[Chapter 4]

537 72 23
                                    

"Aku akan mengambil cairan untuk mencucinya," Eunwoo kecil berlari menuju sebuah ruangan khusus fotografi.

Botol cairan itu ada di rak teratas dari botol-botol yang lain. Dengan semangat Eunwoo kecil mengambil kursi dan segera memanjatnya. Namun karena tubuhnya yang kecil, ia tetap kesulitan menjangkaunya.

"Aaakh," cairan di botol yang terbuka itu tumpah mengenai matanya.

.

Eunwoo membuka membuka kelopak mata perlahan, menyesuaikan pandangannya dengan cahaya sekitar. Putih.

Ia bangkit dan seseorang segera membantunya duduk di ranjang. Moonbin tersenyum disana. Namja itu mendudukkan diri di tepi ranjang, memandang Eunwoo yang masih pucat.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Moonbin tersenyum kecil.

Eunwoo masih memandang Moonbin datar. Kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya. Ia terkesiap mengingat sesuatu.

"Yerin ," pekik Eunwoo. "Dia bagaimana, apa dia baik-baik saja?" tanya Eunwoo cepat. Moonbin masih memandangnya dengan senyum tipis, yang sekarang terkesan memaksa.

"Moonbin-ah katakan," desak Eunwoo.

"Aniya Eunwoo-ya, Yerin tidak baik-baik saja," jawab Moonbin sendu. Eunwoo tertunduk. Ia tau seharusnya, ia hanya terlalu takut mengiyakan. Keadaan Yerin memang sedang tidak baik saat itu.

"Dokter bilang demamnya tinggi, apa lagi ia shock, tapi dia belum sadar sampai sekarang," jelas Moonbin.

"Jangan terlalu memikirkannya, sudah ada keluarganya yang menemani. Pikirkan kesahatanmu sendiri," ucap Moonbin menepuk pundak Eunwoo lalu beranjak meninggalkan ruangan Eunwoo.

Eunwoo terdiam. Namja itu merasa bersalah sebenarnya. Kalau saja ia tidak egois. Kalo saja ia tidak mengungkit masalah itu.

Tunggu.

Masalah itu.

Eunwoo masih ingat bagaimana kelopak mata kanannya mengalir air mata ketika Yerin menangis. Padahal saat itu Eunwoo tidak merasa cukup sedih untuk menangis. Ya, ia marah bukan sedih.

"Bisa aku bertemu Yerin?" pinta Eunwoo membuat kerutan di dahi Moonbin muncul sekejap. Lalu namja bersurai legam itu bangkit dari duduknya seraya mengendikkan kedua bahu bidangnya.

"Entahlah. Akan kutanyakan. Tapi aku yakin jawabannya adalah menyuruhmu istirahat dan sembuh dulu,"

.

Pikiran Eunwoo sudah teralihkan karena kehadiran Sinb. Gadis yang merupakan kekasihnya itu selalu datang menjenguknya setelah pulang sekolah.

Namun, Eunwoo juga merasa kesepian. Ia memang tidak memiliki teman yang terlalu dekat. Tetapi, ia pikir seperti Myungjoon bisa menjenguknya sesekali.

Hingga hari ini, Eunwoo sudah kembali menginjakkan kakinya di sekolah. Dia absen tidak ada satu minggu, mungkin hanya lima hari. Tapi suasana sekolah terasa sangat berbeda baginya.

Sepanjang koridor yang di penuhi siswa, biasanya ketika ia melintasinya tak akan terjadi hal apapun. Tapi pagi ini, Eunwoo merasa seluruh atensi manusia yang ada di sana mengarah padanya. Namja itu bingung, tentu. Ada apa dengan pandangan teman-temannya itu?

Bahkan ketika sampai di kelas pun suasana tak berbeda jauh. Ketika kakinya melangkah masuk, seluruh pandangan tertuju padanya. Beberapa detik. Lalu melengos begitu saja.

"Joon-ah," Myungjoon yang tengah sibuk dengan iPod dan headphone nya menoleh. Ketika maniknya menangkap kehadiran Eunwoo ia dengan sigap menanggalkan headphone nya dan menelantarkannya di meja.

With Eunwoo (jyr•cew)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang