Aku mengangkat tangan kiriku, sebuah jam tangan dengan tali berwarna cokelat melingkar di pergelangan tanganku. Kulihat jarum jamnya, sudah menunjukkan pukul jam 11 malam. Tanpa sadar, aku sudah menghabiskan hampir seluruh malamku dengan pemuda yang berdiri di sampingku sambil menggenggam tanganku. Sepertinya itu sebuah kebiasaannya.
"Kenapa?" tanyanya.
Mataku bergerak meliriknya, raut wajah seakan-akan mengatakan untuk tidak mengucapkan selamat malam dan berpisah. Tidak, aku bahkan tidak berpikir untuk pulang malam ini.
"Sudah jam 11." ucapku tanpa maksud apapun.
Dia tidak menjawab sama sekali, tapi genggaman tangannya terasa semakin erat. Kaki kami masih terus melangkah melewati kota yang masih hiruk-pikuk. Kota yang tidak pernah ada matinya.
Ia mengangkat tangan kami yang bertautan dan memasukkan ke dalam kantong jaketnya, membuatku harus lebih dekat padanya. Aku meliriknya lagi, tak ada ekspresi yang bisa kubaca di wajahnya dari samping.
Masih melangkah dengan pelan, aku mulai muak dengan keheningan ini.
"Ano..."
Tiba-tiba ia langsung menoleh, matanya membesar karena alisnya menaik. Gerakan yang dibuatnya benar-benar tidak pernah bisa kuprediksi, "Kau sudah mau pulang?"
"Ah... Uhm... Ya..."
Ada apa dengan diriku sendiri? Kenapa susah untuk mengatakan 'ya' saja?? Lagipula, kenapa aku menjawab iya?
Matanya yang menatapku perlahan pindah melihat ke arah lain, "Ah, souka." Kemudian menatapku lagi. Kali ini dengan mimik memohon, "Tapi aku belum mau pulang!"
"Hah?"
Ia mengelus dagunya, kedua matanya melirik ke arah atas. "Bagaimana kalau kita cari hotel?"
Mataku melotot, ada apa dengan pemuda ini?
"Apa?"
"Hm... Tidak, tidak..." Ia menggeleng kecil. Mengabaikanku yang sedang bingung melihatnya.
Hei, respon aku!!
"Aku mau menginap di apartemenmu saja, boleh kan?" Ia langsung memasang senyum termanisnya, mungkin dalam hatinya ia berharap aku mengiyakan permintaan bodohnya itu.
"HAH?"
Mungkin kalian bingung apa yang terjadi antara aku dan pemuda egois ini. Ada baiknya kita mundur ke beberapa bulan sebelum kejadian ini.
***
Gravity
by: Shield Via Yoichi
Sato Miharu (OC)
Tawada Hideya (Butai Actor)***
Di depan sebuah tercermin besar, terpantul bayangan seorang gadis yang sedang memoles dirinya. Rambut panjangnya sudah diikat rapi ke arah belakang. Tinggal sentuhan terakhir, yaitu lipstick pada bibirnya. Tangannya bergerak ke kiri dan ke kanan tepat di depan bibirnya sambil mengarahkan ujung lipstick pada bibir yang sebelumnya sudah diberi lipgloss. Bibir tersebut sedikit merekah setelah menyelesaikan tahap bermake up, Sato Miharu sudah siap untuk pergi ke tempat tujuannya pagi ini.
Matanya bergerak melihat ke arah jam digital di samping tempat tidur, senyumnya semakin lebar tergambar di wajahnya karena semua yang ia lakukan tepat sesuai perkiraannya. Namun, ada satu pekerjaan yang belum berhasil sukses.
Membangunkan teman sekamarnya.
Miharu mengalihkan pandangannya dari jam pada tempat tidur yang sedang berisi seorang gadis yang masih berada dalam alam bawah sadarnya. Bahkan posisi tidurnya saat ini sulit untuk dijelaskan oleh Miharu. Alis Miharu sedikit mengkerut kesal melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gravity
FanfictionBerdasarkan mimpi dari sang author. Warning: Ini sangat-sangat-sangat- OOC. :') *** Sato Miharu tidak pernah mengharapkan sesuatu yang melebihi perkiraannya. Ia hanya ingin semua yang direncanakannya berhasil. Bebas dari ayahnya, pindah ke Tokyo, da...