6

388 53 7
                                    

Part 6 - Ariyanto

Masih ku ingat delapan bulan yang lalu, saat itu Papa meminta ku untuk pulang kerumah di akhir pekan.

"Ri, usia mu sudah cukup matang, tapi Papa perhatikan, kamu masih asik membujang. Papa mau menyampaikan ini pada mu."

Disodorkannya sebuah peti kecil berukuran 20x15 ke hadapan ku.

"Ini peninggalan Kakekmu, Ibu mu menemukan ini di lemari kamar Kakekmu."

Aku membuka kotak tersebut, ada sebuah foto usang dan sebuah amplop. Aku mulai membaca wasiat dari Kakekku tersebut.

Isinya adalah mengenai sebuah janji, Kakek ku berbanji pada sahabat karibnya akan menjodohkan cucu mereka di kemudian hari. Aku mengerti. Rasanya ingin menolak, tapi aku tak kuasa, karna aku pun sangat dekat dengan mendiang Kakekku.

Dua bulan berikutnya orang tua ku berkunjung kerumah gadis tersebut. Sepulangnya dari sana, Mama ku memberikan sebuah foto si gadis, yang ku ketahui namanya adalah Nandita Trihapsari.
"Cantik juga dia" gumamku

Selanjutnya berbekal info dari Mama, aku mulai mencari tahu segala  tentang Nandita. Ku selusuri kehidupannya, tak ada sedikit cacat yang ku temui tentang keperibadiannya, hanya nilai akademiknya saja yang kurang baik bagi ku. Dita, sangat menggilai sesuatu tentang superjunior terutama tentang Kyuhyun, dan Dita, tak pernah absen untuk menonton drama korea. Aktor favoritnya adalah Kim Soo Hyun dan hyun bin. film favoritnya adalah The Throne, sebuah kisah yang menceritakan tentang kisah pangeran Sado dari joseon. Tapi walaupun menggilai K-Pop dan K-Drama, Dita tak mengrti sedikit pun tentang bahasa korea, aneh.

Singkat cerita kami pun bertunangan, dan saat tunangan itu lah aku bertemu dengan Dita untuk yang pertama kalinya. Aku terpukau ketika melihatnya, Dita begitu cantik, kulitnya putih bersih, tingginya sekitar 168 Cm, lumayan tinggi untuk ukuran prempuan. Matanya bengkak, mungkin dirinya habis menangis semalaman, tapi walaupun matanya mengisaratkan kesedihannya, dia mampu untuk menutupinya.

"Kamu cantik" itu kata pertama yang ku ucapkan pertama kalinya, tapi sialnya bibir ini tak bisa menahannya. Ya, aku keceplosan mengatakan kalimat itu saat aku sedang menyematkan cincin di jari manisnya.

"Apa? Gak kedengeran." suaranya sangat keras, sebuah kalimat pertanyaan yang begitu jujur. Aku berusaha untuk tetap tenang, kedua Mama kami pun tertawa dan berkata

"Mesti di nikahin cepetan ini, Mbakyu. Ari dan Dita sudah tak sabar sepertinya."

Dan sebulan sesudah tunangan, kami pun resmi menikah, Wajahnya begitu bercahaya, matanya tak lagi bersedih. Kami sepakat untuk berteman, aku berjanji untuk memberikan kebebasan penuh padanya, tak akan menghalaginya untuk menikmati indahnya masa muda, dan aku juga menawarkan diri untuk menjadi temannya, tapi andaikan boleh jujur, aku berharap Dita bisa mencintaiku dan menerima aku sebagai suaminya.

"Dit, kamu boleh tinggal di luar, selagi Dita masih kuliah, tapi kalau ada giat persit, Dita harus pulang ke asrama." itu kata ku setelah aku menikah dengannya. Tapi betapa terkejutnya aku ketika keputusannya adalah, ingin tinggal dengan ku, jujur aku bahagia sekali. Akhirnya kami tinggal dalam satu atap yang sama, sebenarnya aku berharap untuk bisa satu kamar dengannya, tapi ku yakin Dita belum siap, akhirnya aku mengalah untuk sementara waktu, Dita menempati kamar depan yang nantinya akan menjadi kamar kami berdua setelah dirinya siap menjadi istri yang sesungguhnya, dan aku menempati kamar belakang.

Hari pertama Dita tinggal dengan ku, dia sudah menjalankan tugasnya menjadi seorang istri, dia memasak untukku, sayur asam, tempe, ayam goreng dan sambal trasi. Enak juga masakkannya, puji ku dalam hati. Saat di meja makan Dita membicarakan tentang sesuatu yang sesungguhnya aku tak mau mendengar, dia mengatakan untuk berpisah denganku, setelah lima tahun menikah, Dita meminta ku untuk menceraikannya.

True Love (TERBIT DALAM BENTUK PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang