SUZY
"Tersenyumlah, sayang."
Aku merasakan satu tangan Ibuku menyenggolku secara beruntun, bibirnya tetap menyunggingkan senyuman kepada Paman David dan...uh, Myungsoo—Ya ampun, untuk menyebutkan namanya saja aku masih susah payah—sedangkan ia berbisik kearahku. Menyuruhku untuk tersenyum.
Ibuku benar-benar. Seolah tidak cukup dengan hal yang terjadi malam ini serta hal memalukan yang merusak ego ku karena tadi saat kami berdiri di depan apartemen elite yang roboh itu Ibu dengan menggebu-gebu bertanya apakah aku dan Myungsoo saling mengenal—dan kalian pasti tahu apa kelanjutannya—Ibu malah menyuruhku tersenyum kepada mereka. Apa coba maksudnya? Padahal, kedua pria berbeda umur itu sama sekali tidak peduli akan senyumanku, karena mereka sibuk mengobrol dengan Ayahku. Eug... Lebih tepatnya Paman David yang mengobrol. Sedangkan laki-laki itu...
Omo! Kenapa dia tidak berhenti melemparkan pandangan kepadaku? Sialan... Dengan wajah panas, aku langsung memalingkan pandanganku secepat kilat.
Tanganku mulai bergerak random menekan tombol pada HP-ku dan membuka galeri foto-platform KTalk-galeri foto-SNS-platform KTalk—sambil memikirkan apakah ada hal aneh di wajahku sehingga membuat Myungsoo terus menatapku dengan mata tajamnya.
"Setidaknya, Myungsoo saja yang tinggal disini sementara waktu kalau kau hendak menyusul Sooyeon di Roma."
What? Oh no! Jangan iyakan, paman... Jangan!
"Anak ini selalu mengumpulkan temannya. Dia akan merepotkan kalian jika tinggal disini." Ujar Paman David.
Ya! Benar! Dia akan merepotkan kami jika tinggal di—
"Oh, aku malah senang jika Myungsoo disini. Kau tahu, Suzy sama sekali tidak pernah mengadakan pesta, atau mengajak banyak teman ke rumah. Hanya dua orang yang sering kerumah ini. Aku sering kesepian." timpal Ibu dengan mendesah.
—disini. Ck, kenapa orang tua selalu membanding-bandingkan anak mereka dengan anak orang lain?
Menghela napas jengah, aku segera menatap Ibuku dengan pandangan satir, "Lagipula Ibu senang mengajak temanmu kemari. Kau tidak pernah kesepian."
"Beda, sayang. Jika Myungsoo tinggal disini, aku seperti memiliki anak laki-laki. Dan, memiliki anak laki-laki lebih menyenangkan dari pada anak perempuan karena pertemanan mereka lebih luas."
Jadi, dengan kata lain Ibu sedang mengatakan kalau memiliki anak sepertiku tidak menyenangkan, bukan begitu? Ya Tuhan, ampunilah aku jika mengumpati Ibuku sendiri.
"Aku tinggal di Hotel saja."
Suara berat Myungsoo membuatku langsung menolehkan kepala. Manik mataku menatap penuh binar kepada laki-laki itu. Oh tuhan, aku tidak menyangka dia akan menolak secepat ini. Asik!
"Dan menghabiskan uang keluargamu?" Suara Ibu kembali terdengar menginterupsi, kepalanya kemudian menoleh dengan gerakan terkoordinir kearah Paman David yang duduk berhadapan dengan Ayah. "Oh tuhan, bukankah pengerjaan rumah baru kalian akan selesai saat memasuki musim semi ini? Dua bulan lagi? Kenapa tidak disini saja? Aiyah, aku tidak mau menganggap kalian sahabat lagi kalau Myungsoo tidak tinggal di rumah kami." Ibuku melanjutkan, bibirnya yang dipoles lipstick merah merona memberucut, maju sekitar beberapa senti.
Dan, seakan turut mengamini kata-kata Ibu, Ayah berkomentar sama, "Kataku, Myungsoo disini saja selagi kau menyusul Sooyeon dan mengurus perihal bisnismu disana. Sekalian Aku membantu Myungsoo mengurus asuransi apartemen kalian, kenapa uangnya tidak kau berikan saja untuk tambahan uang bulanan anakmu, David? Atau, membeli mobil baru karena mobilnya rusak akibat tertimbun reruntuhan gedung, kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Brown Dwarf
أدب الهواة[SUDAH TERBIT] Katanya, "Semua anak perempuan di sekolah akan membunuhmu jika tahu kau dan Aku tinggal bersama." Itu benar. Aku bisa dengan yakin memberikan ceklis pada ungkapannya itu. Tapi, oh ayolah ada yang lebih mengerikan dari kalimat diatas...