azam dan aku

814 16 0
                                    

Ketika sang fajar menampakkan sinarnya dan sayup-sayup terdengar lantunan merdu adzan membangunkan ku saat terlelap dalam mimpi indah malam tadi. Entah rasanya pagi ini begitu segar saat aliran air wudhu menerpa kulit ku yang kering. Tak lama ada ketukan yang terdengar usai melaksanakan kewajiban ku melakukan subuh. Wajah yang sedikit dihiasi  keriput namun masih terlihat cantik dan tak lupa senyum nya yang selalu membuatku rindu saat berjauhan dari nya. Beliau yang telah rela mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan ku dan dengan sabar mendidik aku hingga sekarang.

" Iya Bu sebentar, ada apa ya Bu manggil Imah, Imah baru aja selesai solat".
"Ibu cuman mau bilang, nanti nak Azam mau kesini".
" Memang mau ngapain bu, mas Azam kesini?, Bukannya persiapannya masih lama yah?, Kan kelulusan aku masih sekitar 5 bulan lagi, kenapa mas Azam sudah kesini?". Tanya ku heran
" Iya nduk, si Azam mau kesini di suruh ibunya anterin kue dari Tante rumi. tapi kan masa iya dia kesini kamu Ndak mau menemuinya. Dia sudah jauh- jauh kesini dan kamu ndak mau menemuinya kan kasian nak Azamnya nduk. Walau bagaimanapun dia kan calon suamimu, mestinya kamu menemuinya. Makanya ibu kasih tau kamu pagi-pagi takut kamu pergi dianya Dateng kerumah. Kamu ga kemana-mana kan hari ini?". Jelasnya panjang lebar dan hanya ku jawab dengan anggukan kepala.
Rasanya aku bingung mau jawab apa, aku tidak mau memaksa kehendakku untuk menghindar dari nya, dan membuat ibuku kecewa denganku.

Ditengah kesibukanku merapikan buku-buku yang telah kupakai mengerjakan tugas, terdengar ketukan dari pintu kamarku. Langsung saja kubuka pintunya dan sekarang di hadapanku sosok laki-laki kedua yang kucintai setelah ayahku. Ya, dia adalah kakakku.
"De, ada tamu buat kamu, kamu disuruh kebawah sama ibu. Dia calon kamu ya de?." Tanyanya sambil mengerlingkan mata.
Aku tak menggubris ucapan kakakku, dan memilih pergi dari hadapannya dari pada jadi bahan ejekannya yang tak ada habisnya. Rasanya campur aduk ketika aku harus menemuinya, menemui seseorang yang akan menjadi pendamping hidupku, rasanya aku pun tak bisa berkata apa- apa.

Sayup-sayup kudengar obrolan antara ayah ku dan dia. Kaki ini rasanya sulit untuk melangkah ke depan, tak terasa jantung ku memompa sangat cepat kala tinggal sepersekian meter jarak antara aku dan dia. Namun masih belum sebanding dengan apa yang aku rasakan waktu bertemu dengan Farhan. Mungkin karena sulitnya aku untuk membuka hatiku untuk seseorang yang baru. Kadang aku merasa, aku seperti orang yang telah memberikan harapan namun justru menyakiti. Tapi, untuk sekarang ini aku belum tau apakah dia memang sudah ada rasa terhadapku. Jika iya, maka aku seperti orang yang telah mengajak  melakukan permainan  namun justru aku sendiri yang mencurangi permainan itu. Aku pernah berada di posisi cinta yang tak terbalas, maka dari itu aku masih agak ragu untuk melangkah ke depan. Menikah bukan perkara yang gampang, masih banyak yang perlu di persiapkan. Bukan hanya ijab qobul tapi menyatukan visi misi, kepercayaan satu sama lain, dan saling  menerima dan menutupi kekurangan satu sama lain.

Perjalanan Cinta MuslimahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang