3. Bapak Sialan!

69 5 2
                                    

"Eh, Kak Rafa!" ucap Rin sembari mengontrol detak jantungnya agar terlihat baik-baik saja.

"Lo ke--" belum saja Rafa menyelesaikan kalimatnya seorang pria paruhbaya memotong pembicaraan Rin dan Renal.

"Loh, Nak Marina sudah datang toh?" Pak Komar, Pria dengan kumis memenuhi sekitar hidungnya hadir bagai jailangkung yang datang tak diundang, disambut tatapan tidak suka dari Rin.

Ganggu bae, si KOMAR!?

"Ayo masuk masuk, tadi ibu kamu telpon. Ayo, saya anter ke ruanganmu. Renal, kamu balik aja ke kamar kamu."

Rin tak bisa berkata-kata lagi. Ia terus mengekor mengikuti Pak Komar yang berjalan sembari menjelaskan beberapa infrastruktur yang ada di kos kosan tersebut.

"Jadi kosan di sini dibagi 3 gedung. Satu gedung laki laki, sama perempuan. Satu lagi gedung utama buat kumpul. Di belakang ada kolam renangnya juga." Rin sama sekali tak mendengar penjelasan dari Pak Komar, dan jika saja Rin tidak beristighfar daritadi mungkin ia akan berteriak pada Pak Komar 'halah bacod'

Untung Kia, ibunda tersayang Rin mengajarkan tata krama pada Rin.

Hingga sampailah mereka pada gedung perempuan, Pak Komar yang sibuk mengotak atik lift namun mata Rin masih terfokus pada sebuah ruangan mirip gudang yang berada di ujung lorong.

Jika semua ruangan yang ada di kosan ini dipasang lampu yang menyala sangat terang, hanya ruangan itu saja yang dihiasi lilin seadanya seperti sudah sekian lama tidak terurus. Menyisahkan keganjilan di pikiran Rin, "Pak, itu gudang?"

"Hm, banyak tanya ya kamu." jawaban sinis dari Pak Komar, membuat Rin menghela nafas beberapa kali.

"Yakan baru nanya."

"Yaudah sana masok, cari aja ruangan yang ada nomor 69 nya. Kamu bisa baca kan?" suruh Pak Komar pada Rin.

Untung orang tua, hanya anggukan kecil yang dapat Rin keluarkan, ia tak sanggup memperpanjang pembicaraannya dengan bapak kumis tersebut.

___

Shea_123 : udah nyampek kan?

Shea_123 : btw, besok jangan telat masuk, gak pengen kena masalah sama bu dendy kan?

Rin hanya membalas singkat pesan dari temannya tersebut, kemudian melepas penat dengan merebahkan tubuhnya kedalam kasur.

"ITU TOLONG, KAMAR KOSAN NOMOR 69. LAMPUNYA DI MATIIN!"

Suara yang semirip dengan toa masjid itu terdengar dengan jelas di gendang telinga Rin. Mata Rin membulat, ia tahu jelas itu suara Pak Komar yang menyuruh Rin mematikan lampu kamarnya.

"Iya gausah di speaker juga, bapake!!!" Rin mendengus kesal kemudian menenggelamkan wajahnya pada selimut membiarkan amarahnya mengalir pergi bersama angin malam.

---

Mentari sudah bangkit kembali dari tidurnya, memberikan cahayanya pada sudut sudut kota. Dan pada salah satu gedung, menampakkan wajah seseorang dengan mata yang masih tertutup dengan rapat.

"Wik wik wik wik wik, ah ah ah aih"

Tiba tiba saja alarm yang berasal dari handphone nya berbunyi, menampilkan suara suara penuh kemaksiatan. Membuat Rin tersentak kaget, jika saja saat ini ada abangnya, mungkin Rin akan berterimakasih padanya atas bantuan alarm dengan bunyi ini. Rin mendongak dan didapatinya pukul 5 pagi.

Rin bangkit dari ranjangnya, mengangkat kedua tangannya berusaha meregangkan otot tubuh setelah sekian lama akhirnya ia dapat bangun sepagi ini.

Dilihatnya melalui jendela beberapa ibu kos lain sedang melakukan senam pagi. Namun setelah melihat ibu yang paling gemuk, membuatnya ingat jika saat ini Rin harus berangkat ke sekolah.

---

06.25

Rin berlari menuju gerbang kos kosan lalu mengatur nafasnya. Rin mengedarkan pandangannya dan tak menemukan satupun yang mampu membantunya berangkat ke sekolah.

"Loh, mbak Rin ya?" Rin menoleh, dan  mendapati seorang satpam sini yang sedang berbicara dengannya.

"Iya pak, em enaknya selain jalan kalau ke SMA 123 pakai apa?" ujar Rin, berusaha mencari tahu.

"Mbak, ngomong sama saya?" Satpam tersebut menatap aneh pada Rin. Dan disambut tatapan aneh juga dari Rin.

Sadar Rin dia budeg!

Entah dari mana datangnya pesan terselubung itu. Rin hanya menggelengkan kepala, kemudian mengambil jarak terhadap satpam tersebut.

"Kamu, Milea?" Rin membulatkan matanya, apalagi keanehan yang ada di kosan ini. Ia tak berpikir sampai kapan Rin akan bertahan di sini. Rin berbalik dan sedikit terkejut apa yang ditatapnya saat ini.

"Kok Milea bengong gitu?" ujar Rafa yang entah kenapa membuat jantung Rin tiba-tiba berhenti berdetak, "mau bareng?"

Pipi Rin memerah, hanya anggukan pelan yang bisa Rin lakukan saat ini.

ma(RIN)a mau pantun :

Dua tiga
Empat lima
Enam tujuh
Delapan
Sembilan sepuluhhh

---

Bacotan Author :

Ini maap, ye. Lagi sibuk di buku sebelah, kelupaan kalo ada cerita ginian. :')
Masih ingat kan sama MARINAH?

Kosan Pak KomarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang