[9]

5.8K 440 1
                                    

Kiara dan Rehan memutuskan untuk menginap di rumah Bunda karena terlalu malam jika pulang. Mereka akan pulang pagi-pagi karena Kiara tak membawa persiapan untuk mengajar besok. Awalnya Kiara menolak, ia ingin pulang walau hari sudah malam. Ia merasa rendah. Ia merasa tak punya muka untuk berhadapan dengan keluarga Rehan. Apalagi Bunda.

Ia kira Bunda akan menerima ia apa adanya, nyatanya ia malu punya menantu seperti Kiara. Ia masuk ke kamar Rehan dan langsung menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Ia menenggelamkan mukanya dan menahan sesak di dalam dadanya. Rehan pun mengikuti Kiara ketika ia sudah mengunci pintu kamar. "Ra?" Panggilnya. Kiara tak menjawab.

"Tante Wina emang gitu orangnya. Semua orang juga udah tau watak Tante Wina kayak gitu. Jangan diambil hati omongan Tante Wina."

Kiara menghapus air mata di pipinya yang entah kapan keluar. Ia pun mendongkak dan menatap Rehan, "Aku nggak ngerasa kesal atau pun marah sama perlakuan Tante Wina. Aku cuman kecewa sama Bunda. Aku emang bukan mantu yang baik tapi, aku nggak bisa diginiin, Han. Bunda bilang kalau aku harus nerima apa adanya kamu sebagai suami aku. Terus kenapa Bunda nggak nerima aku apa adanya buat jadi menantunya?"

Rehan menarik Kiara ke dalam pelukannya, ia menepuk-nepuk kepala Kiara lembut, kebiasaannya jika sedang menghadapi mood Kiara yang jelek.

"Maafin Bunda, Ra."

"Bunda nggak salah. Aku aja yang emang nggak bisa jadi menantu yang baik."

"Kamu udah ngelakun yang terbaik, Ra."

"Tapi aku nggak ngerasa kayak gitu, Han." Kiara pun melepaskan pelukan mereka. Ia tersenyum tipis lalu beranjak dan masuk ke kamar mandi, ia butuh mendinginkan otaknya.

***

Kiara Pratama : Fa
Syifauzia : ada apa penganten baru? Gimana? Udah hampir empat bulan lebih nikah, gimana perasaan kamu? Seneng kan punya suami?

Kiara memutar bola matanya membaca pesan balasan Syifa.

Syifa adalah sahabatnya yang lain selain Anin. Ia yang paling lurus diantara Kiara dan Anin. Syifa juga satu-satunya yang berani menikah di usia muda diantara mereka. Dia menikah bahkan sebelum lulus kuliah, saat ini saja umur anak pertamanya sudah beranjak dua tahun dan ia sedang hamil anak kedua.  Kiara rasa, Syifa adalah orang yang tepat untuk ia berkeluh kesah tentang rumah tangganya.

Ia melirik Rehan yang sedang berbaring di sampingnya. Lelaki itu tampak tenang, sebelum tidur Rehan sempat berkata bahwa ia benar-benar lelah hari ini. Sudah dua hari sejak kejadian di Rumah Bunda. Kiara belum lagi bertemu Bunda.Terakhir ia bertemu Bunda pun saat ia berpamitan akan pulang waktu itu. Saat di rasa Rehan tak akan tiba-tiba terbangun, ia pun kembali fokus pada ponselnya.

Kiara Pratama : lagi sibuk nggak?
Syifauzia : nggak sih. Aku juga lagi nungguin mas rizki pulang. Bete! Jam segini belum pulang
Kiara Pratama : lembur dia?
Syifauzia : iya, lembur. Bete deh, klo diomongin pasti bilangnya kerja demi istri dan anak
Kiara tersenyum, merasa senang ketika ada yang berkeluh kesah tentang rumah tangga juga.
Kiara Pratama : eh mau nanya, hubungan kamu sama keluarga mas rizki baik?
Syifauzia : alhamdulillah baik ;) kenapa? Ada masalah? Cerita aja
Kiara Pratama : awalnya gak ada masalah tapi aku skrng tau, Bunda Rehan nggak nerima aku baik sebagai mantunya. Aku bukan perempuan baik yang bisa jadi istri dan ibu yang baik, Fa. Aku juga bukan mantu idaman para orang tua.

Sebuah balasan dari Syifa masuk tepat ketika Rehan terbangun dan menatapnya yang masih duduk dengan ponsel di tangannya.

"Kenapa belum tidur?" Kata Rehan sambil mengucek matanya.

"Belum ngantuk." Kiara pun meletakan handphone nya di meja. Ia lalu menarik selimut dan berbaring menghadap Rehan, "Tidur lagi sana." Perintah Kiara sambil menutup mata Rehan dengan matanya.

Predestinasi | Seri Marital✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang