BAB 7

25 2 0
                                    

Nara mengetuk kepalanya berkali-kali, dia berharap dapat mengingat sesuatu yang sedari tadi memenuhi pikirannya. Nara sudah seperti setrika jika pikirannya bingung, berjalan bolak-balik dengan beberapa decakan kesal karena tidak kunjung mengingat sesuatu.

"Kak"

Nara berdecak kesal. "Apa Ro? Kakak lagi bingung, mending diem deh"

"Ada masalah ya kak?". Naro tetap bertanya meski dia tahu apa yang akan terjadi.

Nara memejamkan matanya sebentar." Gak papa, udah sana keluar! kakak mau sendiri"

Perintah Nara tidak bisa diganggu gugat jika sudah berbicara selembut itu. Mau tidak mau Naro harus keluar dari kamar milik kakaknya itu.

Kegiatan Nara tetap berlanjut, sesekali dirinya menghempaskan diri ke tempat tidur. Pikirannya entah kemana.

"Kenapa jadi mikirnya sampek sana sana sih?". Gerutu Nara.

Gea 💞

-Ge, sinilah main kerumah

Ngapain kecebong?

-Balapan makan duren, udah sini aja kenapa sih!

Iye, ngegas banget sih

Pikirannya kembali melayang-layang entah siapa yang sudah membuat pikirannya tidak karuan seperti sekarang.

"Kak, ada Gea tuh", Teriak Bunda sepertinya dari lantai bawah.

"Suruh ke kamar Bun", Jawab Nara dengan teriakan yang tak kalah dengan Bundanya.

Setelah tidak ada jawaban dari bundanya, terdengar bunyi pintu yang terbuka.

"Ra, ada apa sih? Sampek gue disuruh kesini ?" Gea sudah terduduk cantik di sofa depan kaca yang menghubungkan langsung ke balkon kamar Nara.

Nara mengangkat bahu acuh, "Gak tahu".

Seketika mata Gea membulat sempurna, sahabatnya satu ini memang perlu dibawa kerumah sakit.

Rumah sakit jiwa.

"Ge, sekolah kok sepi sih? kayak gak ada siapa gitu" Nara membuka suara dengan tatapan lurus kearah luar balkon.

Bukan menjawab Gea malah mengamati wajah Nara dengan seksama.

"Maksud lo?"

"Itu, kita aja kelas udah selalu dapet setiap pagi. Biasanya sering banget dapet pelajaran dilapangan gak kebagian kelas, tapi sekarang malah banyak banget kelas yang kosong"

Gea mengambil novel diatas meja nakas dan membuka lembar perlembar,"Nara, pastinya lo tahu tugas kita kalau udah dikelas 11 kan?"

"Kerja lapangan". Nara menatap bingung pada Gea.

"Iya, kakak kelas kerja lapangan setelah ujian bareng kita dulu". Gea masih setia membaca setiap kalimat dalam novel yang dipegangnya.

"Udah lama dong"

"Hampir selesai sih, mungkin kurang 2 mingguan. Habis ini juga udah ujian kenaikan"

Nara kembali memandang keluar kaca balkon.

Gea memutar tubuhnya untuk menghadap kearah Nara sepenuhnya, " Bentar, Ada angin apa lo tanya kakak kelas?".

"Enggak cuma pengen tahu aja" Nara menggidikkan bahu acuh dan kembali terfokus oleh pemandangan balkon kamarnya.

"Ra"

"hmm"

Gea memutar bola matanya malas, " Habis ini pasti ada adik kelas yaa"

"Oh iya, habis ini gue jadi kakak kelas dong", Nara nampak antusias dengan status barunya.

Cengiran khas yang keluar dari wajah Gea membuat Nara memasang wajah bingungnya.

"Kenapa sih?" tanya Nara.

Gea mengangkat bahunya acuh dan kembali fokus pada novel.

"NAROOOO!!!!"

Gea menutup telinganya rapat, " Berisik bego!"

"hehe maap kelepasan", cengiran Nara malah membuat Gea menggelengkan kepalanya pelan.

Sang empu yang mempunyai nama langsung muncul dibalik pintu.

"Ngapain?"

"Apanya?"

Naro menepuk dahinya pelan.

"Ngapain kakak panggil aku?" Jelas Naro.

"Sejak kapan lo pakek bahasa aku-kamu?" , Nara membuat senyum jahilnya pada Naro.

"Cerewet, ngapain sih?"

"Ge, gue ngapain sih manggil Naro tadi?", Nara malah bertanya pada Gea.

"Gue buang juga lu", Naro yang sudah kesal ingin meninggalkan kamar kakaknya.

"TUNGGU!" ucap Nara dan Gea bersamaan.

Naro memutar bola matanya malas, " Apa?" .

"Mau daftar sekolah mana?", tanya Nara sambil menarik masuk sang adik.

"Kenapa emang?", Naro sedikir bingung kenapa kakaknya tiba tiba bertanya hal ini.

"Gak papa tanya aja sih"

"Sekolah kakak" , Naro mencomot kentang goreng milik kakaknya.

"Beneran?", Tanya Gea antusias.

Naro menganggukan kepalanya dan berjalan menghampiri Nara, memeluk kakaknya dari samping.

"Gue gak mau kakakku tersayang ini disakiti sama orang lain. Meskipun itu Kak Ge, aku gak bakal segan segan buat kasih perhitungan!" , Naro mengacak rambut depan Nara dan berlalu keluar kamar.

"Kapan gue punya adik kayak dia?" , Gea mendongak keatas dengan novel dipelukannya, berkhayal akan adiknya yang tumbuh seperti Naro.

"Berarti lo habis ini gak naik angkutan umum lagi dong,Ra?", Tanya Gea tiba-tiba.

"Kalau bareng aja pulang dan perginya" , Jawab Nara.

"Ra, kalau gue jadian sama Naro, lo setuju gak?"

Kali ini mata Nara benar- benar membulat sempurna, pandangannya seolah berkata ' lo serius' .

"Bercanda Nara" , Tawa Gea langsung pecah melihat muka cengo dari Nara.

Satu bantal sudah melayang tepat diwajah Gea dan disusul tawanya yang terhenti.

"Gue kira beneran oncom emang!" , Nara menghempaskan badanya ketempat tidur bergambar tokoh kartun kuning tersebut.

Gea tetap nyaman dengan posisinya, tentunya dengan novel ditangannya.

Nara memejamkan matanya berharap pikiran pikiran yang sedari tadi mengganggunya dapat hilang, namun yang diperoleh Nara malah bayangannya semakin nyata.

.......

Si LimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang