ke arah perut lawan. Dan memang benar, teriakan tadi hanya tipuan belaka. Justru sasaran sebenarnya adalah perut.
"Ih!"  Dewi  Asmara  Dara  terperanjat,  cepat- cepat ditarik tangannya.
Sungguh tak disangka kalau Pragola mengetahui gerak silatnya, sehingga  dapat ditebak arah mana yang dituju.  Belum hilang rasa herannya, tiba-tiba Pragola menyerang secara beruntun. Wanita ini makin terkesiap. Dengan cepat dilentingkan tubuhnya mundur satu tombak.

1. Pendekar Rajawali Sakti : Iblis Lembah TengkorakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang