5. Cold Spring

454 83 5
                                    

Sudah sejauh mana perencanaannya, Chanyeol sebenarnya tidak tahu kemana ia akan melangkah. Keputusannya akhir tahun lalu untuk melarikan diri dari kehidupan lamanya sebenarnya hanya ide yang tiba-tiba saja muncul di kepalanya kala itu.

Sebab kenyataan pahit menamparnya jauh ke masa lalu, saat masa-masa indah nan hangat itu hangus karena sebuah tragedi.

Melanjutkan kuliah setelah masa SMAnya ke Newyork dimana ayahnya berada adalah keterpaksaan. Satu dari beribu titah tak terbantah sang ayah padanya sejak ia mengerti bagaimana dunia ini berputar. Ia masih ingat bagaimana segala gerak geriknya diawasi, bahkan bersama siapa ia pergi, dan juga apa yang tengah ia lakukan. Chanyeol seolah berada di bayang ayahnya sendiri.

Lalu sang malaikat hidupnya mengatakan bahwa itu untuk masa depannya, masa depan keluarga mereka dan juga untuk kebaikannya. Senyum ibunya yang selalu menenangkan selalu ada saat ia merasa lelah untuk selalu berkata iya.

Chanyeol yang masih polos kala itu terima-terima saja. Meski bimbingan dari kedua orang tuanya kian berbeda, ia hanya mengikuti apa kata mereka. Mengingat kelembutan ibu dengan nasehatnya membuat ia menganggap ketegasan ayahnya hanya batu pijakan untuk masa depannya. Menyuruhnya ini itu tanpa bantahan, juga menetapkan segalanya harus pada tempatnya.

Iya, hanya pada saat Chanyeol kecil sebelum ia beranjak menjadi sosok dewasa yang mulai mengerti bahwa segalanya ternyata keliru. Teramat keliru hingga ia menemukan realita yang sesungguhnya. Kenyataan yang membuat segala kepatuhan yang dulu kini mebalikkannya menjadi pembangkang.

Segalanya terjadi begitu cepat. Bahkan ia belum menyiapkan diri, siap untuk terjatuh dan menerima luka mengerikan pada hari itu.

Kini ia berdiri di Seoul adalah langkah pertama untuk membalas semuanya. Membalas segala kebaikan ayahnya yang telah berhasil membuatnya tumbuh seperti ini. Chanyeol mengangguk mantap, mengiyakan dalam hati.

Seoul adalah tempat pertama dan terakhir segala kehangatan itu. dan di sini pula ia akan membawa kembali perasaan yang harusnya pria tua itu rasakan saat tragedi itu terjadi.

Ia kembali terlempar pada memori menyakitkan belasan tahun lalu. Pada hari kelabu di musim semi yang terasa dingin itu membuat ia akhirnya mengerti pada posisi mana ia berpijak.

Paham bahwa sebanyak apa yang ia terima sebanyak itu pula yang akan terenggut darinya.

Lalu apa gunanya bertahan di bawah kungkungan jika itu hanya membawa takdir yang sama pada malaikatnya?

***-

"Sebenarnya berapa banyak harta yang kau simpan selama ini, heuh? Anak yang kabur dari rumah tidak akan mungkin bisa seperti, Chanyeol."

Chanyeol hanya tersenyum hambar. Ia ikut menatap ke sekeliling ruang yang sebentar lagi akan menjadi miliknya. Bersama dengan barang-barang yang tak mungkin bisa ia simpan jika ia masih menetap di Newyork. Lalu menepuk bahu Baekhyun yang memasang wajah tak percayanya.

"Itu tidak penting, Baekhyun. Kau pasti ingat bagaimana cara bermainku selama ini dengan otak pintarmu itu, bukan? mengumpulkan uang banyak adalah satu-satunya bakat yang diturun pria berengsek itu padaku. Jadi jangan heran."

Baekhyun hanya manggut-manggut mengiyakan saja. Chanyeol dalam mode sakartis begini tak boleh dilawan. Apalagi jika menyangkut paut bagaiman ia hidup. Lelaki yang suka tersenyum itu akan berubah 360 derajat dari wujud aslinya. Dan Baekhyun yakin semua orang pasti tidak akan percaya dengan sosok Chanyeol yang seperti itu.

"Lalu apa yang akan kau lakukan dengan bangunan yang kau beli ini?" tanya Baekhyun kemudian.

"Tentu saja mewujudkan hal yang harusnya ku lakukan dari dulu." Chanyeol berjalan perlahan, seolah membuat jejak kaki untuk menandai tempat ini. "Mencintai apa yang pria tua itu benci. Menciptakan hal yang dulu selalu dia hancurkan di depan mataku."

Kissing the SpringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang