Cahaya
Kepadamu yang membaca tulisan ini,
Aku telah mengumpulkan waktu pada kantong-kantong usia.
Memelihara kasih dengan sepenuh hati,
Aku hanya ingin kau bisa merasakannya, hingga luntur sesaat saja egomu.
Terlalu banyak pertanyaan yang hadir di kepalaku.
Termasuk tentangmu yang menyelinap melalui angin yang berbisik pada telinga kananku yang meredup.
Kita sudah cukup lama saling mengenal,
Namun pertanyaan itu selalu datang, "untuk apa kita hidup?", "untuk apa kita mengenal?", hingga "mengapa aku mencintaimu?"
Kau telah jadi bagian dalam pertanyaan-pertanyaan itu, yang jelas kita hanya bisa tahu setelah kita mati.
Aku punya banyak harap dalam genggaman— termasuk menggenggam tanganmu lebih lama.
Bunga yang kau simpan itu sudah pernah layu, kau menangisinya di dalam ruangan, aku tahu hatimu.
Jangan buang lagi air matamu ke dalam selokan, ia tak akan perduli.
karena mungkin saja aku juga sudah tak mampu menjadi sandaran.
Aku sibuk mencari jawaban tentang segala tanya yang ada di kepalaku, buku demi buku yang aku baca, dan beberapa tulisanku adalah medianya.
Kita hanya bisa berharap, dan itu yang selalu aku lakukan.
bercanda denganmu, memelihara kucing-kucing yang lucu, dan menemaniku menulis puisi kamar untuk mencari jawaban.
Ya, aku tahu Tuhan sangat sibuk.
mungkin do'aku tertumpuk dengan file do'a orang lain.
Entah aku sangat melankolis pukul 3 pagi ini, kau tahu itu aku bermasalah dengan emosi, sedih yang berlebihan, amarah yang berlebihan, dan bahagia yang berlebihan.
Sudahlah, aku semakin tidak tega melihat jarum jam keliling lingkaran.
Akan aku pejamkan mata agar ia tak malu lagi untuk beristirahat.
Ini saatnya kau tidur juga Cahaya.
Selatan, 18.
YOU ARE READING
KAMAR.
PoetryKumpulan Puisi Kamar Karya Pujo Warsito Tidak ada yang perlu diterangkan, puisi kamar hanyalah kata-kata yang tersembunyi di remang-remang kamar kala kau terlelap.