Hampir tiga bulan lamanya Yunho tinggal di rumah Jaejoong, walaupun hampir setiap hari guru cantiknya itu mengusirnya, namun Yunho tidak peduli dan menganggap apa yang dikatakan oleh Jaejoong sebagai angin lalu saja. Yunho tahu Jaejoong tidak sungguh-sunggung mengusirnya. Mana tega Jaejoong mengusir Yunho dan membiarkannya menjadi gelandangan, walaupun sebenarnya Yunho sendiri mampu menyewa sebuah apartemen ataupun membelinya bila mau. Tapi rumah Jaejoong lebih menyenangkan daripada istana sekalipun.
Bukan hanya Yunho yang membuat Jaejoong repot. Jung Changmin pun setiap hari selalu mampir ke rumahnya untuk makan. Tidak jarang Changmin menginap karena kelelahan sehabis belajar bersama Yunho. Keduanya mulai menghadapi ujian akhir semenjak minggu lalu. Dan bila kedua bersaudara itu belajar sampai larut malam, Jaejoong harus merelakan waktu istirahatnya untuk membantu mereka belajar atau sekedar membuatkan cemilan.
"Besok adalah hari terakhir ujian. Setelah lulus universitas mana yang akan menjadi tujuanmu?" tanya Jaejoong sembari menguap lebar karena waktu memang sudah menunjukkan tanda-tanda tengah malam.
"Universitas mana saja bagiku tidak masalah asal kau mau menjadi istriku."
Jaejoong menepuk pelan kepala Yunho, "Belajarlah yang rajin dan temukanlah gadis yang baik di universitas nanti." Ucap Jaejoong sembari memejamkan kedua matanya akibat kantuk yang tiba-tiba saja menyergapnya.
"Aku tidak mau orang lain selain kau, Boo...." Yunho tersenyum melihat wajah kelelahan Jaejoong. Sudah banyak yang Jaejoong lakukan demi dirinya dan Changmin selama ini, dan semua itu membuat Yunho semakin mencintai namja cantik itu, "Kau adalah orang yang berharga untukku...."
Yunho menutup buku pelajaran yang besok akan diujikan, kemudian mengangkat tubuh Jaejoong yang sudah jatuh lebih dalam lagi pada lembah mimpinya. Dengan hati-hati Yunho berjalan menuju kamar Jaejoong, menidurkan malaikat cantiknya di atas ranjang berhiaskan sprei berwarna aquamarine dengan motif gajah-gajah kecil di atas permukaannya, ranjang yang pernah Yunho tiduri sekali ketika pertama kali datang ke apartemen Jaejoong. Yunho memutuskan tidur di sofa daripada harus melihat Jaejoong meringis kesakitan akibat persendiannya ngilu.
"Jaljayo, Boo...."
.
.
Yunho dan Changmin hanya bisa diam menatap namja dewasa yang duduk tenang di hadapan mereka. Namja yang berjasa pada kelahiran mereka, namja yang seharusnya mereka panggil ayah namun sikapnya sama sekali tidak mencerminkan sosok seorang ayah yang bisa dihormati dan menjadi panutan anak-anaknya.
"Setelah ini kalian akan melanjutkan study di Amerika...." ucap namja yang memakai jas berwarna abu-abu itu tenang, "Dan kau Jung Yunho, kau harus pulang ke rumah! Mau sampai kapan kau akan menumpang di rumah gurumu? Kau membuatku malu!"
Yunho diam. Bukan karena takut tapi lebih karena malas mendengar perkataan namja serupa dirinya itu. Mana ada orang tua yang menemui anaknya usai ujian di kantin sekolah? Bukankah harusnya tugas orang tua mendukung, menemani dan memberikan semangat bagi anak-anaknya yang sedang menghadapi ujian?
Memang....
Tapi sayang Yunho dan Changmin tidak bisa mendapatkan hal seperti itu dari orang tuanya sendiri.
"Aku juga malu terlahir sebagai seorang Jung...." ucap Yunho sebelum beranjak pergi. Hatinya berdenyut sakit, pikirannya kalut. Kedatangan ayahnya benar-benar membuat Yunho kesal dan marah.
"Appaaa...."lirih Changmin pelan sembari menatap nanar punggung Yunho yang semakin menjauh. Namja jangkung itu berdiri dari duduknya, membungkuk hormat pada ayah biologis sekaligus ayah kandungnya itu sebelum berlari mengejar Yunho, hyung yang dipanggil dan dianggapnya sebagai Appanya.