Part 4

19.1K 1K 22
                                    

"Jadi maksud lo, kalian udah saling kenal sejak lama? Bahkan bersahabat? Kok bisa?!" Gladys memekik membuat Molly melempar bantal milik Diana kearahnya.

Axela mengangkat bahu sekilas, "Mungkin ini terlalu cepat. Tapi gue nggak mau menunda-nunda, gue nggak sudi dia berhasil lolos lagi."

Gladys menepuk-nepuk dahinya. "Tunggu! Gue nggak ngerti nih. Maksud gue, bagaimana lo bisa tahu kalau si Maxwell-Maxwell itu ternyata sahabat lo dulu? Terus bagaimana dia bisa nggak tahu elo itu elo? Aduh gimana yah ngomongnya? Lo ngerti nggak?!" Gladys kembali memekik, rasa penasarannya begitu membuncah seakan ingin meledak dari ubun-ubun kepalanya.

Axela menarik napas dalam, dan tersenyum simpul. "Akan gue kasih tau—"

"Saat misi ini selesai? Huuu! Kelamaan tau nggak! Yang ada, lo kabur nanti deh. Sebegitu banyakah rahasia lo sampai harus menutup-nutupi dari kita yang udah jelas sebagai teman? Ish!" Molly berdesis.

"Nggak-lah. Emang mau kabur kemana gue, huh?" Axela berdecak gemas. Ia menyilangkan tangannya dibawah dada. "Okay, gini aja. Secara bertahap, setiap misi itu perlahan berhasil, gue akan kasih tahu satu-per-satu. Gimana?" Sebelah alisnya terangkat.

"Boleh tuh!" Molly mengangguk antusias sampai kuncir kudanya ikut terlempar tak beraturan.

"Deal! Besok gue bakal mengelabui para guru yang berjaga, dan elo Dee, ambil datanya dan amati. Molly, lo awasin ruangannya, oke!" Gladys bersidekap.

"Siap!"

"Baik."

Balas Molly dan Diana serempak, kemudian mereka tertawa. Melihat itu, Axela turut tertawa, ia merasa terhibur dengan kehadiran mereka walaupun masih ada sedikit keraguan untuk mempercayai apa yang di sebut orang-orang sebagai "teman".

Pertanyaan yang paling penting di benaknya saat ini adalah, kapan keraguan itu akan hilang?

***

Molly mengintip ruang guru yang sepi. Untunglah, hari ini jadwal kelas 12 banyak mata pelajaran yang sama di setiap kelasnya, sehingga beberapa guru yang tidak bersangkutan memilih untuk tidak masuk. Gladys memang pintar memilih waktu.

"Ssst, Dee. Sini, sini. Lo masuk gih, cepet ya."

Diana mengacungkan jempolnya, gadis itu dengan santai berjalan tanpa mengendap-endap. Begitupun Molly, dengan santainya ia malah menggerakan setiap anggota tubuhnya seakan sedang bersenam sehat.

Untunglah, di ruangan guru ini tidak ada CCTV yang tergantung, sehingga dapat dengan mudah melancarkan aksi mereka. Huh, memang kurang ajar pihak sekolah ini! Mungkin mereka memang sengaja tidak menaruh CCTV agar tidak ada yang tahu bila para guru di sogok oleh beberapa wali murid untuk mempertinggi rangking anak mereka.

Persetan dengan rangking! KKM saja sudah mengelus dada!

"Udah yuk."

Diana menyenggol pelan siku Molly.

"Demi apa, kok cepet banget?" Molly tidak percaya dengan aksi Diana yang begitu cekatan. Belum ada 5 menit lho, apa dirinya saja yang terlalu lama merangkai gaya untuk senam sehat itu?

Diana tersenyum puas. "Iya dong. Karena gue penasaran sama rahasia-nya itu!"

Molly menyengir lebar, "Ah, dia nggak akan bisa ngelak lagi kalau begitu." Keduanya terkikik geli seraya keluar tanpa barang bukti.

Tunggu. Kemana barang bukti itu?

"Lho? Dee, mana berkasnya?!" Molly nyaris saja memekik kalau saja Diana tidak menaruh telunjuk di depan bibirnya agar gadis itu menyadari dimana kini mereka berada.

Clarity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang