Part 3

18.7K 1K 33
                                    

"Jadi kita semua bersatu gitu?" Molly memamerkan cengiran lebar.

"Bahasa lo, Mol. Jijik gue dengernya." Gladys bergidik membuat bibir Molly mengerucut mendengar panggilannya saat sedang kesal padanya. Tatapannya beralih pada Axela yang tersenyum kecil. "Emang apa masalah lo sih, Xel? Gue sih mau aja, tapi gimana ntar kalo kita di sangka ikut campur?"

"Kita bukan ikut campur kok, lagi pula bukankah kita teman?" Diana menatap beriringan.

"Ya terserah sih kalian mau bantuin atau nggak, gue nggak maksa." Axela mengangkat bahu acuh, namun hati kecilnya sedikit kecewa seandainya jawaban mereka adalah tidak. Entahlah, mungkin ia merasa kehadiran 'teman' tidak seburuk yang dibayangkannya. Untuk saat ini.

"Hmm, apa bayarannya?" Gladys mengetuk dagunya.

Axela tertawa kecil. "Sinting. Oke, gue bakal kasih tahu ke kalian bertiga," Axela menarik napas dalam. "Sebuah rahasia. Gimana?" Ia bersidekap.

"Boleh tuh! Dari awal gue udah duga lo bukan murid 'biasa', yang dalam artian elo itu punya rahasia besar. Apalagi semenjak lo bilang nama panjang Tiffany itu Maxwell," ujar Molly antusias.

"Astaga, bisa nggak lo bersikap biasa aja?" Gladys memutar kedua matanya, "Oke. Deal." Ia tersenyum pada Axela.

"Kita teman, kan?" Diana mencondongkan badannya menatap ketiganya.

Axela sedikit terenyuh mendengar antusiasme ketiga temannya. Begitu besarkah keinginan mereka untuk saling memiliki? Rasanya ia ingin memutar waktu, sehingga ia tidak akan menyangkal bahwa pertemanan sesungguhnya tidak seburuk yang dialaminya, dulu. Ia memejamkan mata. Semoga tindakannya kali ini tidak salah.

"Mulai detik ini. Ya."

***

Sial. Lagi-lagi Axela harus dihukum karena ketahuan membolos mata pelajaran. Bukan apa-apa, hanya saja ia tidak suka dengan ketidakadilan. Disaat ia membolos ia pasti akan di hukum seberat mungkin, seperti membersihkan toilet saat ini. Namun beberapa anak yang membayar SPP termahal akan di hukum ringan atau lebih parah lagi dimaafkan seperti halnya Tiffany... tunggu!

Tiffany?

Matanya terbelalak melihat gadis bejat itu sedang menautkan bibir dengan cowok paling terpopuler dan... hm, tampan seantero sekolah.

Brengsek! Nggak ada tempat teristimewa untuk hal begituan selain toilet, huh? Batinnya menggerutu.

"Hmm, Rion, kayaknya ada yang nggak suka kita pacaran di sini. Mungkin iri kali ya, yaudah yuk kita pindah aja. Pantesan aku merinding gini, ternyata ada penghuni-nya ya."

Tiffany menyipit kearah Axela yang menatap kain pel tak berdosa di genggamannya.

Cowok itu menoleh, tatapan keduanya lagi-lagi bertemu. Bukan hanya Axela yang merasakan keanehan dari mata hitam dan tajam milik cowok itu. Bagaikan déjà vu saat kedua mata Axela mengunci tatapannya.

"Rion! Kamu kenapa sih?" Tiffany merengut saat Orion dan Axela saling bertatapan tanpa jeda, bahkan tanpa berkedip.

Orion memejamkan matanya, berusaha menepis bayangan itu. Sosok yang kini telah menghilang dan tenang di alam barunya. Tatapannya beralih pada Tiffany yang masih terkunci oleh kedua lengan kokohnya. Ia mencium bibir itu sekilas, kemudian berlalu begitu saja.

Axela tertawa geli melihat Tiffany yang kesal setengah mati pada Orion yang meninggalkannya begitu saja.

Tiffany mendekat, "Lo akan tahu balasannya nanti Axela!" Ancamnya geram.

Axela tersenyum tipis. "Di tunggu."

***

Orion mengusap wajahnya gusar. Ada apa dengan dirinya?

Clarity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang