I love you in ways you've never been loved,
for reasons you've never been told,
for longer than you thought you deserved,
with a feeling of giving with no expectation of receiving anything in return.
_____________________________________
Pria gay jatuh cinta kepada pria normal?
Hegh! Skenario berikutnya mudah ditebak. Pasti dihujat. Dihina. Dicerca. Dicaci maki. Disudutkan. Dimusuhi. Dibilang nggak punya perasaan. Dianggap memanipulasi.
Ketika saya mencurahkan teori ini sebagai bahan diskusi saat sarapan pagi, keempat sahabat saya malahan mengerutkan kening.
"The only people who would have problems with it are people who are very insecure about themselves and their own sexuality. Of course they would be putting up a defense." Mika yang logis tidak setuju dengan sinopsis pukul rata yang saya lemparkan.
Emma yang halus mengiyakan. "And that's usually young men who haven't figured things out yet. Atau orang-orang yang pikirannya sempit."
"Yup! Memangnya ada yang salah dengan mengekspresikan perasaan? You're falling in love with that person because they have something that sparks with you. Mungkin personality-nya, mungkin sense of humor-nya. Nggak tau apa, but it lights a fire inside of you. Menurut gue sih, it shouldn't matter if you're straight and they're gay or whatever. You've found someone you love and that is special and priceless. Orang lain nggak berhak menghakimi," pendapat Niki yang terbuka akan probabilitas.
"Setuju. Life is too short to worry about what others think or seeking validation from them. Only you know what makes you happy and gives you fulfillment," cetus CK yang praktis, menutup diskusi.
Saya menghela napas. Entah mereka yang terlalu milenial atau saya yang terlalu konservatif.
Pasalnya begini. Saya laki-laki. Dia laki-laki. Bedanya, I'm looking at men dan dia suka perempuan....
Memang ada kalanya dalam hidup, kamu dikejutkan oleh sesuatu yang tidak biasa. Kebetulan saja ketika panah asmara tertancap, saya jatuh cinta kepada laki-laki, yang sialnya bukan gay. Rasanya, saya belum pernah dibuat nyaman oleh seseorang seperti ini. It's always like that. You're never ready for that. It catches you off-guard. Suddenly, out-of- nowhere, without warning, it hits you.
Saya sudah belajar dari kehidupan saya selama tiga puluh lima tahun: if you are a gay guy hoping to make a straight guy fall in love with you, please forget it. Saya sepenuhnya sadar bahwa mengharapkan seseorang berubah adalah hal yang sangat tidak mungkin in any relationship. If he should discover his sexuality one day, it should be on his term and time. Menunggu dia untuk mengubah preferensi adalah hal sia-sia yang hanya akan membawa saya pada satu muara saja: patah hati.
Dan mulailah ritual menyalahkan diri sendiri pun dimulai. Have I lost my mind? What am I doing? Kenapa dunia nggak adil banget?
Dituduh pity party? Biarin aja!
Ketahuilah. Saat ini, saya tidak sedang berusaha mengkonversi "orang yang nggak belok". Serius, itu pilihan terakhir. Namun apa mau dikata, saya semakin terbawa perasaan. Hasilnya, hati saya sibuk berperang sendiri. Saya terjebak di dalam konflik maha dahsyat yang membuat saya ketakutan setengah mati. Takut diremehkan. Takut ditinggalkan sendirian. Takut disepelekan. Takut dipermalukan. Takut karier yang sudah susah payah saya bangun, luluh lantak begitu saja ketika saya memutuskan untuk mengikuti pikiran dan perasaan dengan mengutarakan cinta.
Iya, saya ini memang penakut. Sudah dari dulu begitu.
Jujur tentang perasaan adalah pilihan yang sangat berisiko. Pasti saya dikecilkan. Lalu dianggap tidak bermoral. Mana berani saya memproklamirkan cinta untuknya? Bisa habis pertemanan dan hubungan profesional saya dengan dia.
Sebenarnya kalau saya mampu menjadi bijaksana, seharusnya saya menyadari: ditinjau dari hak asasi manusia, semua orang berhak hidup bahagia, mencintai, dan dicintai tanpa memandang gender, ras, suku, dan agama. Seharusnya sih, setiap manusia bisa menyikapi ini dengan arif dan mahardika. Bukankah Tuhan memberi kita hati dan akal supaya tidak hanya melihat dari satu sudut pandang saja? Ibaratnya, hindarilah mengkafir-kafirkan sesama manusia akibat hanya memandang dari satu perspektif saja. Makanya, saya juga tidak minta dibela atau menyalahkan kamu yang mengatakan cinta sesama jenis itu salah. Sah-sah saja kalau dilihat dari sudut pandang kamu yang bilang begitu.
Andai memiliki kunci untuk menahan perasaan, mungkin sudah saya tutup pintu perasaan supaya tidak jatuh cinta pada laki-laki normal ini.
Laki-laki normal? Apakah saya laki-laki tidak normal? Tidak begitu. Saya perlu meluruskan kalau pria gay bukannya tidak normal. Saya normal. Saya laki-laki biasa. Gay bukan penyakit. Bukan sekedar nafsu. Bukan karena pernah disakiti lawan jenis. Bukan ketidakberesan. Bukan kesalahan. Bukan pula kebenaran. Kalau saya dan Anda bisa bersikap arif, semua wajar adanya.
Tak perlu menyipitkan mata. Saya nggak lagi defensif. Saya hanya jujur kepada diri sendiri. Barangkali saya begini sudah sejak lahir. Dan yang paling penting, saya tidak mengkhianati kata hati saya.
Dan dia.... Ah, sungguh saya berharap dia bisa menyikapinya dengan bijak juga, lalu bilang, "I'm a man. And you are a man, too. But all it means is that I fell in love, and the person I fell in love with happened to be a man."
Ah, gila! Mana mungkin? Saya nggak waras kalau membiarkan dia tahu tentang perasaan saya!
Saya di Paris sekarang. Dengan laki-laki yang dulunya saya pikir cinta sejati saya. Tapi pikiran saya terus-terusan melayang ke Jakarta.
Kalau kamu tanya kenapa, that's because when I was near him and he looked at me in that special way, all was right with the universe. My heart sang. Klise memang. Tapi begitulah adanya. The sun would glitter and glow, even if black clouds marched across the sky. The air would smell sweet, caressing me like a warm blanket. I would know that I could accomplish anything. But if we were apart? Nothing could make me happy! No food could ever taste right. Hidup rasanya keluar dari relnya. Tergelincir dari jalurnya. Dia itu, sumber energi saya.
Saat ini, pertanyaan saya satu saja: saya harus bagaimana!?
KAMU SEDANG MEMBACA
How Long Is Forever? | ✓
General FictionAndrian Lee, the best fashion director in town. Orientasi seksualnya sih gay tapi sialnya dia jatuh cinta pada seorang pria straight, yang kecanduan obat, dan tumbuh dalam kultur yang menegaskan bahwa menjadi gay adalah pilihan terakhir dalam hidupn...