Sarah Aulia
Waktu aku datang dia masih ada di tempat tidur. Matanya terpejam rapat dan napasnya terdengar teratur. Seluruh tubuhnya kecuali wajahnya tertutup selimut lebar berwarna biru muda yang dibawakan Ambu dari rumah karena selimut rumah sakit terlalu pendek untuknya. Selapis plester tipis kecil menutupi puncak hidungnya yang kemarin sobek karena membentur tiang tapi luka memar di dahinya sudah tidak sememar saat baru saja terbentur. Hidungnya sudah tidak berdarah dan bahkan tampak bersih dan dia sudah mengenakan kaos bersih bergambar Istana Buckingham yang tidak bernoda darah.
Tanpa suara aku mengangkat sebuah kursi dan meletakkannya di sisi tempat tidur pasien, lalu duduk di situ dan menunggu. Dia sama sekali tidak bergerak dari tidurnya. Wajahnya yang pulas sesaat terlihat sangat tentram. Aku senang mendapat kesempatan memperhatikan dia tidur tanpa khawatir akan kehadiran orang lain karena di kamar ini kami hanya berdua. Aku juga senang bisa mengamatinya mumpung dia sedang tidur.
Sayangnya wajah yang tadi terlihat begitu damai itu mulai mengerut dan memucat. Lalu napasnya yang semula teratur tiba-tiba menjadi lebih cepat seperti orang tersengal, lalu dia mulai bergerak dengan gelisah seolah sedang berusaha melepaskan diri dari cengkraman monster. Aku baru saja akan membangunkannya ketika mendengarnya mendesah.
"Yash!" Bisiknya. Mula-mula pelan. Lalu menjadi teriakan yang dipenuhi keputus-asaan. Tadinya kukira dia memanggil ayahnya karena suaranya hanya seperti gumaman tak bermakna. Tapi seiring dengan napasnya yang semakin memburu dan gerakannya yang gelisah aku mendengarnya.
"Yas! Ayas! Ayaaaassssss!" Lalu dia terduduk dari tidurnya dengan keringat dingin menetes di dahinya. Wajahnya pucat pasi dan air mata menggenang di matanya yang hitam dan kosong.
Aa' Tara dan mimpi buruknya adalah cerita lama yang melegenda. Aku sudah sering mendengarkan kisah mas Faris atau Abah yang sering tidur di dekatnya dan menyaksikan malam demi malam yang dilaluinya bersama serangkaian mimpi buruk. Tapi baru kali ini aku menyaksikannya sendiri.
Meskipun dia sudah tidak bisa melihat tapi dia bisa merasakan desah napasku, maka dia menoleh ke arahku dengan cepat. Secepat napasnya yang kembali teratur dan hilangnya wajah kalut dari mimpinya maka dia langsung tersenyum dengan wajah bertanya.
"Ini aku, A'... Sarah." Sapaku dengan suara tenang. Dia menganggukkan kepalanya sambil menghela napas panjang.
"Bad dream?" Tanyaku meski aku sudah tahu pasti jawabnya dan tahu dia tidak akan pernah menceritakannya. Tidak kepada mas Faris, tidak kepada Abah, apalagi kepadaku, seseorang yang selalu dianggapnya sebagai adik kecilnya. Betul saja, dia menggelengkan kepalanya lalu menurunkan kedua kakinya dari tempat tidur. Kedua tangannya mencari dan aku langsung menyodorkan tongkat barunya yang kujuluki sebagai tongkat sengketa. Tongkat yang dibawa lari Ais dan membuatnya berlari menabrak pilar tempo hari.
Dengan langkah pelan dia berjalan dan akhirnya duduk di sofa yang ada di kamar perawatan VIP yang super mewah itu. Tangannya memegang remote kontrol dan televisi di hadapannya mulai berganti saluran setiap tiga detik. Dia sudah tidak diinfus tapi plester bekas infusnya dibiarkan menempel di lengannya. Mulutnya terkatup rapat dan wajahnya tampak muram.
Saat Abah meneleponku dan memintaku untuk menemaninya di sini sementara Abah pergi untuk mengurus sesuatu, Abah memang sudah memperingatkan bahwa mungkin aku akan menemuinya dalam kondisi luar biasa suram. Abah bilang dia ingin pulang. Tapi pihak rumah sakit masih menahannya untuk beberapa tes lagi.
"Aa' mau nonton apa?" Tanyaku berbasa-basi. Menghampiri rantang berisi kue nagasari buatan Ambu yang sayangnya sudah tidak panas lagi dan duduk di seberangnya sambil meletakkan rantang terbuka itu di meja sofa. Dan tentu saja dia tidak bersedia menjawab pertanyaanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia (Sudah TERBIT)
RomanceKehidupan yang damai dan tentram di desa santri tempat Fathia Anissa dan keluarga besarnya tinggal tak pernah sama lagi sejak kehadiran dia. Seorang pemuda yang datang dalam keadaan sangat sakit dan kemudian menjadi murid kesayangan desa santri dan...