Bagian Ke-19 Pada Sebuah Perayaan 9 Tahun Kemudian

676 39 12
                                    


(Teaser Untuk Buku Ke-2)

Fathia Annisa

15 orang teman yang akrab kutemui selama kuliah berkunjung ke kampung kami dan akan berakhir pekan di rumah kami dalam rangka syukuran hari kelulusanku sebagai Sarjana Sastra Inggris.

Abah menyediakan 3 kamar untuk mereka tempati di asrama yang baru saja kami bangun yang nantinya bakal dijadikan asrama dan gedung sekolah untuk pesantren putri. 2 kamar untuk 10 teman wanitaku dan 1 kamar untuk 5 teman priaku.

Sudah lama Abah dan para sesepuh pesantren memimpikan untuk membangun sekolah untuk muslimah, namun karena keturunan Mbah Kyai dua-duanya lelaki, maka impian itu untuk sementara disimpan terlebih dahulu. Barulah menjelang aku selesai kuliah dan setuju untuk membantu maka pembangunan sekolah dan asrama bagi pesantren putri ini mulai diwujudkan.

Pesantren Putri nantinya akan terdiri dari asrama untuk santri yang menginap, gedung tata usaha, mess untuk para karyawan dan guru, dapur dan ruang makan merangkap ruang rekreasi dan kelas-kelas khusus untuk para santri putri. Adapun masjid dan perpustakaan akan menyatu dengan yang biasa didatangi para santri pria.

Tanah tempat pesantren putri dibangun seluas kurang lebih satu hektar dan masih ada setengah hektar lagi yang nantinya akan dibuat menjadi kebun santri. Yang setengah hektar ini, menurut Abah, adalah tanah milik dia yang dia wakafkan untuk kepentingan pesantren putri.

Kelima-belas kawanku adalah orang pertama yang menikmati asrama baru kami dan mereka sangat menikmati suasana kampung yang masih sejuk dan asri.

Sabtu malam rencananya mereka akan berkumpul di rumah bersama kerabatku yang lain untuk mengikuti acara syukuran dan makan malam bersama.

Acaranya sendiri berlangsung ba'da sholat Isya. Dibuka dengan pembacaan ayat-ayat suci Al Qur'an, doa bersama lalu diakhiri dengan makan malam bersama sekaligus bersilaturahhim. Abah hanya mengundang kerabat dekat, tetangga dekat dan para pengajar di pesantren kami, termasuk dia yang secara khusus diminta abah untuk membacakan ayat suci Al Qur'an.

Aku sudah lama tidak bertemu dengannya, sejak ia kembali ke pesantren kami dua tahun yang lalu, setelah menyelesaikan kuliah S1-nya (dengan susah payah) di fakultas Tarbiyah (Pendidikan) Universitas Syarif Hidayatulloh di Jakarta.

Dia menolak menjadi guru tetap di pesantren kami karena kondisi matanya, tapi bersedia memberikan les tambahan bagi santri yang sungguh-sungguh ingin belajar menghapal Al Qur'an. Dia juga rajin mengumandangkan adzan di masjid kami dan selalu hadir mengikuti berbagai kegiatan yang diadakan oleh pesantren maupun masjid atas undangan Abah. Abah juga masih mengajaknya ke mana-mana untuk membacakan ayat-ayat suci Al Qur'an di acara Maulid Nabi atau perayaan keagamaan lainnya tanpa dibayar.

Menurut Abah, sejak lulus kuliah dia malah memutuskan untuk memulai usahanya sendiri dan memang idenya itu sungguh bermacam-macam.

Selain budi daya Anggreknya yang sekarang menjadi favorit Ambu karena mempercantik desa kami, dia juga belajar membuat telur asin sendiri. Abah bahkan membantu membangun sebuah gudang merangkap kantor untuk dia membuat telur asinnya.

Usahanya yang ini pun cukup banyak menyerap tenaga kerja dari kampung kami termasuk para santri, anak-anak yatim yang dibina pesantren dan bahkan warga kampung. Mulai dari membeli dan memilih telur bebek yang baik, mengumpulkan bubuk batu bata untuk proses mengolah telurnya sampai ke pemasarannya.

Banyak juga warga yang mengambil telurnya untuk dijual di pasar atau di pinggir jalan dan uniknya, meski banyak produksi telur asin di luaran tapi telur asin hasil olahan desa kami memiliki trade mark. Setiap butirnya dicap dengan logo Utara dan pada kemasan per 6 butirnya juga diberi logo produksi desa Santri. Menurut Abah, 15% hasil keuntungan penjualan telur asin merk Utara disetorkan kepada kas Yayasan Pesantren setiap bulan.

Tentang Dia (Sudah TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang