[Chapter 6]

601 62 12
                                    

어느 틈에놓쳐버린 걸까

I wonder when you threw me out

***

Eunwoo terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Punggung tangan kirinya berbalut infus yang terus menetes deras sejak semalam. Wajah tampannya nampak pucat, berhias nasal kanula di hidung mancungnya.

Sudah empat puluh delapan jam sejak hari ulang tahunnya. Dan namja itu masih dengan nyamannya menutup mata dan bungkam. Tanpa tau ributnya orang-orang terdekatnya setelah pagi itu.

Eunwoo yang mendapatkan hadiah kejutan –dari Sinb– sebuah kotak berisi kenangan masa lalu yang hilang dari otaknya langsung membuatnya berteriak kesakitan. Sinb kalap, tentu saja. Saat ayah dan ibu Cha datang, saat itulah kesadaran Eunwoo hilang.

Dan mengetahui Sinb yang membawa barang pandora itu pada Eunwoo, ibunya marah. Menaikkan nada bicara hingga melarang Sinb untuk menemui anaknya apapun alasannya. Karena memang hal fatal lah yang terjadi. Sudah dua hari, dan Eunwoo belum juga bangun. Membuat ayah dan ibunya ketakutan, seperti bertahun-tahun yang lalu.

Seseorang terlihat memasuki ruang rawat Eunwoo yang dingin dan sunyi. Mendudukan diri di pinggir ranjang. Lalu tangan besarnya tergerak menggenggam tangan Eunwoo yang bebas. Merematnya pelan dan semakin erat.

"Hyung, kata appa dan eomma ini hanya menyusahkannya, tapi kupikir itu yang kau mau," ucapnya parau. Tangannya yang bebas terangkat mengusap air yang mengalir turun tanpa malu.

"Aku bawakan Yerin nuna, setelah itu kau harus bangun ne hyung?" sambungnya. Cha Sanha yang ceria dan hiperaktif tengah hilang saat ini. Ia sedang sedih, sangat. Dan ketakutan mengenai kondisi hyung kesayanagannya. Ia berjanji dengan dirinya sendiri akan melakukan banyak hal semampunya untuk membantu hyungnya sembuh.

***

Gadis chubby itu masih dalam keadaan yang sama sejak setengah jam yang lalu. Menerawang jauh menatap hamparan langit hampa berhias mendung kelam. Surai pirangnya sesekali menari terhembus angin musim dingin. Bodoh memang, Seoul sedang dalam cuaca ekstrim tapi gadis ini dengan bodohnya berdiam di balkon. Meski berbalut mantel tebal, kakinya hanya berlapis kaus kaki karena seragam sekolahnya.

"Sinb nuna," gadis itu berjengat kaget, menoleh dan mendapati namja berseragam sama dengannya. Sinb berbalik dan tersenyum simpul.

"Ada apa Sanha-ya? Kau tidak masuk kelas?" Sinb mengikuti langkah Sanha yang mendudukkan dirinya di kursi, dan berhadapan dengannya.

"Aniya, hanya ingin kesini dan ternyata ada nuna," Sinb hanya tersenyum simpul mendengarnya. Merasa sedikit terhibur dengan kehadiran Sanha yang pasti sebentar lagi akan bertingkah konyol dan membuatnya tertawa.

"Nuna, apa nuna bisa relakan Eunwoo hyung?"

Deg

"Aku..tidak paham Sanha. Relakan Eunwoo untuk apa?" gadis itu sedikit tersentak mendengar ucapan atau mungkin permintaan adik kekasihnya itu.

"Nuna sudah membuka pandora Eunwoo hyung. Dan aku akan membawa Yerin nuna untuk hyung," Sanha menatap lekat iris Sinb yang mulai berkaca-kaca. Sinb sendiri tidak percaya, Sanha datang dengan permintaan besar dan hampir tidak mungkin ia lakukan.

"Tapi Sanha-ya," Sanha memejamkan matanya mendengar suara bergetar Sinb.

"Mian nuna, aku tetap akan membawa Yerin nuna. Aku tidak bisa membiarkan Eunwoo hyung terus menderita seperti ini," putus Sanha berlalu meninggalkan Sinb ditempatnya.

Sinb masih setia pada posisinya. Menatap lurus pemandangan di depannya dengan kosong. Angin kembali berhembus lirih. Menerbangkan surai gadis itu dalam diam.

Tes

Air matanya luruh, bergulir di pipi tembamnya. Sesekali isakan tertahan terdengar diantara bisikan angin. Sinb merasa hancur. Ia tau kesalahannya membuat kekasihnya dalam keadaan tidak baik-baik saja. Tapi ia tidak menyangka itu harus dibayar dengan perpisahan.

Ia masih belum menyerah untuk meminta maaf pada orang tua Eunwoo. Ia masih belum putus asa untuk menemui Eunwoo meski berakhir penolakan ibunya. Tapi kali ini –Sanha– adik Eunwoo, memintanya untuk menyerah. Menyerah memperjuangkan maaf, dan menyerah pada kisah cintanya.

***

Sanha menyandarkan tubuhnya di tembok dengan kedua tangannya berada di saku celana. Pandangannya menelisik setiap aktivitas manusia di depannya sembari mencari seseorang yang ia tunggu. Fokusnya tak pernah cukup jauh dari pintu check out penumpang.

Eoh, itu dia!

"Yerin nuna," panggil Sanha setengah berteriak. Yerin yang tengah berbincang sembari menyeret kopernya menoleh dan cukup terkejut mengetahui siapa yang memanggilnya dan tengah berlari kecil menghampirinya.

"Cha Sanha,"

Yerin dan Minhyuk yang masih terkejut dengan kehadiran Cha Sanha yang 'menjemput' mereka di bandara memilih untuk singgah di Sbucks di bandara dan segera mengetahui maksud kehadiran Sanha yang membuat mereka terheran.

"Kau cepat sekali ya tumbuh tingginya," celetuk Minhyuk membuat Sanha sedikit tersedak saat minumannya.

"Hehe seperti pujian tapi terdengar menginsinuasi," balas Sanha membuat Minhyuk terkikik.

"Jadi Sanha-ya, bukan tanpa alasan kan kau tiba-tiba menjemput kami seperti ini," namja itu berdehem dan membenarkan posisi duduknya. Minhyuk sendiri siap dengan wajah seriusnya.

"Aku hanya memastikan nuna pulang dengan keadaan sehat kembali,"

"Lalu setelah tau pasti bahwa aku sehat seperti ini?" Minhyuk melempar tatapan protes melihat adiknya yang terdengar mendesak Sanha.

"Nuna, aku mohon, tolong hyungku," Yerin dan Minhyuk terlihat bingung mendengar permintaan ambigu Sanha yang ia utarakan dengan sedikit bergetar. Namja itu terlihat menahan sesuatu yang menggebu-gebu.

Setelah menjelaskan banyak hal secara mendetail pada Yerin dan Minhyuk, mereka bertiga bergegas menuju rumah sakit tempat Eunwoo dirawat. Tidak peduli tubuh lelah setelah puluhan jam berada di pesawat, dan juga Minhyuk mencoba tidak terlalu khawatir pada adiknya yang masih bisa dikatakan sakit.

Minhyuk bersama Sanha, bibi, dan paman Cha berada di luar ruangan untuk mendiskusikan keadaan Eunwoo. Minhyuk sudah menjenguknya sebentar, tau bahwa kehadirannya tidak akan berdampak apapun pada lelaki itu. Jadi ia membiarkan adiknya yang nampaknya membawa secercah harapan pada keluarga Cha.

Sudah hampir sepuluh menit berlalu dan Yerin masih bergeming termenung beberapa meter dari tubuh Eunwoo yang masih terpejam. Menatap wajah tampan menenangkan milik Eunwoo, Yerin merasa ada sesuatu yang menggores perasaannya. Lihat, ia hanya tak melihat Eunwoo selama beberapa bulan dan gadis itu sudah merindukannya setengah mati. Bagaimana mungkin ia dipaksa untuk hidup tanpa melihat pria itu.

Gadis itu tergerak mengusap air matanya, berjalan mengikis jarak antara ia dan Eunwoo. Tangannya terulur, menyentuh tangan berhias infus milik Eunwoo yang terasa dingin.

"Eunwoo-ya," lirih Yerin. "Boleh kan aku memanggilmu Eunwoo lagi? Terakhir kita bertemu kau memintaku memanggilmu Eunwoo-ssi,"

"Mian Eunwoo-ya. Apa aku benar-benar beban yang berat? Apa mengingatku adalah hal yang paling tidak kau inginkan? Tidak apa-apa, aku tidak akan marah. Aku tau aku begitu menyusahkanmu. Bangunlah. Aku janji tidak akan mengusikmu lagi setelah ini,"

"Hiks, bangunlah kumohon," tangan mungilnya mengguncang pelan bahu Eunwoo. Ia menunduk dalam, meredam tangis yang ingin keluar dengan lantang.

"Eungh,"

Eunwoo?



---tbc---

Aku tau ini pendek, dan nggak sebanding dengan penantian kalian (kalo ada yang menanti hehe) selamat menikmati, semoga kalian masih bersama cerita ini hingga akhir *saranghae

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 12, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

With Eunwoo (jyr•cew)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang