Sebelas

195 15 0
                                    

Jika udara sebegitunya membuatmu nyaman

Maka biarkan aku menjadi udaramu

Meski harus kau hirup lalu kau hempas berkali-kali, biarlah

***

Mata Bhanu tidak henti-hentinya menatap Anan. Bukan karena cinta, bukan. Belum sejauh itu. Hanya saja Bhanu merasa harus berbuat sesuatu dengan staff juteknya itu.

Saat ini perusahaan konsultan arsitektur milik Arya sedang melakukan presentasi mengenai rancangan yang akan mereka gunakan untuk membangun toko yang akan dibuka oleh kantor Anan di kota Malang.

Arya, sang CEO bahkan sampai turun tangan langsung yang menjelaskan di depan Bhanu dan timnya. Slide demi slide ditampilkan melalui layar proyektor di ruang meeting hotel. Dan sejak awal Arya berdiri di depan, Bhanu sadar bahwa Anan tidak meluputkan perhatiannya sedikit pun dari pria itu. Bahkan Anan tanpa sadar ikut berjengit ketika remote proyektor yang sedang dipegang Arya, meluncur turun dan jatuh menghempas lantai.

Seingat Bhanu, pesta pertunangan yang ia datangi beberapa saat lalu adalah antara Arya dan Nadya. Tapi kenapa ia merasa justru ikatan antara Arya dengan Anan lebih kuat dibandingkan dengan tunangannya sendiri.

Mungkin Anan pikir bisa membohongi orang lain tentang perasaannya. Tapi gadis itu salah. Bhanu tidak akan semudah itu dibohongi.

Menjadi pria idaman banyak wanita seolah membuat Bhanu menjadi lebih peka terhadap arti dari tatapan seorang wanita. Dia bisa tahu, mana tatapan wanita yang benar-benar menyukainya, atau hanya sekedar menggilai. Dia bisa membedakan mana tatapan yang benar-benar cinta atau hanya sekedar memuja.

Dan sayangnya Bhanu mendapatkan tatapan cinta penuh damba dari cara Anan memandangi Arya. Tatapan penuh pengharapan yang tidak terbalaskan. Sedih dan pedih namun bisa dengan apiknya bersembunyi.

Tiba-tiba ada secuil kemarahan meletup di hati Bhanu. Ia tahu Anan pasti sudah menyembunyikan perasaannya begitu lama, bahkan dari kakaknya sendiri, Nadya. Tapi entah kenapa, gadis itu lebih memilih bungkam dan lebih memilih mengalah daripada memperjuangkan hatinya.

"Untuk desain yang ini, nanti akan saya kirim via email ke Mba Anantari. Untuk bisa direview lebih lanjut dengan tim." Kata Arya begitu selesai presentasi.

Bhanu sadar, ini saatnya dia campur tangan.

"Nggak perlu, Pak Arya. Dikirim ke email saya aja." Kata Bhanu memotong, sebelum Arya benar-benar mengirimkan emailnya ke Anan.

Arya terlihat sedikit bingung. "Loh, tapi kan staff desain grafis-nya Mba Anan. Apa nggak sebaiknya~~"

"Enggak perlu, Pak. Nanti Anan juga pasti akan kirim ke saya, karna saya atasannya. Jadi untuk mempercepat proses, lebih baik langsung ke saya aja."

Sekalian mempercepat proses Anan ngelupain lo juga, Ar.

Bisa dirasakan Bhanu, Anan yang duduk dua bangku di sampingnya saat ini sedang menatapnya tajam. Tapi toh dia tidak peduli.

"Wooppss..." Agni menutup mulutnya, lalu memundurkan bangkunya pelan. Paham akan atmosfer yang sedang terjadi di hadapannya. Ia lalu beradu pandang dengan Faisal yang duduk persis di sebelah Bhanu, yang juga sama bingungnya.

"Oke, meeting hari ini selesai. Besok kita lanjut ke lokasi proyek ya." Ucap Bhanu kemudian. Penuh wibawa.

Arya masih memasang wajah penuh tanda tanya. Tidak biasanya, Bhanu Baskara, teman semasa kuliahnya, bersikap sebegitu perventif. Apalagi dilihatnya Bhanu langsung menggiring timnya, terutama Anan, untuk segera meninggalkan ruang meeting.

BayanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang