Miharu meregangkan tubuhnya, ia menarik tangannya ke atas. Peluh menghiasi wajahnya, kulitnya pun sampai terlihat mengkilap basah karena keringat. Gadis itu merasa sangat kelelahan, baru saja ia selesai membereskan apartemen mereka.
Hari ini hanya Arina yang pergi bekerja, Miharu sedang off dan memutuskan untuk membersihkan apartemen besar mereka. Miharu dan Arina sudah membagi tugas masing-masing selama hari off. Miharu akan membersihkan tempat tinggal mereka, sementara Arina membeli semua bahan pokok dan makanan instan serta minuman. Itu pun karena Arina yang sangat paham tentang bahan-bahan dapur dan harga-harganya.
Miharu berjalan ke arah balkon. Matanya menatap lurus ke depan, melihat ke langit yang sedang cerah. Angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya, memainkan rambutnya pelan. Hari sudah mulai sore tanpa gadis itu sadari, bahkan ia belum makan siang.
Perutnya tiba-tiba berbunyi, di saat itulah ia baru menyadari kalau belum ada makanan yang masuk ke perutnya siang itu.
"Kalau memasak sekarang, sepertinya aku sudah tidak kuat lagi. Lagipula, lebih enak kalau Arina-san yang memasak." ucapnya sembari berjalan ke arah lemari es dan membukanya. Mencari sesuatu yang bisa ia makan.
Hanya ada minuman, sayuran, buah-buahan, dan bahan masakan lainnya. Yang dibutuhkan gadis itu saat ini adalah makanan yang sudah siap untuk di makan. Ia mengela napas kecewa, tampaknya ia harus pergi mencari makanan ke luar sana.
Miharu pun memutuskan untuk segera mandi dan secepat mungkin mengisi perutnya yang berbunyi.
Tak berapa lama, Miharu sudah berdiri di depan cermin besar. Ia mengenakan t-shirt polos berwarna caramel dan celana panjang hitam. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai tanpa hiasan apapun di sana. Tak lupa ia memakai lipgloss.
Tanpa berlama-lama, Miharu segera keluar dari apartemennya setelah memasukkan dompet dan juga ponsel ke tas kecilnya.
Langkah gadis itu sedikit diperlambat saat mendekati sebuah gedung yang mengingatkannya pada pemuda kenalan Arina. Sudah menyusun strategi untuk menghindari Hideya kalau ia ada di sana. Bagaimana tidak, bertemu hampir setiap pagi dengan pemuda bermarga Tawada itu membuatnya bosan.
Dan Arina juga sering menceritakan tentang percakapannya dengan pemuda itu pada Miharu.
Belum lagi faktanya kalau beberapa minggu yang lalu pemuda itu datang bertamu ke apartemennya bersama Arina. Ya, memang Arina yang mengundangnya. Andai Miharu tau saat itu, ia menolak untuk mengajak Hideya.
Entah kenapa ia malas berhubungan dengan laki-laki. Tak terkecuali ayahnya.
Miharu melihat gedung itu dengan tatapan menyelidik, tidak ada tanda-tanda bahwa pemuda itu ada di sana. Terlihat sepi, ia pun bernapas lega lalu melangkah seperti biasa.
Ada banyak jalan untuk menuju kedai maupun restoran sebenarnya. Sayangnya, Miharu belum sempat mengeksplorasi tempat tersebut. Arina pun tampak enggan untuk menemaninya berjalan-jalan ke tempat lain.
Miharu seorang yang buta arah, bahkan tidak bisa membaca peta sama sekali. Akan mengerikan kalau ia memaksakan diri untuk berjalan-jalan ke daerah asing sendirian.
"Irasshaimase!"
Kaki Miharu masuk ke dalam sebuah tempat makan yang masih sedikit pengunjungnya. Seorang pelayan langsung menghampirinya dan menunjukkannya sebuah kursi kosong tak jauh dari kaca depan toko.
Lumayan, ia bisa menghabiskan waktunya sambil melihat orang berlalu lalang.
Setelah membolak-balikkan buku menu, Miharu memesan seporsi makanan dan segelas minuman yang katanya menu andalan dari restoran itu. Pelayan segera mencatat pesanannya dan berpesan pada Miharu untuk menunggu beberapa menit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gravity
FanfictionBerdasarkan mimpi dari sang author. Warning: Ini sangat-sangat-sangat- OOC. :') *** Sato Miharu tidak pernah mengharapkan sesuatu yang melebihi perkiraannya. Ia hanya ingin semua yang direncanakannya berhasil. Bebas dari ayahnya, pindah ke Tokyo, da...