TIGA. DIA

22K 885 22
                                    

Mulmed diatas itu Arkan
Lirikan aa mah bikin dedek deg deg seeerrrr😂

________________

CLARISSA KAMU MENCINTAINYA.

Kata kata itu terus terngiang di pikiran lelaki berperawakan tampan berusia 25 tahunan tersebut.

3 kata sederhana tapi begitu mempunyai makna berarti baginya, setelah ayahnya bicara hal tadi ia belum sempat menjawab karena pembicaraan serius mereka terganggu oleh kehadiran 2 orang wanita tercantik di kehidupan mereka.

Sekarang Andre hanya bisa termenung di balkon kamar bernuansa putih tersebut setelah sampai dirumah sekitar 15 menit yang lalu.

Tapi.

Bagaimana ayahnya bisa mengetahui tentang perasaannya kepada adik angkatnya itu, meskipun mereka tidak ada ikatan darah sama sekali. Dari cara bicara ayahnya mengenai hatinya, seperti beliau tidak marah ataupun melarang dirinya untuk mencintai Clarissa.

Ah. Kapan Clarissa mau menerima cintanya. Batinnya galau.

Benar kata Toni ayahnya ia harus bisa berjuang, dan melangkah maju bukan mundur. Clarissa pantas mendapatkan lelaki yang bisa menjaga dan melindungi dirinya dan Raka dan orang itu adalah Dia. Maka dari itu Andre akan meyakinkan lagi lagi dan lagi kepada wanita itu.

Tok tok tok.

Bunyi pintu kamar yang di ketuk dari luar membuat ia tersadar dari lamunannya.
Ia pun melangkah kearah pintu kamar, wajah wanita paruh baya  asisten rumah tangga dirumahnya terpampang dengan senyum hangat menyapanya.

“Maaf Mas Andre mbok mengganggu.” Ujar Mbok Wati hati-hati.
Andre tersenyum menanggapi, “Tidak apa-apa Mbok. Ada apa ya Mbok."

“Oh anu. Mbok cuma mau kasih tau. Makan siang sudah siap Mas Andre.” Jelasnya.
Andre mengangguk mengerti.

“Ya sudah Mbok turun duluan aja. Saya mau ganti baju dulu.”

Mbok Wati pun beranjak pergi kembali ke lantai bawah rumah lumayan megah ini, sedangkan Andre kembali masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri.

***

Di waktu yang sama di lain tempat. Cafe Coffee Theory.

Suasana siang itu begitu panas diluar sana, matahari bersinar cukup terik dan hal itu tidak membuat kafe bernuasa modern tersebut sepi pengunjung.

Seperti sekarang wanita cantik berambut panjang yang di gulung keatas memperlihatkan leher putihnya yang jenjang, serta polesan make up natural di wajahnya menambah kesan manis dan pasti tidak ada yang menyangka jika ia adalah seorang ibu beranak satu. Kini wanita cantik itu memakai kemeja hitam lengan pendek dan celana panjang hitam tidak lupa apron abu-abu yang melilit di pinggangnya. Ia terlihat sibuk mondar mandir melayani pengunjung siang itu.

“Cla. Tolong antar pesanan meja nomor 10.” perintah salah satu barista minuman disana. Membuat Clarissa segera menghampiri dan mengambil pesanan tersebut.

Ia berjalan hati-hati menuju meja tamu.

“Permisi Mbak Mas ini pesanannya.” ucapnya sopan saat sudah sampai di sana, tidak lupa Clarissa meletakkan pesanan mereka di atas meja dengan sangat hati-hati.

Dua orang yang sedang asyik bercengkrama menoleh lalu tersenyum ketika melihat makanan dan minuman mereka sudah datang, tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Clarissa dibalas senyum sopan seraya menunduk.

“Gila rame banget Cla.” Keluh Bella ketika ia sudah berdiri di depan counter sebelah sahabatnya itu sambil menunggu orderan jadi.

Clarissa menggeleng pelan, “Namanya juga sekarang jam makan siang Bel. Wajar aja kalau rame.”

“ Perasaan bukan jam makan siang juga rame Cla. Huft heran aku kok nggak pernah sepi ya ini cafe.” Berengut wanita berambut sebahu tersebut.

“Hush. Kamu kalo ngomong jangan sembarangan atuh Bel. Omongan itu doa loh.” Ucap Clarissa memperingatinya sahabatnya itu.

“Lagi pula Bel. Kalau kafe ini sepi bangkrut dong nanti. Terus nasib kita gimana.” Lanjutnya setengah bernada canda.

Bella menyengir memamerkan deretan giginya malu.

“Hehe. Maaf Cla.”

Bunyi suara lonceng terdengar membuat keduanya menoleh ke arah pintu masuk.

Di depan pintu masuk kafe sudag ada sekitar 3 cowok berperawakan tinggi, mereka mengenakan kemeja formal seperti pegawai kantoran.

Keduanya yang kebetulan melirik ke arah pintu sedikit terpana karena ketampanan mereka mampu mengikat kaum hawa yang melihatnya. Clarissa yang tersadar lebih dahulu berdehem kecil mengembalikan ekspresi wajahnya agar telihat biasa saja, sedangkan sahabat masih sibuk melihat dengan mulut sedikit terbuka.

Ia pun akhirnya menyenggol lengan Bella berusaha menyadarkan sahabatnya itu dan berhasil karena Bella terlihat mengerjapkan matanya beberapa kali kearahnya.

“ Sana Bel. Kamu layanin tamu itu.” Ujarnya dengan nada menggoda.

“Pesanan aku sudah siap. Aku mau anterin minuman ini dulu. Semangat ya.” Lanjutnya sambil mengedipkan mata.

Clarissa berjalan kearah lain, sedangkan Bella perempuan itu juga  mulai menghampiri 3 tamu pria yang masih berdiri terlihat kebingungan.

“Ada yang bisa kami bantu Mas.” tanya Bella sopan dengan jantung dag dig dug.

“Oh iya kita mau cari tempat yang enak spotnya dimana ya.” Ujar lelaki berkacamata di antara mereka.

“Di lantai 2 ada Mas tapi maaf sudah penuh. Kalau di lantai 1 ada juga Mas dekat pojokan sana. Gimana Mas. Pemandangannya juga bagus kok Mas.” Papar Bella menjelaskan.

“Kira-kira untuk berapa orang ya Mas?” Lanjut Bella bertanya.

“Buat 4 orang aja Mbak. Teman kita satu lagi nyusul dia masih terima telpon diluar.” Bella mengangguk mengerti kemudian mengantar ketiga lelaki tampan tadi menuju meja mereka.

Clarissa tersenyum dari jauh melihat gerak gerik sahabatnya, ketika bunyi lonceng pintu kembali terdengar ia pun menoleh refleks. Senyum Clarissa hilang total berganti dengan mata yang mulai memerah, tangannya sedikit berkeringat dingin memandang sosok yang masih berdiri di ambang pintu.

Itu dia. Batinnya syok.

Ketika cowok itu berjalan kearah meja yang ada Bella disana, Clarissa merunduk membuang pandangannya.

Sosok itu masih sama. Tampan. Rambut hitam legam nya sama seperti milik Raka putranya.

“Cla. Kamu kenapa?” Tanya Adam salah satu barista coffe disana.

“Apa Dam.”

“Kamu kenapa. Sakit?” Clarissa menggeleng kepalanya pelan, ketika hendak bersuara lagi seruan Bella mengintrupsi mereka.

“Gila gila gila mereka ganteng-ganteng banget. Sumpah.” Pekik Bella.

“Cla kamu mau aku kenalin. Tadi mereka ajak aku kenalan. Sumpah orangnya seru-seru loh Cla.” Ucapan antusias Bella tidak di gubris sama sekali oleh Clarissa, wanita itu hanya diam sedangkan Adam mendengus keras.

“Ish. Cla kok kamu diam aja sih.” Cebik Bella berenggut.

“Maaf Bel aku lagi kepikiran Raka." Elaknya asal.

“Ah aku jadi kangen Raka keponakkan aku yang ganteng itu. Kamu tahu Cla. Aku yakin kalau Raka besar nanti pasti banyak yang antri buat jadi pacarnya. Ck ck ck. Kamu harus extra jagainnya ya Cla.”

Clarissa hanya membalas dengan anggukan pelan disertai kekehan paksa. Dari ekor matanya Clarissa  melirik tempat dimana sosok itu berada.

“Aduh sial banget. Perut aku sakit lagi. Cla aku ketoilet dulu ya.” katanya sedetik kemudian hilang secepat kilat.

Clarissa ingin sekali tertawa melihat tingkah Bella tadi, tapi ia tidak bisa pikiran nya sedang kacau saat ini.

“Cla. Bisa anterin ini ke meja nomor15.” Suara Adam menyadarkannya dari melamunnya.

“Hah. Oh iya Dam.”

Sedetik setelahnya ia tersadar. Jika itu merupakan pesanan dari meja sosok itu.

“Mmm Dam boleh yang lain aja anterin tidak.” Pintanya membuat kening Adam mengkerut.

“Loh kenapa Cla. Kamu kenal mereka?”.

Clarissa menggeleng ragu.

“Iya sudah aku aja yang antar Dam.” Dari nada bicaranya terdengar pasrah. Adam hanya menatap bingung wanita cantik di depannya lalu kembali membuat orderan baru yang datang.

Clarissa menghela napas berulang kali saat berjalan menuju meja tersebut.

“Permisi Mas ini pesanannya.” Ucapnya sangat pelan nyaris seperti berbisik.
Tiga orang yang melihat menaikkan alisnya keatas.

“Oh iya Mbak makasih ya.” Clarissa hanya mengangguk serta tersenyum tipis.
Sosok itu tidak pernah berubah sedikit pun, ia masih saja cuek akan sekitarnya. Tapi dalam hati Clarissa bernapas lega karena sosok itu kini sedang sibuk dengan ponselnya jadi tidak melihat dirinya.

“Bella nya kemana ya Mbak--.” Ucap salah satu dari mereka, wajah nya terlihat orang yang mudah bergaul.

“Clarissa.” Jawabnya pelan berharap lelaki yang duduk di pojokan sana tidak mendengar.

“Wah namanya cantik seperti orangnya.” Goda salah satunya dibalas hanya ucapan terimakasih dari Clarissa biasa tanpa tersipu malu, sedangkan teman-teman yang lain sudah menggeleng kepala heran.

“Ohya kalau boleh tahu umur kamu berapa?” Tanyanya lagi membuat Clarissa mulai sedikit risih.
“19 Mas.”

“Maaf Mas saya permisi dulu. Selamat menikmati hidangannya.” Lanjutnya lalu berbalik badan dengan terburu-buru.

Dalam sekejap wanita itu sudah hilang dari pandangan, membuat pria tadi mendengus sebal sedangkan teman-temannya tertawa geli.

“Haha kasihan banget. Ternyata pesona seorang Bramantyo Hans nggak mempan sama cewek tadi.” Ejek Ryan si cowok berkacamata.

“Sialan lo.” Geramnya melempar kentang goreng kearah Ryan.

“Anji*g Bram. Jorok lo.” Kesal Ryan tersungut.

“Bodo.” Balas Bram Bram tadi cuek. Ryan mendengus kesal. Ia membersihkan kemejanya yang sedikit terkena minyak dari kentang goreeng tadi.

“Eh tapi cewek tadi cantik juga ya. Padahal cantik. Kenapa mau aja jadi pelayan disini?” Seru Lucky cowok berambut pirang yang di duduk di samping Ryan.
Baik Ryan dan Bram hanya mengedikkan bahu.

“Arkan lo diam aja. Komen dong Bro.” Cibir Bram heran dengan sahabatnya yang satu ini.

“Komen apaan. Kalian kan yang bahas dia bukan gue.” Jawab cowok berperawakan tinggi dengan tatanan rambut side cut rapi tersebut tanpa pikir panjang dengan tangan yang masih sibuk menggulir layar ponselnya.

“Lah iya emang kita yang bahas Ar. Tapi masa lo enggak kegoda sedikit aja gitu Ar. Cewek tadi cantik loh.” Heran Bram lagi tanpa tahu jika sahabatnya itu sudah _____.

Lelaki bernama lengkap Arkan Pramudya Angkasa si CEO muda perusahaan bidang property tersebut hanya menggedikkan bahu acuh kemudian memasukkan ponselnya ke dalam saku baju. Ia memandang sahabat-sahabatnya datar kemudian mengedikkan kepala melihat arah pelayan tadi pergi sekilas.
Selanjutnya tidak ada pembahasan lagi tentang si ‘pelayan cantik’, karena mereka sudah mulai makan meski sesekali mengobrol dan itu hanya sekedar masalah kerja saja.

Di tempat yang sama, Clarissa bersandar dibalik dinding toilet. Ia terlihat menghela napas panjang berkali-kali seperti habis melihat hantu.

Beruntung lelaki tadi tidak melihatnya, kalau tidak Clarissa sendiri tidak tahu harus berbuat apa. Ketika mereka bertatap muka.
Arkan. Nama dan orang itu masih sama seperti terakhir kali bertemu. Clarissa melihay jam di pergelangan tangannya.

Pukul 13.00 jam Raka pulang sekolah. Pikirnya.

Tangannya merogoh saku celana ia mengambil ponsel lama miliknya, Clarissa menggulir nama nama yang tertera di ponsel lipat jadul miliknya.
Sedetik kemudian wanita itu mendial nomor tujuannya. Nada sambung terhubung, tidak lama berselang suara wanita paruh baya terdengar dari ujung telepon.

“Halo Ma. Mama dimana. Ya. Oh. Ya. Oke. Makasih Ma. Ya Ma. Assalammualaikum.”

Tut.

Sambunganpun terputus. Perasaan wanita itu sedikit lega setelah memastikan putranya sudah dijemput sang ibu.

Clarissa masih bersandar di dinding pembatas toilet antara bilik laki-laki dan perempuan. Dirinya bahkan tidak menyadari jika ada derap langkah kaki berbalut sepatu pantopel yang bergesekan dengan lantai berjalan mendekat kearahnya.

“Clarissa.” panggil orang itu.

Clarissa terkesiap, matanya terbelalak melihat sepasang sepatu pantopel hitam berhenti tepat dihadapannya. Detak jantungnya mendadak berpacu dengan begitu cepat. Clarissa menahan napasnya. Sebelum akhirnya ia mendongak dan terkejut melihat siapa sosok pemilik sepatu
itu.

“KAMU.”



















CLARISSA  (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang