Awal Berjumpa.

141 11 2
                                    

Wanita itu, meringkuk di sudut balkon kamarnya.

Seperti sedang meratapi nasib— tatapannya kosong, tak tentu arah— sudah seperti mayat hidup.

Percayalah sayang...

Berpisah itu mudah...

Tak ada kamu dihidupku, aku mampuu...

Tubuhnya menegang, bangun dari posisi meringkuknya, mencari sumber suara.

Siapa yang nyanyi?  Batinnya.

Berjalan ke arah pagar balkon, lalu matanya mengarah ke bawah.

Disitu.  Orang itu. Batinnya lagi.

"Heh kamu yang bawa-bawa gitar, " Panggilnya pada orang itu.

Orang itu menengok ke arah atas—dengan raut muka bingung— menunjuk dirinya sendiri, seolah bertanya 'gue? '

Wanita itu mengangguk.  "Iya, kamu."

Orang itu, menghampiri, mendongakkan kepalanya keatas, menatap wanita yang kini menatapnya balik dengan wajah sendu.

"Ada apa?" Tanyanya pada wanita itu.

"Suara kamu bagus. Tapi aku gak suka kamu nyanyi lagu itu." Jelasnya.

"Kenapa?  Suka-suka gue elah." Balasnya malas.

"Kedengarannya menyakitkan."

"Itu lagu penghibur diri tau, biar dia yang ninggalin kita tau, kalo kita bisa hidup tanpa dia." Terangnya.

Wanita itu menggelengkan kepalanya. "Tidak untuk reff selanjutnya."

Orang itu diam. Dengan wajah tengah  berpikir, dia mencoba untuk mengingat kembali lirik dari lagu tersebut.

Lalu menyanyikannya.

Namun menghapuskan...

Semua kenangan kita...

Adalah hal yang paling menyulitkan untukku...

Setelah itu, selesai.

Hening menghampiri.

Orang itu membuka mulutnya, satu pertanyaan terlontar untuk wanita yang kini tengah menatapnya.

Mendongakkan kepalanya, dan bertanya.  "Lo lagi patah hati?" Wanita itu diam.

Lalu, mengangguk.

"Mau request lagu? Untung-untung sebagai permintaan maaf karena udah bikin lo jadi tambah sedih. " Ucapnya hati-hati.

Wanita itu tersenyum, tatapannya masih terarah ke orang itu.

"Namaku Meya, kamu siapa?" Tangannya terulur kedepan, walau dia tahu bahwa orang itu tak mungkin bisa menggapainya, karena mereka berada di beda lantai.

Orang itu, tersenyum. Tangannya juga terulur, walau dia juga tahu tak akan bisa menggapainya. "Nama gue, Romeo."

Tangan mereka turun secara bersamaan.

"Kenapa nama lo gak Juliet aja ya? Padahal posisi kita udah pas kayak Romeo dan Juliet?" Ucapnya yang di balas dengan dengusan geli oleh Meya.

"Beneran boleh request lagu kan?" Tanya Meya.

Romeo tertawa geli melihat Meya yang salah tingkah, lalu mengangguk.

"Terserah kamu mau nyanyiin aku lagu apa, tapi jangan yang sedih ya." Romeo tengah berpikir, lalu memulai pertunjukkannya. 

Sepanjang lagu terputar, Meya tak bisa menahan senyumnya, begitu pula dengan Romeo. Tatapannya terus mengarah ke Meya.

Dan Romeo berpikir,  kenapa dia begitu mudahnya menawarkan sesuatu yang membuang-buang waktu seperti ini untuk orang yang baru saja ditemuinya beberapa menit yang lalu.

Tanpa mereka ketahui, itu adalah sebuah awal pertemuan dari cerita baru yang baru saja dimulai.

🌜🌜🌜

New story, new readers.

SELAMAT MALAM, Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang