BAGIAN 5

3.5K 89 0
                                    

Di lereng bukit Cubung, siang itu mendung. Awan hitam bergulung-gulung di angkasa menutupi cahaya matahari. Angin berhembus keras merontokkan dedaunan. Tampaknya sebentar lagi akan turun hujan lebat.
Keadaan  alam  yang  tak  menguntungkan  itu, tidak menghalangi seorang penunggang kuda untuk memacu dengan cepat melintasi lereng bukit Cubung. Penungggang kuda itu laki-laki tampan dan gagah. Dilihat dari dua buah pedang kembar di punggungnya, penunggang kuda itu tak lain dari Kala Srenggi.

"Berhenti...!"
Kala Srenggi terkejut mendengar bentakan yang keras. Seketika dia menarik tali kekang kudanya. Kuda hitam itu meringkik sambil mengangkat dua kaki depannya, lalu berhenti.
Kala Srenggi mengedarkan pandangannya. Tak ada  seorang  pun terlihat  di  sekitar  situ.  Kala Srenggi yakin pasti orang yang membentak itu mempunyai kepandaian yang tinggi. Segera dia waspada.
"Siapa pun adanya, keluar! Jangan seperti tikus busuk bersembunyi dalam got!" teriak Kala Srenggi dibarengi  penyaluran tenaga  dalam yang besar se- hingga menggema ke selumh bukit.
Begitu hebatnya tenaga dalam yang dimiliki Kala Srenggi, sehingga hembusan angin berhenti seketika. Matanya kembali beredar ke sekelilingnya.

"He he he..., ternyata Si Samber Nyawa hanya mengandalkan bacot!" terdengar suara ejekan menggema.
"Monyet  buntung!  Kalau  punya  nyali,  keluar!" Kala Srenggi panas.
"Sejak tadi aku di sini, Kala Srenggi."
Rasa terkejut Kala Srenggi bagai disengat ribuan tawon. Dia cepat melompat dari punggung kudanya. Entah dari mana datangnya, tiba-tiba telah berdiri seorang kakek di atas batu besar. Kala Srenggi tahu kalau kakek itu seorang tokoh sakti yang bernama Empu Danuraga, atau biasa dijuluki Si Gila Pembuat Pedang.
Empu Danuraga seorang tokoh tua yang sangat disegani. Meskipun sikap dan tingkat lakunya ugal- ugalan, tetapi dia termasuk tokoh aliran putih. Banyak tokoh hitam yang tunduk dan tewas di tangannya. Caranya berdiri di atas batu itu juga seperti bocah. Dia bertumpu pada sebatang pedang hitam jengat dan sebelah kakinya ditekuk bersilang.
"Ada urusan apa kau menghalangi jalanku, Kakek tua" tanya Kala Srenggi dingin.
"He he he..., aku hanya minta ditemani," sahut Empu Danuraga. Tangannya menimang-nimang pedang hitam, bagai menimang boneka.
"Aku tak sempat menemanimu. Ada urusan yang lebih penting!" Kala Srenggi melompat ke punggung kudanya.

Namun belum sempat duduk, tiba-tiba sepotong ranting kering meluncur cepat ke arahnya. Kala Srenggi dengan cepat berkelit. Dengan ujung jari, disentilnya ranting itu. Tubuh Kala Srenggi lalu bersalto di udara, kembali turun dengan manis.
"He  he  he..., Samber Nyawa ternyata bukan hanya nama kosohg," lagi-lagi Empu Danuraga mengejek.
"Empu gila!" bentak Kala Srenggi gusar. "Aku tidak ada urusan denganmu. Mengapa kau halangi jalanku?"
'Tidak ada urusan katamu? He he he.... Rupanya kau sudah pikun, Kala Srenggi. Aku sengaja meninggalkan gubukku untuk mencarimu. Kau berhutang nyawa pada cucuku!"
"Jangan mencari-cari perkara, Empu Danuraga.'
Aku tidak kenal dengan cucumu!" Empu Danuraga mendengus sambil menghentakkan pedang hitam nya ke atas batu. Dengan cepat dia melompat ke arah Kala Srenggi. Batu yang terkena hantaman pedang hitam tadi berderak, lalu hancur luluh seperti tepung. Kala Srenggi terperanjat melihat kehebatan kakek tua itu.
Kala  Srenggi  melihat  jelas  kalau  pedang  tadi hanya  dihentakkan  satu kali. Hentakannya pun biasa  saja, namun hasilnya sangat mengejutkan. Batu sebesar kerbau hancur jadi serpihan! Sungguh luar biasa  tenaga  dalam dan  pedang hitam Empu Danuraga. Tidak mustahil pedang hitam itu merupakan senjata pusaka ampuh dan dahsyat.
"Tiga tahun bukan waktu yang  lama, Kala Srenggi" dengus Empu Danuraga geram. "Apa kau sudah lupa dengan peristiwa tiga tahun yang lalu di Padepokan Banyu Larang?"

Tentu saja Kala Srenggi tidak lupa. Padepokan Banyu Larang adalah tempat pertama dia menunaikan tugas yang diberikan oleh Geti Ireng. Seluruh murid-murid di Padepokan itu dibabatnya, karena tidak bersedia mengakui Panji Tengkorak sebagai partai terbesar dan induk seluruh partai.
Ada seorang anak muda yang menjadi tamu di Padepokan Banyu Larang, terbunuh oleh Kala Srenggi.  Apakah pemuda  yang mencoba membunuhn ya  itu cucu  Empu Danuraga?  Dilihat dari jurus dan kesaktiannya, memang mirip dengan jurus silat Empu Danu raga.
"Kau membunuh seorang utusan pribadiku! Kau tahu, siapa  tamu yang kau bunuh di Padepokan Banyu Larang?" geram Empu Danuraga. Matanya tajam menatap Kala Srenggi.
"Aku tidak perduli siapa dia!" sahut Kala Srenggi getir.
"Dia cucuku!"
Kala Srenggi tak terkejut lagi. Sudah diduganya sejak semula kalau anak muda itu adalah cucu Empu Danuraga.
"Hutang pati bayar pati, hutang nyawa  bayar nyawa!" lanjut Empu Danuraga lalu bersiap-siap menyerang Kala Srenggi.
Kala Srenggi segera bersiap-siap pula. Dia sudah mendengar tentang kehebatan tokoh tua ini, maka dengan  segera  dicabut  pedang kembarnya.  Mata pedang yang keperakan itu bersinar menyilaukan tertimpa cahaya matahari yang telah kembali bersinar. Disilangkan kedua pedang di depan dada.

Kaki kanannya ditekuk ke depan sedikit. Itulah pembukaan  jurus  'Pedang Kembar'  Jurus  dahsyat yang jadi salah satu andalan Kala Srenggi.
"He he he...!" Empu Danuraga terkekeh melihat pembukaan jums 'Pedang Kembar'. "Mainan bocah ingusan jangan kau pamerkan di hadapanku."
"Rasakan pedang kembarku, kakek sinting!" Kala Srenggi segera menerjang dengan jurus-jurus ampuhnya.
Empu Danuraga terkekeh sambil berkelit sedikit ke kiri dan ke kanan, menghindari sabetan dan tusukan pedang kembar.
Jurus  'Pedang  Kembar'  yang  dimainkan  Kala Srenggi memang hebat. Gerakannya cepat sehingga bentuk pedangnya tidak nampak lagi. Yang terlihat hanya  seberkas  sinar  kembar  berkelebatan mengurun g Empu Danuraga. Namun begitu, Empu Danuraga tenang saja. Bahkan kedua kakinya tidak bergeser  sedikit  pun.  Suara  tawanya  terus terdengar.
"Setan tua!" Jangan katakan aku kejam jika kau mampus di uj ung pedangku!" dengus Kala Srenggi melihat lawannya hanya berkelit saja.
"Sudah kukatakan, pedangmu hanya mainan bocah ingusan!" ejek Empu Danuraga. Wut!
Kala Srenggi merobah serangannya. Kali ini digunakannya   jurus   'Dua   Mata   Pedang  Maut'. Jurus  ini  lebih  hebat  lagi.  Kala  Srenggi  bahkan hanya   terlihat   bayangannya  saja.   Melompat  ke segala  penjuru dengan  kedua  pedang menyambar-nyambar.

Trang!
Kali ini Empu Danuraga terpaksa menggunakan pedang hitamnya untuk menangkis serangan lawan. Dalam hati  dia  mengagumi  jurus-jurus  yang dimainkan Kala Srenggi. Pijaran api memercik ketika pedang mereka berbenturan.
Di pihak Kala Srenggi, dia juga mengakui kehebatan kakek ini. Tangannya selalu terasa kesemutan  jika  salah satu pedangnya  membentur pedang  Empu  Danuraga.  Tapi  berkat ketrampilannya memainkan dua pedang yang dibarengi pengerahan tenaga dalam, Kala Srenggi masih mampu melakukan serangan-serangan berbahaya.
Lima belas jurus telahberlalu. Belum ada seorang pun  kelihatan  terdesak.  Empu Danuraga sendiri sudah membuka serangan berbahaya dengan jurus-jurus   andalannya.   Kini   dua   puluh   j urus berlalu, namun belum juga ada yang terdesak.
Merasa tidak mungkinmengalahkanEmpu Danuraga dengan ilmu pedang, Kala Srenggi melompat ke luar pertarungan sejauh dua tombak. Segera kaki-nya melebar. Kedua tangannya menjulur ke atas. Kedua tangan itu pelan-pelan turun menekuk  sejajar  ketiak.  Kala  Srenggi  membuka 'Ajian Tapak Beracun'.

1. Pendekar Rajawali Sakti : Iblis Lembah TengkorakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang